fbpx
langitselatan
Beranda » Hujan Meteor Leonid 2010

Hujan Meteor Leonid 2010

Di pertengahan bulan November 2010, bersamaan dengan Hari Raya Idul Adha, para pengamat langit akan disuguhkan peristiwa menarik untuk dilihat yakni hujan meteor Leonid yang akan tampak dari rasi Leo.

Hujan meteor leonid akan berlangsung mulai tanggal 10 November – 21 November 2010 dan akan mencapai puncaknya pada tanggal 17 – 18 November 2010 jam 15.00 UT atau 22.00 wib. Hujan meteor Leonid memang tergolong hujan meteor yang cukup besar dan bisa dinikmati pengamat langit di belahan bumi utara dan selatan setiap tahunnya setelah lewat tengah malam sampai jelang dini hari. Namun di tahun 2010 ini diperkirakan hujan meteor Leonid hanya memiliki laju 20 meteor / jam. Pada malam puncak hujan meteor leonid, Bulan sedang berada dalam fasa waxing gibbous dan baru akan terbenam jelang pukul 3 dini hari.

Dikenal dengan nama Leonid, hujan meteor ini tampak muncul dari rasi Leo yang terbit di timur. Hujan meteor ini akan tampak saat Bumi melintasi puing-puing debu komet 55P/Tempel-Tuttle.

Rasi Leo yang tampak di timur saat dini hari. Kredit : StarWalk
Hujan meteor Leonid yang radiannya berasal dari rasi Leo. Kredit: StarWalk

Asal Usul
Menelusuri kembali ke tahun 1833, pada tanggal 12 – 13 November, maka saat itu adalah saat dimana hujan meteor Leonid ditemukan sekaligus juga penanda kelahira meteor dalam astronomi. Saat itu, kala senja, beberapa astronom melihat sejumlah meteor di langit dan saat menjelang fajar jumlah meteor yang tampak pun semakin banyak.

Reaksi di masa itu jelas tidak seperti saat ini. Masyarakat pada masa itu justru histeris dan panik karena hujan meteor dikaitkan dengan hari penghakiman akhir, sementara bagi para ilmuwan kehadiran ribuan meteor yang tampak muncul dari rasi Leo ini justru menjadi pengalaman luar biasa.

Penjelasan saat itu penuh dengan berbagai teori yang kemudian berkembang menjadi spekulasi. Di antaranya adalah Matahari menyebabkan terlepasnya gas dari tumbuhan yang baru saja mati beku. Diyakini juga kalau gas yang melimpah itu merupakan hidrogen yang kemudian mengalami pembakaran oleh listrik dan partikel fosfor di udara. Diduga juga kencangnya angin selatan membawa sesuatu yang mengelektrifikasikan udara, yang ketika di waktu fajar yang dingin kemudian menyebabkan terjadinya pelepasan kilatan api yang mengarah ke Bumi.

Hanya D. Olmsted yang memberikan penjelasan yang hampir benar, yakni penampakan meteor dai rasi Leo dan meteor-meteor tersebut beasal dari awan partikel di angkasa, tanpa pernah ada penjelasan awan yang dimaksut itu dari mana.

Di tahun 1867, E.W.L Tempel (Marseilles, France) menemukan komet sirkular dengan kecerlangan 6 magnitudo di dekat rasi Beruang Besar. Sementara pengamatan H. Tuttle (Harvard College Observatory, Massachusetts, USA) pada bulan Januari 1866 juga mengarah pada komet yang sama, sehingga akhirnya komet tersebut dinamai Tempel-Tuttle. Di tahun 1867, T von Oppolzer menghitung periode komet tersebut adalah 33,17 tahun. Dan dari hasil observasi di tahun 1866 pada hujan meteor Leonid, U. J. J. Le Verrier, Dr. C. F. W. Peters, G. V. Schiaparelli, dan von Oppolzer secara terpisah menyimpulkan kalau ada kemiripan antara orbit komet Tempel-Tuttle dan hujan meteor Leonid.

Baca juga:  Kiprah Indonesia di IOAA ke-9

Di tahun 1981, D. K. Yeomans (Jet Propulsion Laboratory, California, USA) mempelajari hubungan komet Tempel – Tuttle dengan hujan meteor Leonid. Ia memetakan distribusi debu disekitar komet tersebut dan mencocokannya dengan data hujan meteor Leonid dari tahun 902 – 1969. Di tahun 1999, David Asher dan Robert McNaught mempublikasikan makalah untuk memprediksikan badai meteor Leonid yang ternyata sesuai dengan kembalinya komet Tempel-Tuttle untuk mendekati Matahari.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

17 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini