fbpx
langitselatan
Beranda » Cerita Cincin di Tata Surya

Cerita Cincin di Tata Surya

Cincin bukanlah bentuk yang asing di Tata Surya. Kita bisa menemukan cincin pada objek-objek di Tata Surya.

Cincin di Tata Surya. Kredit: NASA/ESA

Ketika Matahari baru terbentuk, sudah ada cincin gas dan debu yang melingkarinya. Dari materi di dalam cincin inilah planet dan objek lain di Tata Surya terbentuk. 

Bukan itu saja. Di antara planet-planet yang terbentuk di Tata Surya, ada yang dikelilingi cincin batuan, debu, dan es, dengan ukuran beragam dari yang berukuran mikro sampai jutaan kilometer!

Yang menarik, planet bercincin ini planet-planet raksasa. Namun cincin bukan monopoli planet raksasa. Para astronom juga menemukan cincin pada planet katai dan asteroid. Penasaran benda apa saja yang punya cincin di Tata Surya? Ada enam objek bercincin yang sudah ditemukan yakni:

Saturnus

Cincin Saturnus memang sangat terkenal. Kita bahkan bisa melihatnya dengan teleskop kecil.  Yang pertama kali menemukan Cincin Saturnus adalah Galileo pada tahun 1610. Akan tetapi, Galileo tidak mengenalinya sebagai cincin dan menyebut Saturnus sebagai planet kembar tiga, yang hampir bersinggungan. Baru pada tahun 1965, Christian Huygens membuktikannya sebagai cincin yang mengelilingi Saturnus. 

Foto pertama cincin Saturnus baru diperoleh saat misi Pioneer 11 mengunjungi Saturnus pada tahun 1979. Kunjungan Pioneer 11 membuktikan kalau cincin ini terbentuk dari partikel-partikel kecil berupa air es. Setelah itu ada misi Voyager 1 dan 2 serta Galileo dan tentunya Cassini yang mengunjungi Saturnus. 

Dari hasil pengamatan itulah kita mengetahui kalau cincin Saturnus memiliki beberapa cincin besar yang tersusun dari miliaran bongkahan es dan batu berbagai ukuran, mulai dari bulir-bulir sebesar debu hingga partikel sebesar gunung.

Cincin Saturnus merentang sejauh 282 ribu km dari planet dan memiliki tujuh cincin utama yang dipisahkan oleh celah-celah kosong. Materi di cincin berasal dari puing-puing komet, asteroid atau bahkan satelit yang hancur oleh gravitasi sebelum mencapai Saturnus. Serpihan atau pecahan benda-benda tersebut kemudian terperangkap sebagai cincin. 

Uranus

Cincin kedua yang ditemukan di Tata Surya adalah cincin Uranus. Bukan dari misi yang dikirim tapi dari pengamatan okultasi bintang SAO 158687 pada tanggal 10 Maret 1977. Pengamatan yang dilakukan oleh James L. Elliot, Edward W. Dunham, dan Jessica Mink, memperlihatkan kehadiran 9 cincin tipis dan buram di planet Uranus yang menggelinding saat mengelilingi Matahari. 

Foto-foto cincin Uranus baru diperoleh tahun 1986, saat Voyager 2 mengunjungi Uranus dan memotret dari jarak dekat. Pada kunjungan ini, Voyager 2 menemukan dua cincin Uranus dan dua cincin lainnya ditemukan pada tahun 2003-2005 dalam foto-foto Teleskop Hubble. Dua cincin baru ini punya warna berbeda. Yang terluar berwarna biru sedang yang bagian dalam berwarna merah. 

Tiga belas cincin Uranus ini sangat gelap dan disusun oleh partikel es dan debu. Yang menarik, partikel cincin Uranus masih muda hanya 600 juta tahun. Dengan demikian bisa diduga kalau materi di cincin ini berasal dari serpihan dan pecahan akibat satelit yang saling bertabrakan. Partikel-partikel yang gelap itu diduga merupakan es yang teradiasi gelap, dengan campuran hidrokarbon kompleks melekat pada es saat terbentuk.

Jupiter

Cincin ketiga di Tata Surya ditemukan oleh Voyager 1 pada tahun 1979. Cincin ini disusun oleh partikel debu kecil yang gelap sehingga sulit untuk dilihat kecuali jika diterangi cahaya Matahari. Dan memang Voyager menemukan cincin Jupiter ketika wahana ini melihat kembali ke arah Jupiter yang diterangi Matahari. 

Cincin Jupiter terdiri dari tiga bagian yakni cincin tebal di bagian dalam yang dikenal sebagai cincin halo, kemudian cincin utama yang lebarnya 6500 km dengan partikel-partikel besar di dalamnya, serta sepasang cincin redup di area terluar yakni cincin gossamer yang diberi nama dari satelit yang menghasilkan materi untuk cincin ini. Cincin Amalthea dan Thebe. 

Cincin Jupiter lebih redup dan terbentuk dari materi yang gelap kemerah-merahan. Itu artinya, materi cincin merupakan batuan dan pecahan debu. Selain itu puing-puing tersebut berasal dari tabrakan batuan dan es yang menghantam satelit atau bulan kecil di Jupiter.

Neptunus

Cincin di Neptunus dideteksi untuk pertama kali pada tahun 1984 dalam pengamatan dengan teleskop landas Bumi. Akan tetapi, bukti keberadaan cincin ini baru ditemukan dan dipotret tahun 1989 saat Voyager 2 mengunjungi planet Neptunus. 

Neptunus memiliki lima cincin yakni Galle, LeVerrier, Lassell, Arago dan Adams dengan komposisi partikel-partikel yang sangat gelap, seperti yang ditemukan di Uranus. Tak cuma itu. Materi gelap ini diduga terbentuk dari radiasi senyawa organik. Selain itu, kandungan debu dalam cincin Neptunus cukup tinggi yakni antara 20-70%. 

Chariklo

Tahun 2014, cincin ditemukan pada benda yang lebih kecil dari planet raksasa. Cincin tersebut ditemukan pada sebuah planet minor bernama 10119 Chariklo lewat pengamatan okultasi. Chariklo merupakan kelompok benda kecil di Tata Surya ‘Centaur’, yang mengorbit Matahari di antara Saturnus dan Uranus.

Jadi saat Chariklo melintas di depan sebuah bintang, ada sesuatu yang menghalangi cahaya bintang. Ternyata ada dua cincin kecil di Chariklo dengan lebar 7 km dan 3 km. Tampaknya, cincin-cincin itu terbentuk dari tabrakan dengan objek lain dan lontaran puing-puing tabrakan itu kemudian ditangkap ulang oleh gravitasi planet.

Haumea

Cincin juga ditemukan pada planet katai Haumea pada tahun 2017 lewat pengamatan okultasi saat Haumea melintasi bintang URAT1 533-182543. Cincin di Haumea ini radiusnya 2.287 km dan lebar ~70 km. 

Selain ke-6 objek tersebut, masih ada asteroid centaur Chiron yang diduga memiliki sepasang cincin seperti Charikhlo. Cincin pada Chiron ditemukan lewat pengamatan okultasi. Selain itu, 70 juta tahun lagi Mars akan punya cincin ketika Phobos, salah satu satelitnya, berada terlalu dekat dengan Mars dan akhirnya hancur oleh gravitasi planet. Puing-puing Phobos inilah yang akan membentuk cincin di sekeliling Mars. 


Artikel ini merupakan kerjasama detikEdu dengan langitselatan dan telah diterbitkan di portal detikEdu.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Manager 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute.

1 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini