Pemenang ke-1 Lomba Esai Artikel Astronomi Populer (LEAP) LS
Penulis: Ninuk Purwanti (Jakarta Selatan, DKI. Jakarta)
Galaksi tempat kita berada, galaksi Bima Sakti, dihuni sekitar 200 miliar bintang. Sementara itu, di alam semesta diperkirakan ada kurang lebih dua triliun galaksi! Jika bintang dan galaksi yang ada di alam semesta sebanyak itu, dan hukum kimia dan fisika berlaku universal, tidak mungkinkah ada planet-planet atau sistem keplanetan seperti di tata surya kita? Jika ada, apakah planet-planet itu memiliki kehidupan seperti yang ada di Bumi kita? Apakah kita sendirian di tengah-tengah keluasan alam semesta ini? Pertanyaan-pertanyaan itu merupakan pertanyaan tertua sepanjang sejarah keberadaan umat manusia. Pertanyaan besar yang sangat menantang untuk dicari jawabannya.
Untuk pertanyaan pertama sudah didapatkan jawabannya dengan penemuan planet-planet di luar tata surya, yang disebut planet ekstrasolar atau eksoplanet. Per 17 April 2019 saja sudah ditemukan 3.940 planet ekstrasolar. Sebanyak 1.671 diantaranya merupakan planet-planet mirip planet Neptunus, 1.222 planet merupakan planet-planet gas raksasa, 879 planet merupakan planet-planet Bumi super, 156 planet merupakan planet terestrial, dan 12 lainnya belum diketahui karakteristiknya.
Planet-planet ekstrasolar yang ditemukan tersebut baru di galaksi kita dan bahkan baru di bintang-bintang di “dekat-dekat” matahari. Namun, penemuan planet-planet ekstrasolar itu membuktikan bahwa pembentukan planet-planet di alam semesta bukanlah sebuah peristiwa langka. Penemuan itu, terutama penemuan planet-planet ekstrasolar bertipe Bumi super dan terestrial, juga semakin meningkatkan kemungkinan untuk menemukan kehidupan di luar Bumi. Karena jika planet-planet, atau satelit-satelitnya jika ada, untuk tempat berkembangnya suatu bentuk kehidupan sudah tersedia, tentunya tidaklah mustahil kehidupan dapat terbentuk di planet-planet ekstrasolar itu.
Namun sebelum mencari suatu bentuk kehidupan, ada baiknya kita definisikan dulu apa makhluk hidup itu. Belum ada definisi pasti mengenai apa yang dimaksud dengan kehidupan atau makhluk hidup itu. Namun, dengan mengacu pada kehidupan yang ada di Bumi—karena sejauh yang kita ketahui sampai saat ini, Bumi adalah satu-satunya planet yang memiliki kehidupan—setidaknya ada tujuh ciri yang ada pada makhluk hidup. Tujuh ciri itu adalah dapat mempertahankan konsentrasi zat dalam tubuh (homeostatis); memiliki struktur yang jenjangnya berurutan, yaitu mulai dari sel, jaringan, organ, sistem organ, dan organisme; memiliki metabolisme, yaitu kemampuan untuk mengubah energi menjadi bahan-bahan yang berguna dengan membentuk (anabolisme) atau menguraikan (katabolisme) bahan-bahan organik; peka terhadap rangsang (iritabilitas); mampu beradaptasi; mampu berkembang biak atau menghasilkan keturunan; mengalami proses pertumbuhan.
Kehidupan di Bumi tersusun setidaknya dari empat elemen dasar, hidrogen, oksigen, karbon, dan nitrogen, juga dua unsur lain dalam jumlah yang lebih sedikit, yaitu sulfur dan fosfor. Keenamnya ditemukan dalam berbagai bentuk molekul yang memerlukan air sebagai pelarut dan sebagai tempat terjadinya reaksi kimia. Air juga merupakan komponen utama dalam jaringan-jaringan hidup, menyusun 70% massanya. Sesungguhnya, semua bentuk kehidupan yang diketahui saat ini penyusun dasarnya adalah karbon dan air, mengandalkan kemampuan karbon untuk berikatan sesama karbon dan unsur-unsur lainnya untuk membentuk berbagai macam senyawa organik dengan fungsi-fungsi tertentu yang nantinya akan menjadi penyusun dasar kehidupan.
Perlu diperhatikan juga adalah bentuk-bentuk kehidupan di Bumi yang terentang, mulai dari kehidupan berbentuk mikrob ekstremofil (organisme-organisme berukuran sangat kecil yang dapat hidup dalam lingkungan ekstrim, misal pada suhu -2oC yang sangat dingin atau pada suhu di atas 100oC), bakteri, virus, jamur, alga, tumbuhan, hewan, sampai yang memiliki akal sehingga dapat membuat teknologi dan peradaban, yaitu manusia. Jadi perlu kiranya kita mengetahui bentuk kehidupan apa yang ingin kita cari, apakah kita ingin menemukan mahluk-makhluk cerdas dengan peradaban maju atau juga memasukkan organisme-organisme bersel tunggal ke dalam pencarian kita.
Tantangannya berikutnya adalah bagaimana kita dapat mengetahui bahwa di suatu planet ekstrasolar terdapat kehidupan. Sampai saat ini kita belum dapat mengunjungi planet-planet itu untuk mengambil sampel dari permukaan planet itu untuk kemudian melakukan penelitian di laboratorium. Tanda-tanda apa dan cara apa yang dapat dilakukan untuk menemukan tanda-tanda adanya kehidupan itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang perlu dipecahkan.
Saat ini. salah satu cara yang dikembangkan para ilmuwan dalam mencari kehidupan di luar bumi adalah dengan mendeteksi keberadaan biosignature di sebuah planet. Biosignature adalah unsur senyawa kimia, isotop, atau molekul yang menandakan atau memberi kesan akan adanya proses biologi yang berasal dari kehidupan di masa lampau atau di masa kini. Termasuk ke dalam biosignature, misalnya oksigen, metana, asam amino, protein, dan mikrofosil. Biosignature disebut juga fosil kimia atau fosil molekular. Biosignature dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu gaseous biosignature (biosignature berbentuk gas), surface biosignature (biosignature yang berasal dari permukaan planet), dan temporal biosignature (biosignature temporal). Surface dan temporal biosignature dapat melengkapi bahkan memberikan informasi-informasi yang tidak didapatkan dari pengamatan gaseous biosignature.
Biosignature yang berupa gas-gas dicari melalui pengamatan atmosfer suatu planet. Gas-gas yang menjadi biosignature merupakan gas-gas yang kemungkinan dihasilkan makhluk hidup dalam proses metabolismenya atau dari proses lanjutan gas-gas hasil metabolisme itu oleh lingkungan yang menghasilkan senyawa sekunder. Contoh gas-gas yang dapat dijadikan biosignature, antara lain oksigen (O2), ozon (O3), metana (CH4), uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), metil klorida (CH3Cl), hidrogen sulfida (H2S), juga sulfur dioksida (SO2). Sebagai contoh gas-gas itu dihasilkan makhluk hidup, misalnya CH4, O2, dan O3. CH4 dapat dihasilkan oleh organisme mikrob yang disebut metanogen. Gas oksigen (O2) di atmosfer Bumi didapatkan secara langsung dari proses metabolisme, yaitu fotosintesis pada tumbuhan melalui proses:
CO2 + 2H2O ? CH2O + O2(g)
Gas oksigen itu dilepaskan ke atmoser. Di lapisan stratosfer, sinar ultra violet yang dipancarkan matahari menguraikan gas oksigen menjadi dua atom oksigen. Proses itu disebut proses fotolisis Atom-atom oksigen tadi akan bergabung dengan molekul gas oksigen lain membentuk O3. Jadi, O3 merupakan hasil tidak langsung dari proses metabolisme makhluk hidup.
O2 + uv ? O + O
O + O2 ? O3
Untuk uap air dan karbon dioksida, keduanya sebenarnya bukanlah biosignature, namun lebih sebagai penanda layak huni tidaknya sebuah planet. Selama ini planet layak huni didefinisikan sebagai planet yang dapat memepertahankan air dalam keadaan cair, yaitu yang memiliki suhu pada rentang 0oC sampai 100oC. Keberadaan uap air di atmosfer sebuah planet dapat menjadi indikasi adanya air berbentuk cair di permukaan planet, yang merupakan faktor penting untuk terbentuknya suatu organisme selain keberadaan unsur karbon. Jadi, penting untuk mendeteksi keberadaan kedua gas itu di atmosfer dalam pencarian suatu bentuk kehidupan.
Kelompok biosignature lainnya adalah biosignature yang berasal dari makhluk hidup yang berada di permukaan planet, disebut surface biosignature. Tanda-tanda adanya kehidupan ini berasal dari organisme melalui penyerapan, pemantulan, penghamburan sinar oleh pigmen-pigmen suatu organisme hidup. Surface biosignature melibatkan klorofil, molekul yang ditemukan di tumbuhan hijau. Jika permukaan planet yang diselimuti tumbuhan hijau cukup banyak, keberadaannya dapat diketahui dari sinar bintang yang mencapai permukaan planet itu dan dipantulkan kembali.
Kelompok biosignature ketiga adalah temporal biosignature. Biosignature ini berupa perubahan-perubahan di suatu planet pada kuantitas-kuantitas yang dapat dihitung, seperti konsentrasi gas dan albedo planet, yang menunjukkan adanya aktivitas biologi. Perubahan terjadi pada waktu-waktu tertentu, misalnya terjadi di siang hari atau terjadi musiman. Contoh dari biosignature ini, misalnya di Bumi terjadi perubahan kandungan CO2 dan O2. Di belahan Bumi utara dan selatan kandungan CO2 di atmosfer akan menurun di musim semi dan musim panas dan meningkat di musim gugur dan musim dingin. Itu berkaitan dengan populasi tumbuhan yang lebih banyak di musim panas dan semi sehingga jumlah CO2 yang dihirup tumbuhan untuk melakukan proses fotosintesis akan lebih banyak sehingga menurunkan kadar CO2 di atmosfer. Kebalikannya terjadi di musim dingin dan gugur di masa-masa tumbuhan berguguran dan tidak aktif, sehingga konsumsi CO2 berkurang sehingga kandungannya di atmosfer menjadi lebih banyak. Hal yang sama juga terjadi pada O2 yang keberadaannya juga terkait dengan proses fotosintesis dan respirasi yang menggunakan dan melepaskan CO2 (CO2 + H2O ? CH2O + O2).
Di antara tiga kelompok biosignature, temporal biosignature ini belum cukup dalam dipelajari karena cukup banyak variabel-variabel penting yang harus diperhitungkan, seperti kemiringan sumbu rotasi planet, ekentrisitas dari orbit planet, dan keheterogenan permukaan planet yang sekiranya dapat memengaruhi proses kehidupan di planet itu.
Setelah menentukan tanda-tanda apa saja yang mungkin menjadi bukti akan kemungkinan adanya bentuk kehidupan di suatu planet ekstrasolar, sekarang bagaimana cara menemukan biosignature–biosignature tersebut. Kita belum bisa mendatangi planet-planet ekstrasolar. Sumber informasi yang kita dapatkan hanyalah berupa sebuah titik cahaya yang dipantulkan planet yang berada nun jauh di sana. Cahaya yang dipantulkan oleh planet itulah yang harus dapat dimanfaatkan oleh para astronom untuk mengetahui keadaan sebuah planet ekstrasolar.
Dalam mencari biosignature, cara yang digunakan para astronom adalah dengan menguraikan cahaya bintag yang dipantulkan planet ekstrasolar. Uraian cahaya itu disebut spektrum. Pembentukan spektrum oleh materi tertuang dalam tiga hukum Kirchoff. Hukum pertama Kirchoff menyatakan jika suatu benda cair atau gas yang bertekanan tinggi dipijarkan, maka benda itu akan memancarkan energi dengan spektrum pada semua panjang gelombang. spektrum itu disebut spektrum kontinu. Hukum kedua menyatakan gas yang bertekanan rendah jika dipijarkan akan memancarkan energi pada warna atau panjang gelombang tertentu, menghasilkan spektrum berupa garis-garis terang yang disebut garis emisi. Letak garis itu, atau dengan kata lain panjang gelombangnya, adalah ciri khas gas yang memancarkannya. Unsur yang berbeda memancarkan kumpulan garis yang berbeda. Hukum ketiga Kirchoff menyatakan jika seberkas cahaya putih dengan spektrum kontinu dilewatkan melalui gas yang dingin dan renggang (bertekanan rendah), gas akan menyerap cahaya tadi pada warna atau panjang gelombang tertentu. Spektrum yang diperoleh adalah spektrum kontinu yang berasal dari cahaya putih tadi dengan diselang-seling garis gelap yang disebut garis absorpsi (garis serapan). Letak garis absorpsi itu sama dengan letak garis emisi yang dipancarkan gas dingin yang dipijarkan. Jadi dengan menentukan panjang gelombang garis absorpsi dan garis emisi kita dapat menentukan komposisi kimia suatu benda langit.
Contohnya adalah pada penguraian cahaya matahari. Cahaya matahari saat diuraikan akan menjadi beberapa warna. Jika dilihat spektrumnya, maka ada beberapa bagian kecil dari segmen-segmen warna itu yang hilang. Bagian-bagian yang hilang itu disebabkan oleh absorpsi dari gas-gas yang berada di atmosfer Bumi.
Penguraian cahaya itu disebut dengan spektroskopi. Alat yang digunakan untuk menguraikan cahaya bintang dan benda-benda langit lainnya adalah spektrograf. Menggunakan hukum-hukum dasar spektroskopi dan dengan memerhatikan bagian spektrum-spektrum yang hilang—setiap unsur memancarkan energi yang berbeda-beda sehingga memiliki spektrum yang khas—kita bisa mengetahui kandungan atmosfer sebuah planet. Spektrum benda langit dapat dikatakan sebagai sidik jari dari benda langit.
Untuk mencari keberadaan gas-gas biosignature pada planet ekstrasolar, kita dapat mengambil spektrumnya dan melihat apakah spektrum itu memiliki garis-garis absorpsi pada panjang gelombang seperti yang ada di tabel di bawah ini. Jika iya, berarti di atmosfer planet ekstrasolar itu terdapat gas-gas yang kemungkinan hasil dari metabolisme makhluk hidup.
Hal yang sama juga dapat dilakukan untuk mencarai surface biosignature yang melibatkan peristiwa fotosintesis dan pigmen tumbuhan. Di Bumi, proses fotosintesis menggunakan cahaya matahari (bintang) dan sinar yang diserap klorofil organisme yang ada di Bumi seperti tumbuh-tumbuhan, alga, atau cyanobacteria. Klorofil mengandung pigmen dengan yang paling umum di Bumi untuk tumbuhan darat adalah klorofil a (chl a) dan klorofil b (chl b). Untuk alga dan cyanobacteria memiliki klorofil tambahan yaitu korofil c, d, dan f. Beberapa bakteri yang melakukan fotosintesis tanpa melibatkan H2O dan tidak menghasilkan O2, disebut anoksigenik fotosintesis, memiliki pigmen yang disebut bacteriochlorophylls. (Bchls). Masing-masing pigmen menyerap cahaya pada panjang gelombang yang berbeda-beda. Puncak absorpsi chl a pada panjang gelombang 430 and 662 nm, sementara chl b pada 453 and 642 nm.
Namun, terdeteksinya keberadaan biosignature di sebuah planet barulah awal dari menemukan bukti akan adanya kehidupan. Karena beberapa biosignature dapat dihasilkan melalui proses abiotik. Contohnya adalah peristiwa letusan gunung berapi yang menghasilkan metana, sulfur dioksida, karbon dioksida, dan juga metil klorida. Metana juga dapat dihasilkan dari letusan gunung berapi dan juga dari reaksi kimia dalam suhu rendah (< 100oC) yang melibatkan batu-batuan, air, dan berbagai gas.
Untuk memastikan bahwa biosignature yang terdeteksi dihasilkan dari makhluk hidup, perlu diteliti pula komposisi atmosfer serta keadaan permukaan planet itu. Ini akan memerlukan gabungan pengamatan melalui teleskop dari Bumi maupun teleskop-teleskop luar angkasa. Salah satu teleskop yang diharapkan dalam pendeteksian biosignature ini adalah Teleskop Luar Angkasa James Webb yang sedianya akan diluncurkan pada tahun 2021 nanti. teleskop ini diharapkan dapat mengumpulkan informasi yang lebih banyak lagi tentang atmosfer planet-planet ekstrasolar.
Sebagai tambahan, dalam pencarian bentuk kehidupan ini yang dijadikan acuan adalah bentuk kehidupan yang ada di Bumi. Perlu juga dipertimbangkan akan kondisi bintang, planet, atau bentuk-bentuk kehidupan lain yang berbeda dengan yang ada di Bumi yang mungkin terbentuk. Misalnya, meskipun air sangat berperan dalam pembentukaan kehidupan dan bagi keberlangsungan hidup di Bumi, mungkin saja ada bentuk kehidupan lain yang tidak bergantung pada keberadaan air. Sehingga biosignature yang digunakan dalam mencari bentuk-bentuk kehidupan perlu diperluas lagi.
[divider_line]Daftar pustaka:
Schwieterman, Edward W. et al. 2018. Exoplanet Biosignatures: A Review of Remotely Detectable Signs of Life. Astrobiology: Volume 18 Number 6, 663—707.
Etiope, Guiseppe dan Barbara S. Lollar. 26 Juni 2013. Abiotic Methane On Earth. Geophysics, 276—299.
Gilmour, Iain dan Mark A. Sephton (eds.). 2004. Introduction to Astrobiology. United Kingdom: Cambridge University Press.
Lemonick, Michael D. 2014. “Berburu Kehidupan di Luar Bumi”. National Geographic, Juli 2014.
Sutantyo, Winardi. 2010. Pengantar Astrofisika: Bintang-Bintang di Alam Semesta. Bandung: Penerbit ITB.
https://arxiv.org/ftp/arxiv/papers/1803/1803.05065.pdf
https://en.wikipedia.org/wiki/Biosignature
https://exoplanets.nasa.gov/
https://id.wikipedia.org/wiki/Letusan_gunung
https://jwst.nasa.gov
https://phys.org/news/2018-06-scientists-strategies-life-earth.html
https://phys.org/news/2018-06-life-space.html#nRlv
http://seagerexoplanets.mit.edu/ProfSeagerEbook.pdf
https://www.merriam-webster.com/dictionary/biosignature
https://www.sfu.ca/colloquium/PDC_Top/OoL/whatislife.html
http://www.thestargarden.co.uk/Life-on-other-planets.html
https://www.encyclopedia.com
www.yohanessurya.com
Tulis Komentar