fbpx
langitselatan
Beranda » Kembali ke Bulan, Langkah Awal Menuju Mars

Kembali ke Bulan, Langkah Awal Menuju Mars

Setahun lalu, NASA sukses mengirim misi Artemis 1 untuk mengorbit Bulan sebagai langkah awal untuk membawa manusia kembali ke Bulan.

Roket SLS yang membawa modul Orion ke Bulan. Kredit: NASA
Roket SLS yang membawa modul Orion ke Bulan. Kredit: NASA

Kembali ke Bulan. Inilah tujuan utama Proyek Artemis. Tapi ini bukan misi tanpa awak yang masih terus diluncurkan ke Bulan oleh berbagai negara. Sampai saat ini ada 11 negara yang sudah berhasil melakukan terbang lintas maupun mengorbit Bulan. Sementara itu, empat negara di antaranya berhasil mendarat di Bulan. Tapi, kembali ke Bulan yang direncanakan Artemis bukan untuk mengirim misi tanpa awak. 

Yup! Tujuan utama Proyek Artemis adalah membawa kembali manusia ke Bulan setelah misi ini dihentikan setengah abad lalu. Perjalanan terakhir yang membawa manusia ke Bulan adalah misi Apollo 17 yang diluncurkan pada tahun 1972. 

Misi Berawak ke Bulan

Alan Shepard berlatih golf saat berada di Bulan dalam pendaratan Apollo 14 pada 6 Februari 1971. Kredit: NASA
Alan Shepard berlatih golf saat berada di Bulan dalam pendaratan Apollo 14 pada 6 Februari 1971. Kredit: NASA

Misi berawak memang bukan ide baru. Tapi bukan berarti misi ini mudah dilakukan. Lebih tepatnya tidak ada misi antariksa yang mudah dibuat. Setiap misi baik misi nirawak maupun berawak punya tantangannya tersendiri. Salah satu faktor yang seringkali jadi kendala adalah dana.

Alasan klasik? Mungkin saja. Tapi tak bisa dipungkiri kalau uang merupakan salah satu faktor penting yang jadi penentu apakah misi bisa dibuat atau tidak. 

Misi berawak ke Bulan bukan hanya misi ilmiah. Ada muatan politik yang sangat kental di dalamnya ketika misi ini dicanangkan. Lebih tepatnya untuk space race atau kompetisi antariksa antara Amerika dan Uni Soviet yang dilakukan saat Perang Dingin. Tujuannya untuk melihat siapa yang memiliki teknologi terbaik untuk misi antariksa.

Singkatnya, Amerika harus mendahului Uni Soviet untuk mendarat di Bulan. Apalagi saat itu Yuri Gagarin dari Uni Soviet sukses menjadi orang pertama yang mengorbit Bumi. Tapi, setelah NASA sukses jadi yang pertama menjejakkan kaki di Bulan mendahului Uni Soviet, dan Amerika menang dalam perang dingin, dana misi berawak ke Bulan tidak lagi jadi prioritas. 

Misi politik berakhir. Misi sains memang penting, tapi bukan yang terutama untuk membuat negara adidaya seperti Amerika untuk terus menggelontorkan dana mengirimkan manusia ke Bulan. Apalagi saat itu enam misi Apollo sukses mendarat di Bulan. Kesuksesan itu bukan saja membawa Neil Armstrong dan 11 astronaut lainnya menjejakkan kaki di Bulan, tapi juga membawa pulang batu Bulan untuk diteliti. Di antara para astronaut tersebut, Alan Shepard, Komandan Apollo 14, berlatih golf di Bulan.

Pada akhirnya NASA harus menilik kembali prioritas dalam penggunaan dana untuk misi penjelajahan antariksa. Alih-alih menghabiskan dana besar membawa manusia ke Bulan dan kembali ke Bumi, maka dana yang ada dimaksimalkan untuk mengirimkan beberapa misi tanpa awak ke Bulan dan planet-planet di Tata Surya. 

Hasilnya? Saat ini NASA sudah menjelajah sampai ke sabuk Kuiper dan bahkan Voyager sudah meninggalkan batas Tata Surya memasuki ruang antarbintang. Sementara itu, para robot penjelajah dari Bumi saat ini jadi penghuni tetap di Mars. Belum lagi teleskop antariksa yang jadi mata manusia ke alam semesta. 

Kembali Ke Bulan

Rencana NASA untuk eksplorasi antariksa dan mengirim misi berawak ke Bulan sebagai langkah awal ke Mars. Kredit: NASA
Rencana NASA untuk eksplorasi antariksa dan mengirim misi berawak ke Bulan sebagai langkah awal ke Mars. Kredit: NASA

Impian untuk mengirim misi berawak tak pernah padam. Tapi dengan keberhasilan misi tanpa awak yang sudah mencapai batas Tata Surya, tentu mimpi ini tak hanya terbatas pada kembali ke Bulan.

Mars! Planet merah ini jadi target awal penjelajahan antar planet sebelum kita melangkah lebih jauh ke planet lain di Tata Surya atau bahkan penjelajahan antar bintang. Tapi, Mars atau planet dan satelit lainnya di Tata Surya ini tidak cocok untuk kehidupan manusia. Pertanyaan terbesar bukan saja bagaimana membawa misi berawak ke Mars tapi juga bagaimana membangun habitat yang ramah untuk hunian. Kita tak mungkin hanya singgah sejenak di Mars dan kemudian pulang ke Bumi setelah 7 bulan perjalanan ke Mars. Apalagi untuk kembali ke Bumi dengan jarak tempuh yang pendek harus menanti saat Mars berada pada jarak terdekat dengan Bumi. 

Jadi, bagaimana manusia bertahan hidup di Mars dalam jangka waktu yang lebih panjang. Upaya membangun lingkungan mirip Mars di Bumi dan simulasi kehidupan di Mars sedang dilakukan. Akan tetapi, semua itu masih dilakukan dengan sumber daya yang ada di Bumi. Bagaimana membangun kondisi laik huni dan bagaimana bertahan hidup di luar Bumi baru bisa teruji ketika uji coba itu dilakukan di luar Bumi.

Untuk melakukan uji coba di Mars tentu butuh waktu dan dana yang besar. Karena itu, target terdekat sebelum ke Mars adalah dengan kembali ke Bulan. 

Tujuannya tentu saja mengirim misi berawak ke Bulan dan untuk jangka panjang, membangun pangkalan yang berfungsi sebagai laboratorium untuk melakukan berbagai penelitian serta uji coba untuk bisa “bertahan hidup atau menetap” di Bulan. Di antaranya, bagaimana menambang air atau sumber daya lainnya yang bisa digunakan sebagai penunjang kehidupan di luar Bumi. Contohnya membuat batu bata dengan batuan di Bulan. Atau juga membuat reaktor nuklir dengan helium-3 yang ada di Bulan sebagai sumber energi. 

Dengan memanfaatkan sumber daya di Bulan, para astronom berharap bisa menghasilkan propelan roket untuk penjelajahan antariksa di masa depan. Jika demikian, bisa jadi di masa depan, pangkalan di Bulan akan menjadi salah satu titik peluncuran misi antariksa. Tapi yang ini tentu masih jauh untuk bisa diwujudkan.

Proyek ARTEMIS

Artemis 1 di lokasi peluncuran di Kennedy Space Center, Cape Canaveral, Florida. Kredit: NASA/Eric Bordelon
Artemis 1 di lokasi peluncuran di Kennedy Space Center, Cape Canaveral, Florida. Kredit: NASA/Eric Bordelon

Ide membawa kembali manusia ke Bulan sudah dikemukakan NASA sejak tahun 2004 saat Presiden George W. Bush mengumumkan Visi Explorasi Antariksa, yang bertujuan untuk membawa manusia kembali ke Bulan dan pada akhirnya mendarat di Mars. Dalam pelaksanaannya, upaya eksplorasi antariksa ini punya beberapa nama seperti: Constellation (2004-2010 dengan target permukaan Bulan dan Mars), Perjalanan ke Mars (2015-2018 dengan target area cislunar, asteroid, dan Mars), Dari Bulan ke Mars (2018-sekarang dengan target permukaan Bulan dan Mars).

Tahun 2017, Presiden Donald Trump menandatangani Arahan Kebijakan Luar Angkasa 1 yang mengganti satu kalimat dalam Pedoman Kebijakan Nasional Luar Angkasa tahun 2010 yang dibuat Presiden Barack Obama. 

Pedoman Kebijakan Antariksa 2010 menyatakan tahun 2025 sebagai awal misi berawak ke luar Bulan dan mengirimkan manusia ke asteroid, dan pertengahan tahun 2030 menjadi target untuk mengirim manusia mengorbit Mars dan kembali ke Bumi. 

Arahan Kebijakan Luar Angkasa yang disetujui Trump menggeser asteroid sebagai target misi berawak dan mengalihkannya pada ekspansi manusia di Tata Surya yang dimulai dari misi di luar orbit-rendah Bumi dengan Amerika memimpin misi berawak ke Bulan untuk eksplorasi dan pemanfaatan jangka panjang, serta dilanjutkan dengan misi manusia ke Mars dan tujuan lainnya. 

Dalam Arahan Kebijakan Luar Angkasa tersebut Amerika akan memimpin program berkelanjutan penjelajahan antariksa yang dilakukan dengan rekanan internasional maupun pihak swasta.

Hasil dari memorandum presiden ini adalah dibangunnya program Artemis pada tahun 2017 untuk membawa manusia kembali ke Bulan pada tahun 2024.  Dalam program ini, NASA juga bekerja sama dengan perusahaan komersial seperti SpaceX dan Boeing serta berkolaborasi dengan lembaga antariksa dari berbagai negara. 

Nama Artemis diambil dari nama Dewi Bulan dalam mitologi Yunani dan merupakan saudara kembar dari Apollo yang namanya digunakan dalam misi sebelumnya. Sementara itu, wantariksa Orion yang akan membawa astronaut memperoleh namanya dari rasi Orion, si pemburu yang kerap menemani Artemis. 

Rencana NASA untuk mengirim misi berawak dan durasi tinggal para astronaut. Kredit: NASA

Program Artemis tidak sekedar membawa manusia kembali menjejakkan kaki di Bulan melainkan untuk mebangun lingkungan yang bisa ditinggali oleh manusia dalam jangka panjang sekaligus meletakkan dasar untuk misi ke Mars.  Tak pelak, Artemis merupakan misi uji coba ketahanan manusia untuk menetap di Bulan. 

Dalam misi Artemis, setelah mendarat di Bulan, para astronaut akan menetap selama satu minggu atau bahkan satu bulan di Bulan. Durasi tinggal ini lebih lama dari astronaut Apollo 17 yang menghabiskan waktu selama 75 jam di Bulan, dan melakukan kegiatan di luar modul selama 22 jam 4 menit. 

Untuk jangka panjang, program Artemis bertujuan untuk menemukan air dan simpanan mineral langka di Bulan yang bisa digunakan untuk kebutuhan para astronaut selama menetap di Bulan. Dengan cara ini tentu bisa meminimalisir kargo kebutuhan yang dibawa dari Bumi. 

Tapi, proyek Artemis ini juga tak lepas dari misi politik. Kali ini memang bukan tentang menapakkan kaki di Bulan dan mengibarkan bendera. Artemis yang akan membawa manusia kembali ke Bulan harus jadi pemenang dalam kompetisi antariksa saat ini yakni menjadi negara pertama yang membangun pangkalan di Bulan. 

Selain Amerika, China juga berencana untuk mengirimkan astronautnya ke Bulan dan membangun pos di kutub selatan Bulan. 

Tujuan lainnya adalah mendaratkan astronaut perempuan pertama dan astronaut kulit berwarna pertama di Bulan. Selain isu kesetaraan, teknologi yang dibangun untuk proyek Artemis baik roket maupun baju astronaut akan membuka jalan sekaligus uji coba untuk kebutuhan penjelajahan antariksa jangka panjang di masa depan. 

Misi Artemis

Lunar Gateway yang aka jadi hub antara Bumi dan Bulan. Kredit: Spacecraft Fandom
Lunar Gateway yang aka jadi hub antara Bumi dan Bulan. Kredit: Spacecraft Fandom

Proyek Artemis bukan hanya tentang membawa kembali manusia ke Bulan. Ada ide membangun pangkalan di Bulan yang juga berarti akan ada perjalanan pulang pergi Bumi Bulan yang dilakukan secara rutin. 

Untuk itu, yang perlu dipikirkan adalah sistem perjalanannya. Karena perjalanan pulang pergi ke Bulan akan jadi perjalanan rutin, maka NASA dan kolaboratornya akan membangun Gateway Lunar Station di orbit Bulan dan pangkalan di permukaan Bulan. 

Lunar Gateway akan berfungsi sebagai hub perjalanan dari Bumi ke Bulan. Idenya, wahana antariksa Orion yang membawa para astronaut dari Bumi tidak akan langsung mendarat di Bulan melainkan menuju Lunar Gateway sebagai stasiun dok dan berlabuh di sana. Para astronaut kemudian melanjutkan perjalanan dengan Human Landing System (HLS) atau wahana pendarat dari Gateway ke permukaan Bulan. HLS ini dibuat oleh pihak swasta seperti SpaceX dan Blue Origin untuk membawa manusia dan kargo dari orbit Bulan ke permukaan atau ke pangkalan yang kelak dibangun di kutub selatan Bulan. 

Di dalam Lunar Gateway juga akan ada Habitation and Logistics Outpost (HALO), pusat kendali dan komando untuk memastikan Gateway sebagai hub yang nyaman dan aman untuk para astronaut. Di antaranya adalah mengatur lingkungan internal, menyediakan daya ke modul Gateway lainnya, dan mempelajari tingkat radiasi di dalam dan sekitar stasiun.

Selain itu ada elemen lain untuk para astronaut menetap di Gateway yakni International Habitation (I-HAB). I-HAb akan berfungsi sebagai tempat tinggal utama untuk para astronaut termasuk untuk melakukan eksperimen selama berada di orbit Bulan. Gateway juga akan dilengkapi modul ESPRIT yang menyediakan fitur peningkatan kemampuan komunikasi, pengisian bahan bakar, dan dok pengamatan dengan jendela kubah seperti pada ISS.

Ilustrasi kendaraan di Bulan untuk mobilitas astronaut dan kargo. Kredit: NASA
Ilustrasi kendaraan di Bulan untuk mobilitas astronaut dan kargo. Kredit: NASA

Sementara itu, untuk pangkalan di Bulan, NASA dan rekanan swastanya akan membangun kabin bulan serta kendaraan robotik untuk mobilitas astronaut dan kargo. Tapi tentunya ini semua akan dilakukan secara bertahap. Untuk awal, NASA akan membangun fasilitas untuk kebutuhan selama dua minggu dan akan terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan selama satu sampai dua bulan di Bulan. 

Untuk bisa mewujudkan rencana tersebut tentunya Artemis tidak bisa langsung membawa astronaut ke Bulan dalam misi pertamanya. Ada tahapan dalam misi yang harus dibuat untuk memastikan pendaratan manusia kembali di Bulan bisa berjalan lancar dan tentunya aman kembali ke Bumi. Apalagi sudah lebih dari 50 tahun sejak terakhir kali manusia menjejakkan kaki di Bulan. Selama 50 tahun tersebut telah terjadi loncatan teknologi yang sangat besar. 

Untuk memastikan kelancaran dan kesuksesan misi, maka proyek Artemis ini meluncurkan beberapa misi secara bertahap. Artemis memulai misinya dengan peluncuran tanpa awak, yang dilanjutkan dengan misi berawak ke orbit Bulan dan barulah misi pendaratan di Bulan. 

Artemis menggunakan roket Space Launch System (SLS) untuk meluncurkan wantariksa Orion pada lintasan trans-Bulan. SLS merupakan pengganti dari Space Shuttle yang sudah pensiun dan roket Ares I dan Ares V yang dibatalkan.  Roket SLS dibuat dengan menggunakan kembali perangkat keras dari program Shuttle. 

Lini Masa Artemis

Konsep pangkalan di Bulan. Kredit: ESA- P. Carril
Konsep pangkalan di Bulan. Kredit: ESA- P. Carril

Proyek Artemis yang dimulai tahun 2017 ini akhirnya meluncurkan misi Artemis 1 pada tanggal 16 November 2022 pukul 1:47 EST atau 13:47 WIB. Misi ini sempat mengalami empat kali kegagalan akibat gangguan teknis dan kebocoran bahan bakar hidrogen. Misi pertama Artemis ini memang tidak membawa astronaut. Ini merupakan misi tanpa awak yang bertujuan untuk melakukan uji coba keamanan roket SLS serta kemampuan wantariksa Orion ke orbit Bulan, mengorbit dan kemudian kembali ke Bumi. 

Dalam misi nirawak Artemis 1, ada 3 kru manekin yang bergabung yakni Komandan Moonikin Campos, Helga, dan Zohar. Ketiga manekin ini merupakan bagian dari uji coba keamanan Orion untuk para astronaut. Ketiganya dipasang sensor radiasi untuk mengetahui tingkat radiasi yang diterima astronaut, serta sensor untuk merekam percepatan dan getaran yang diterima selama perjalanan. 

Misi Artemis 1 juga membawa 10 cubesat untuk melakukan berbagai penelitian bukan hanya untuk Bulan tapi juga asteroid, Matahari, Bumi, dan lainnya. Selain itu, Artemis 1 membawa serta kit berisi momento dari misi Apollo, benih pohon, dan indikator gravitasi nol berupa boneka Snoopy.  Setelah melakukan terbang lintas dan mengorbit Bulan, Artemis 1 akhirnya kembali ke Bumi dan jatuh di Samudera Pasifik pada tanggal 11 Desember 2022. Misi Artemis 1 menempuh perjalanan 2,3 juta kilometer selama 25,5 hari.

Muatan Artemis 1. Kredit: NASA
Muatan Artemis 1. Kredit: NASA

Misi Artemis 1 telah sukses dan kini saatnya bersiap untuk misi Artemis 2. Setelah uji coba roket SLS dan wantariksa Orion berhasil, maka misi berikutnya adalah membawa misi berawak untuk melakukan terbang lintas di Bulan selama 10 hari dan kembali ke Bumi. Misi Artemis 2 akan membawa 4 orang astronaut yakni Komandan Reid Wiseman (AS), Pilot Victor J. Glover (AS), Spesialis Muatan Christina Koch (AS), dan Spesialis Misi Jeremy Hansen (Canada), untuk mengorbit Bulan pada November 2024.

Puncaknya adalah misi Artemis 3 yang direncanakan akan diluncurkan Desember 2025 untuk membawa 4 astronaut dan di antaranya ada satu astronaut perempuan dan astronaut kulit berwarna yang akan melakukan pendaratan di Bulan dengan HLS Starship (pendarat mirip Starship milik SpaceX) di kutub selatan Bulan. Sebelum misi Artemis 3 tiba di orbit Bulan, NASA juga mengirimkan berbagai misi pendukung mulai tahun 2024 untuk menyiapkan stasiun mini Gateway yang terdiri dari modul Power & Propulsion Element (PPE) dan Habitation and Logistics Outpost (HALO). 

Setelah Artemis 3, NASA merencanakan mengirim 10 misi Artemis untuk mendarat di Bulan sekaligus membawa modul membangun Gateway dan logistik serta mobil penjelajah untuk pangkalan di kutub selatan Bulan. Selain misi berawak, pengiriman misi pendukung juga terus dilakukan sampai tahun 2032 untuk membawa logistik maupun memastikan kesuksesan misi berawak yang dikirim ke Bulan. 

Satu tahun telah berlalu sejak kesuksesan Artemis 1 dan astronaut untuk misi Artemis 2 juga telah terpilih. Saatnya untuk menantikan peluncuran misi Artemis 2 dan misi Artemis selanjutnya untuk membawa manusia kembali ke Bulan dan membangun pos untuk menetap di Bulan, sebelum kelak manusia menuju Mars. 

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini