fbpx
langitselatan
Beranda » Cermin Raksasa Bernama Bulan

Cermin Raksasa Bernama Bulan

Teleskop Hubble terkenal dengan foto-foto indah bintang dan galaksi dari seluruh alam semesta. Tapi, kali ini Teleskop Hubble justru melirik target yang dekat dengan Bumi…. tak lain tak bukan, targetnya adalah Bulan!

Ilustrasi Teleskop Hubble sedang mengamati Gerhana Bulan Total. Kredit: ESA/Hubble, M. Kornmesser
Ilustrasi Teleskop Hubble sedang mengamati Gerhana Bulan Total. Kredit: ESA/Hubble, M. Kornmesser

Gerhana Bulan

Untuk pertama kalinya dalam sejarah pengamatan teleskop antariksa, Hubble mengarahkan pandangannya ke Bulan saat gerhana bulan total.

Gerhana bulan total terjadi ketika Bumi berada di antara Matahari dan Bulan. Akibatnya, Bumi menutupi Bulan dengan bayangannya. Sederhananya, cahaya Matahari ke Bulan terhalang oleh Bumi.

Pada saat seperti itu, Bulan tampak berwarna merah. Nah, pada saat gerhana bulan total bulan Januari 2019, Teleskop hubble juga ikut memotret peristiwa tersebut untuk tujuan khusus.

Cermin Raksasa

Teleskop Hubble bukan memotret Bulan untuk mempelajari tetangga terdekat Bumi tersebut. Teleskop Hubble justru bertujuan untuk mempelajari apa yang bisa kita pelajari tentang planet lain.

Ketika para astronom mencari exoplanet, mereka mencari kedipan cahaya dari bintang lain. Saat bintang berkedip, itu artinya cahaya bintang meredup sesaat karena ada benda lain yang melintas dan menghalangi cahayanya. Benda yang melintas ini tak lain adalah planet yang mengorbit bintang tersebut.

Peristiwa planet yang melintasi bintang ini dikenal sebagai transit. Ini proses yang sama dengan gerhana yang kita saksikan di Bumi. Matahari yang tertutup oleh Bulan yang melintas dan Bumi pun jadi gelap. Ketika gerhana Bulan justru Bumi yang menutupi Bulan. Tentu saja yang kita saksikan adalah Bulan yang tampak makin gelap dan kemudian jadi merah karena tidak lagi menerima cahaya Matahari.

Jika kita berada di Bulan, kita bisa melihat dengan jelas bagaimana Bumi menghalangi Matahari. Tapi, masih ada sebagian cahaya Matahari yang lolos dari atmosfer Bumi. Akibatnya, bagi pengamat di Bumi, Bulan tidak hilang dari pandangan tapi tampak kemerahan.

Cahaya Matahari yang melintasi atmosfer Bumi dan sampai ke Bulan akan dipantulkan kembali ke kita. Dengan demikian, teleskop di Bumi maupun di luar angkasa, bisa menangkap cahaya tersebut. Karena yang ingin dipelajari adalah cahaya ultraungu, dan cahaya ini diserap udara di Bumi, maka digunakanlah teleskop antariksa seperti Hubble.

Hubble mengukur cahaya ultraviolet yang lolos melewati atmosfer Bumi dan dipantulkan oleh permukaan Bulan.

Dengan cara ini, Bulan bertindak sebagai cermin dan Hubble bisa mengetahui kandungan kimia dalam cahaya untuk mempelajari atmosfer Bumi.

Tanda-tanda Kehidupan

Kita tahu ada kehidupan di Bumi. Dan kita juga ingin mengetahui kehidupan di planet lain. Untuk mengetahuinya, kita perlu mempelajari atmosfer planet karena kita berharap bisa menemukan senyawa kimia yang menjadi indikasi kehidupan di planet tersebut.

Untuk mempelajari atmosfer planet yang jauh di bintang lain, para astronom tentu saja harus menyelidiki cahaya yang diterima setelah melewati atmosfer planet yang sedang transit. Dengan demikian kita bisa mengetahui kandungan kimia atmosfer planet.

Baca juga:  Hukum Sains yang Universal

Jadi ketika cahaya bintang melewati atmosfer planet yang sedang transit, molekul di atmosfer menyerap cahaya tertentu. Nah, ini adalah sidik jari yang bisa diselidiki oleh para astronom untuk mengetahui identitas molekul.

Dalam penelitian ini, Teleskop Hubble melakukan pengukuran atau deteksi kandungan kimia ozon yang ada di atmosfer Bumi. Para astronom memilih untuk mempelajari ozon karena lapisan ini penting dalam melindungi Bumi. Selain itu, proses fotosintesis di Bumi selama miliaran tahun merupakan faktor penentu dari tingginya kandungan oksigen dan tebalnya lapisan ozon. Karena itu, para ilmuwan beranggapan kalau oksigen dan ozon bisa menjadi tanda kehidupan di planet lain juga.

Hubble berhasil mendeteksi sidik jari ozon yang menyerap sebagian cahaya Matahari pada panjang gelombang biru dan ultraungu, Hasil ini kemudian dibandingkan dengan model atmosfer Bumi yang sudah ada dan memang pada panjang gelombang tersebut ozon biasanya menyerap cahaya.

Keberhasilan Hubble mengukur kandungan kimia ozon dalam atmosfer Bumi menjadi indikasi kuat dari kehidupan yang kita kenal di Bumi. Kandungan kimia tersebut bisa membantu para astronom untuk mencari tanda kehidupan di planet lain.

Studi ini dibuat sebagai uji coba atau latihan dari para astronom untuk mempelajari atmosfer planet lain saat melintas di depan bintang induknya. Tapi tentu saja, para astronom butuh teleskop yang lebih besar dan lebih canggih seperti Teleskop Antariksa James Webb yang akan diluncurkan tahun 2021.

Fakta keren:

Gerhana Bulan Total berikutnya akan terjadi 26 Mei 2021. Gerhana ini bisa dilihat oleh para pengamat di Australia, sebagian area di bagian barat Amerika Serikat, bagian barat Amerika Selatan, dan Asia Tenggara.


Sumber: Artikel ini merupakan publikasi ulang yang dikembangkan dari Space Scoop Universe Awareness edisi Indonesia. Space Scoop edisi Indonesia diterjemahkan oleh langitselatan.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini