fbpx
langitselatan
Beranda » Potensi Bahaya Puing-Puing Batuan Dekat Bumi

Potensi Bahaya Puing-Puing Batuan Dekat Bumi

Boom! Ledakan di angkasa itu mengejutkan penduduk kota pagi itu. Masih ada ledakan lain yang menyusul. Gedung-gedung bergetar dan memporak-porandakan kaca-kaca gedung. 

Peristiwa Chelyabinsk di Rusia. Kredit: M. Ahmetvaleev
Peristiwa Chelyabinsk di Rusia. Kredit: M. Ahmetvaleev

Sebelum ledakan, penduduk melihat bola api yang lebih terang dari Matahari melintas dan membutakan para pengendara. Kepanikan dan ketakutan melanda penduduk kota yang mengira ledakan itu berasal dari bom nuklir dan perang akan segera berkecamuk. Tercatat 7200 gedung mengalami kerusakan dan 1500 orang terluka.

Tapi, ledakan itu bukan dari bom nuklir. Ledakan itu berasal dari benda jatuh yang jatuh ke Bumi hampir satu dekade lalu. 

Hari itu, 15 Februari 2013, kota Chelyabinsk mengalami ledakan benda jatuh yang meledak di angkasa. Yup! Tabrakan meteor yang cukup besar. Sisa meteor sebesar kursi mendarat di Bumi dan menghasilkan lubang sebesar 6 meter di danau beku Cherbakul, masih di area Chelyabinsk, Rusia. 

Tapi itu hanya pecahannya saja. Aslinya, meteor ini merupakan asteroid dekat Bumi berukuran 20 meter dengan berat 12.000 ton. Setelah melintasi atmosfer Bumi selama 32,5 detik, asteroid ini pun hancur berkeping-keping dalam ledakan sekitar 20-14 km di atas permukaan. 

Peristiwa ledakan meteor atau meteor menghantam Bumi memang bukan berita harian. Tapi, cerita asteroid papasan dekat dengan Bumi jauh lebih sering kita dengar.

Pertanyaan yang sering muncul, apakah asteroid itu akan menabrak Bumi? 

Tabrakan besar dari langit

Sebelum Chelyabinsk, tabrakan besar lainnya pernah terjadi pada tanggal 30 Juni 1908 di Tunguska, Siberia. Pagi itu, bola api raksasa melintasi langit Tunguska dan berakhir dengan ledakan dahsyat di angkasa yang kekuatannya menghancurkan hutan seluas 2,000 km2. Sekitar 80 juta pohon hancur karena kejadian ini. Ledakan yang dihasilkan 1000 kali lebih dahsyat dari bom atom Hiroshima atau sekitar 20-50 juta ton TNT.  Gelombang kejut yang dihasilkan saat itu mencapai 5 skala Richter! 

Kala itu, ledakan terjadi di area yang hampir tidak berpenghuni. Namun penduduk kota terdekat yang jaraknya 60 km bisa merasakan panas dari ledakan tersebut. Peristiwa ini kita kenal sebagai peristiwa Tunguska. Penyebabnya adalah ledakan asteroid yang ukurannya dua kali lebih besar dari paus biru atau sekitar 40 meter, pada ketinggian 10 km di atas permukaan Bumi.

Tabrakan besar lainnya juga terjadi 50.000 tahun lalu di utara Arizona. Jejak yang tersisa berupa kawah sedalam 200 meter dengan diameter 1250 meter yang terbentuk akibat tabrakan meteor berukuran 50 meter yang melaju dengan kecepatan antara 12,8 – 20 km/det. Kekuatan tabrakannya sekitar 10 megaton bom TNT!

Jika kita bisa menjelajah waktu, maka peristiwa hantaman asteroid terbesar justru terjadi 65 juta tahun lalu. Tepatnya, saat dinosaurus mengalami kepunahan. Kala itu, asteroid sebesar 10 km menghantam Bumi dengan kecepatan lebih dari 45 kali kecepatan suara. 

Tabrakan asteroid yang lebih besar dari Gunung Everest itu melepaskan 100 teraton bom TNT atau setara dengan 4,5 miliar kekuatan bom Hiroshima. Akibat tabrakan, terjadi gempa bumi 12,5 skala Richter, angin berkecepatan 1000 km/jam di pusat jatuhnya meteor. Bukan cuma itu, suhu Bumi pun meningkat akibat tabrakan besar-besaran asteroid tersebut. Tak pelak, terjadi juga mega tsunami di Bumi. Pada akhirnya, populasi dinosaurus pun punah.   

Tabrakan tersebut meninggalkan jejak kawah berdiameter 180 km dengan kedalaman 120 km di Semenanjung Yucatan, Meksiko. Sebagian kawah yang terbentuk sudah menjadi bagian Teluk Meksiko. Kawah itu kita kenal sebagai kawah Chicxulub. 

Masih ada tabrakan asteroid lain seperti yang terjadi 35 juta tahun lalu di Maryland dan Siberia. Dan di masa kini kehadiran meteor yang jatuh ke Bumi masih terus ada. Skalanya mungkin tidak sebesar yang terjadi jutaan tahun lalu. Namun tetap saja ketika meteor itu menghantam area berpenduduk, maka ada kerusakan. Salah satu yang terjadi di Indonesia adalah jatuhnya meteor di Lampung. 

Mengerikan? Tentu saja!

Puing Batuan di Tata Surya

Ilustrasi asteroid dekat Bumi. Kredit: NASA

Asteroid yang jadi sumber tabrakan di Bumi itu merupakan pecahan batuan dari cikal bakal planet. Pecahan bebatuan ini bentuknya tak beraturan dengan ukuran dari sekecil butiran debu sampai batuan sebesar 1000 km. Seharusnya bebatuan ini saling bertabrakan dan bergabung membentuk planet. Akan tetapi, interaksi gravitasi Jupiter dan Mars menggagalkan pembentukan planet di antara Mars dan Jupiter.  Kumpulan batuan ini membentuk Sabuk Asteroid di antara Mars dan Jupiter.

Meskipun bebatuan ini sudah berada miliaran tahun di Sabuk Asteroid, namun gangguan bisa mengubah jalur asteroid. Gangguan orbit bisa terjadi oleh tabrakan benda lain, bisa juga dari gangguan gravitasi akibat interaksi dengan objek di sekitarnya, maupun tekanan sinar Matahari pada permukaan asteroid. Ketika terganggu, orbit asteroid bisa berubah dan bahkan menyimpang keluar dari Sabuk Asteroid. Ada yang kemudian mengarah ke Bumi.

Jadi ada asteroid yang mengorbit dekat Bumi. Kita mengenalnya sebagai asteroid Dekat Bumi (NEA). Ini adalah batuan yang mengitari Matahari dengan orbit memotong orbit Mars dan Bumi pada jarak kurang dari 1,3 AU. Dalam rentang beberapa juta tahun, sebagian asteroid dekat Bumi akan hancur menabrak Matahari, dilontarkan keluar dari Tata Surya, atau menabrak planet, salah satunya Bumi. 

Jika orbit asteroid tersebut kurang dari 0,05 AU ke Bumi dan ukurannya lebih dari 140 meter, maka asteroid ini dikategorikan sebagai potentially hazardous asteroid atau asteroid berpotensi bahaya (PHA) bagi Bumi. Bila asteroid seperti ini menabrak Bumi, maka dampak kerusakannya juga akan sangat besar. 

Sampai saat ini lebih dari 29.000 asteroid masuk dalam kategori dekat Bumi dan tercatat 2.200 asteroid dikategorikan asteroid berpotensi bahaya. Dari 2200 PHA, 150 di antaranya berukuran lebih dari satu km. Asteroid yang masuk kategori PHA ini berasal dari kelas Apollo dan Aten yang orbitnya memotong orbit Bumi. Sementara itu, data dari satelit WISE milik NASA justru menemukan ada 4.700 asteroid berpotensi bahaya. 

Bombardir Batuan Angkasa

Setiap hari, Bumi dihantam oleh 100 ton batuan dan partikel angkasa. Sebagian besar ukurannya hanya sebesar butiran pasir. Saat masuk atmosfer Bumi, kita melihatnya sebagai kilatan cahaya yang dikenal sebagai bintang jatuh atau meteor. Diperkirakan, satu kali dalam satu tahun, asteroid sebesar mobil menabrak Bumi dan meledak di atmosfer. Juga diperkirakan, setiap lima ribu tahun ada asteroid sebesar lapangan bola yang menabrak Bumi, dan dalam beberapa juta tahun, asteroid berukuran cukup besar menabrak dan memicu bencana global. 

Untuk mengetahui ancaman asteroid dari angkasa, para astronom melakukan pelacakan dan pemantauan asteroid dengan teleskop di Bumi maupun di luar angkasa. Pemantauan ini berguna untuk melacak jalur orbit asteroid dari waktu ke waktu. 

Jika ada yang mengarah ke Bumi dan berpotensi menabrak Bumi, maka tindakan pencegahan bisa dilakukan sedini mungkin. Ada beberapa cara yang diajukan sebagai solusi. Pengeboman asteroid, menabrakan wahana antariksa ke asteroid, mendorong asteroid, menembak asteroid, dan menguapkan asteroid.  Semua itu bertujuan untuk menghancurkan atau sekedar mengubah jalur asteroid dari Bumi. 

Untuk saat ini yang sudah dan sedang dilakukan adalah mencari asteroid yang mendekati Bumi dan pemantauan asteroid. Pekerjaan ini bukan hanya dilakukan oleh para astronom tapi juga astronom amatir atau orang-orang yang punya ketertarikan dengan astronomi. Kamu pun bisa melakukannya! 

Untuk membangun kepedulian pada ancaman batuan angkasa ini, PBB mencanangkan tanggal 30 Juni sebagai Hari Asteroid.


Artikel ini merupakan kerjasama detikEdu dengan langitselatan dan telah diterbitkan di portal detikEdu.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini