fbpx
langitselatan
Beranda » Ibnu Al Shatir

Ibnu Al Shatir

Mungkin banyak yang belum ngeh, kalau dasar-dasar Heliosentris itu bisa jadi muncul pas jaman kejayaan astronomi di jazirah Arab. Dari SD kita sudah dicekokin bahwa heliosentris itu dirumuskan oleh Copernicus, bla bla bla ..

Okay, kita tidak sedang belajar sejarah, itu bidang-nya pakar sejarah (OOT: pak Roy Suryo bisa membantu saya gak ya?).

Tapi belajar sedikit tentang sejarah itu perlu. Dari mana Copernicus dapat ide (matematis) tentang matahari sebagai pusat tata surya (heliosentris)? Apakah apel jatuh di atas kepala-nya? Menurut pakar-pakar sejarah astronomi, ada keserupaan ide matematika antara buku Copernicus yang berjudul “De Revolutionibus” dengan sebuah buku yang pernah ditulis sebelumnya oleh seseorang arab. Judul bukunya “Kitab Nihayat Al-Sul Fi Tashih Al-Usul” (-butuh penterjemah nih-). Buku ini ditulis sekitar seratus tahun sebelum jaman Copernicus oleh Ibnu Al-Shatir (1304-1375 CE)

Ibnu Al-Shatir adalah seorang pakar Muwaqqit di Mesjin Umayyad, Damaskus, sekaligus sebagai orang yang membangun sundial (ter?)besar.

Dari pengalamannya di dunia astronomi, Ibnu Al-Shatir menulis buku tersebut, yang merombak habis teori geosentris Ptolemeus; kendati belum beranjak dari teori geosentris, tapi secara matematis, Al-Shatir memperkenalkan adanya epicycle yang rumit (sistem lingkaran dalam lingkaran). Digambar tersebut, Al-Shatir mencoba menjelaskan bagaimana gerak Merkurius jika Bumi menjadi pusat alam semesta-nya, dan Merkurius bergerak mengitari Bumi.

Ibnu Al-Shatir menjelaskan tentang bagaimana pergerakan Merkurius di langit sehingga bagaimana itu teramati di Bumi.

Matematika adalah bahasa yang universal, mempunyai kebenaran ilmiah yang tidak terbantahkan. Jadi apakah geosentris, atau heliosentris, maka, itu semua hanya menjadi perkara titik pangkal koordinat. Demikian pula dengan pemikir-pemikir di masa tersebut akan selalu berpegang pada kebenaran matematika, alih-alih berdebat kusir tentang yang mana yang benar. Perumusan matematika oleh Ibnu Al-Shatir ini yang kemudian, (dipercaya?) menjadi pondasi perumusan matematis Copernicus untuk memperkenalkan model Heliosentris-nya.

Dengan demikian, apakah memang bapak-bapak dari masa lalu tersebut mempunyai keberpihakan pada geo/helio-sentris? Yang pasti adalah , bapak-bapak tersebut akan selalu berpegang pada adanya kebenaran-kebenaran ilmiah (matematika), untuk bisa menjelaskan apa yang mereka amati. Tidak penting lagi geo/helio-sentris, tetapi lebih penting untuk bisa dijelaskan, sehingga bisa diterima sebagai suatu kebenaran yang ilmiah. Lalu apakah kebenaran ilmiah tersebut merupakan kebenaran absolut?

Baca juga:  Resep Alam Semesta
Avatar photo

Emanuel Sungging

jebolan magister astronomi ITB, astronom yang nyambi jadi jurnalis & penulis. Punya hobi dari fotografi sampe bikin komik, pokoknya semua yang berhubungan dengan warna, sampai-sampai pekerjaan utamanya adalah seperti dokter bedah forensik, tapi alih-alih ngevisum korban, yang di visum adalah cahaya, seperti juga cahaya matahari bisa diurai jadi warna cahaya pelangi. Maka oleh nggieng, cahaya bintang (termasuk matahari), bisa dibeleh2 dan dipelajari isinya.

15 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini

  • for information soal heliosentris dari tulisan lama Sejarah awal teori pembentukan tata surya
    Perhitungan secara ilmiah pertama kali dilakukan oleh Aristachrus dari Samos (310-230 BC). Ia mencoba menghitung sudut Bulan-Bumi-Matahari dan mencari perbandingan jarak dari Bumi-Matahari, dan Bumi-Bulan. Aristachrus juga merupakan orang pertama yang menyimpulkan Bumi bergerak mengelilingi Matahari dalam lintasan berbentuk lingkaran yang menjadi titik awal teori Heliosentrik.

  • Matematika adalah bahasa universal, itu mungkin benar. Tapi kalau matematika adalah kebenaran ilmiah yang tak terbantahkan, itu tidak benar. Fondasi matematika yang paling dasar adalah pernyataan-pernyataan yang semuanya tidak dibuktikan sebagai “BENAR”, tapi adalah kesepakatan-kesepakatan.

    Ingat Teori Ketidaklengkapan Godel: Tidak ada sistem logika yang konsisten sekaligus lengkap.

    Kebenaran ilmiah itu juga bukan sesuatu yang pasti. Malahan, fitur penting dari sains adalah ketidakpastian. Kalau tidak ada ketidakpastian, itu bukan sains namanya, tapi dogma.

    Untuk kajian sains, ilmuwan-ilmuwan Islam banyak mengkaji buku-buku Yunani yang mereka warisi, jadi harus dikaji yang mana yang kembangannya dan yang mana yang inovatif. Heliosentrisme itu sudah jadi bahan pikiran orang Yunani semenjak lama.

  • Benar juga pak astronomsableng. Mestinya sains itu anti statik alias lebih dinamis ya? 🙂

    Ya, mata rantai yang hilang antara peradaban Yunani ke masa pencerahan adalah periode islam (atau apapun istilahnya, saking tidak pedulinya sampai-sampai kita ga tau nama zamannya :D) yang pada masa itu terjadi ledakan besar pengumpulan, penerjemahan, pensintesisan dan peng-kritisan pemikiran Yunani. Bagdad kemudian menjadi semacam “center of excellent” yang terbuka bagi pelajar dari seluruh dunia, dengan koleksi perpustakaan terbesar saat itu. Mungkin school of Baghdad jadi semacam Harvard jaman sekarang kali ya? (Tentunya minus internet :D).

    Mungkin salah satu yang terkenal adalah Ibnu Rushd (Averroes) yang mengomentari nyaris seluruh karya Aristoteles. Ibnu Rushd juga masuk ke lukisan “The School of Athens”-nya Raphael khan?

    Kira-kira Ibnu Sathir mensintesa ulang pemikiran tokoh Yunani yang mana ya?

  • Mungkin bukan sekedar ‘mensintesa’, tapi merombak model-nya Ptolemi (sekedar istilah). Satu hal yang penting adalah pas jaman itu, matematika modern berkembang (aljabar). Jadi bukan hanya dari gedanken, tapi juga metodologi-nya sudah lebih berkembang dari jaman yunani. Sepertinya gitu lho, mohon urun rembug nih.

    Bener bung sableng, kebenaran itu adalah kesepakatan untuk bisa menyatakan benar. Gak ada yang absolut untuk dinyatakan sebagai kebenaran, proses sains sendiri merupakan proses yang dialektis, dan setiap langkah mempunyai strata kebenarannya masing-masing.

    Wah, kalau mau membahas ini lebih lanjut, kek-nya forum filsafat sains harus dihidupkan ya’?

  • saya masih belum jelas mengenai teori heliosentris vs geosentris. di Alquran ada di surat apa dan ayat berapa ya???????????terlalu banyak opini jadi bingung…..

  • –> manda
    sebenarnya di quran, setahu saya, tidak ada secara gamblang disebutkan yang mana yang berlaku di dunia ini: apakah heliosentris ataukah geosentris. sekali lagi: tidak secara gamblang.

    kalo misalnya manda menemukan artikel di internet atau buku yang banyak membahas ayat-ayat quran kemudian menyimpulkan sesuatu, entah geosentris atau heliosentris [tapi kebanyakan sih geosentris], manda harus lebih mencermatinya. apakah pengambilan kesimpulan di situ disertai dengan bukti nyata hasil pengamatan ataukah hanya didasarkan pada penafsiran manusia belaka tanpa ada buktinya. kalau tanpa bukti, sebaiknya tidak usah dipercaya. jaman sekarang, jaman teknologi ini, paparan yang disertai bukti hasil pengamatan tentunya lebih dapat dipercaya.

    asal manda tahu, bukti pengamatan heliosentris itu banyak dan relatif mutakhir/up to date. kalau geosentris, hingga saat ini sedang lemah karena sedikit bukti yang mendukungnya. . . .

  • Ingat Teori Ketidaklengkapan Godel: Tidak ada sistem logika yang konsisten sekaligus lengkap.

    Goddel emang benar, matematika hanyalah sebuah taksiran Ibu Jari Telunjuk (2 ruas dan 3 ruas tulang) kita yang mencoba memahami fenomena kehidupan. Kalau dalam bahasa Agama maka yang pertamakali sadar kalau semua ilmu pengetahuan kita hanya suatu taksiranb ibu jari teluinjuk adalah Nabi Muhammad SAW yang menerima 6236 ayat AQ. Kalau di zaman modern disebut Golbach Conjecture.

    Matematika dengan basis desimal dan biner sejatinya disusun bagaikan menyambungkan pulau-pulau atau titik-titik sehingga menjadi nampak logis padahal matemtika tidak sepenuhnya logis murni tapi sintesis simbol dan logika sehingga nampak ideal. Padahal banyak bugsnya, salah satu bugsnya adalah bilangan 10 dan 2 alias 12 alias 102. Makanya dalam bahasa sains era dijital tak ada batsnya untuk menggambarkan imajinasi kita baik yang fantastik maupun imajinasi ilmiah misalnya memodelkan dentuman besar dll. Dalam bahasa agama bugs ini ditutup dengan kalimat Ba (nilai 2), Sin (60), dan MIm (40) alis BISM alalu dilengkapi bolong dari semua pemahaman kita itu dengan 3 sebagai The Greates Common Divisor yaitu : ALLH, AL-Rahman, al-Rahiim.

    Nah untuk sistem kordinat dan refensial silahkan simak komentar saya di artikel yang membahas msalah Geosentris atau Heliosentris di situ LangitSelatan.Com yang maneraik ini.

  • Mas Sungging, aku ingin tahu sumber tulisan ini< soalnya aku lumayan tertarik dengan sejarah, asal-muasal sains semacam ini… Tararengkyuh..

  • halo mbak Iyam, hmm sebetulnya banyak buku yang berkait dengan sejarah astronomi, tapi memang harus lebih spesifik, dari sejarah era yang mana? Kalau era yang pre-historis, itu mungkin lebih sulit; tapi kalau mulai dari sejarah Islam dalam astronomi itu ada banyak.

    Di perpustakaan program studi astronomi itu ada beberapa buku sejarah astronomi, tapi saya tidak hafal buku apa saja, mainlah ke sana, untuk baca-baca (kalau sempat). Tapi kalau tidak sempat ya mbah google banyak.

    Bahkan dari mbah google bisa langsung dapet banyak artikel-artikel menarik. Kalau untuk sejarah astronomi di Indonesia sebelum masuknya kebudayaan barat, itu menarik, tapi belum banyak digali.

    Mudah-mudahan tahun 2009 mendatang, kegiatan astro-arkeologi di Indonesia akan semarak, dan makin banyak tangan yang membantu akan menarik. Berminat bergabung untuk 2009?

  • waduh2 rumit amat ya mas ,,aku padahal dah mau nuju jadi astronot,,tapi stlelah bca brita diatad saya jadi ngak mau lg

  • amat disayangkan kalau ilmu pengetahuan termasuk astronomi harus digolong-golongkan ini temuan orang barat atau timur, yunani atau arab, islam atau kristen yang jelas ilmu pengetahuan itu UNIVERSAL dan harus digunakan bersama pada kenyataannya setahu saya memang perpustakaan dunia dulunya di Alexandria yang kemudian direbut oleh tentara islam. Kalau begitu siapa yang original kita tidak pernah tahu. Yang penting pakai ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang universal termasuk astronomi.

  • Ga masalah mau geo/helio sentris….

    Semua itu relatif tergantung cara pandang kita aja….

    Karena di alam semesta ini ga ada benda yg diam mutlak….

    Semua benda bergerak relatif antara satu dgn yg lainnya…