fbpx
langitselatan
Beranda » Saturnus, si Raja Segala Cincin di Tata Surya

Saturnus, si Raja Segala Cincin di Tata Surya

Saturnus. Planet ini terkenal karena cincinnya dan memperoleh julukan The Lord of the Rings atau Raja Segala Cincin. Tapi jika ada samudera sebesar Tata Surya, maka planet ini bisa mengambang di air. 

Saturnus. Kredit: NASA
Saturnus. Kredit: NASA

Di Tata Surya, planet Saturnus merupakan planet terbesar kedua setelah Jupiter.  Dan untuk kita di Bumi, Saturnus merupakan salah satu planet visual atau planet yang bisa kita amati dengan mata telanjang. Akan tetapi, untuk bisa melihat cincinnya, kita harus menggunakan teleskop.  Dan tentu saja cincin Saturnus baru tampak ketika instrumen pengamatan sudah lebih baik. 

Pengamatan Saturnus

Jauh sebelum teleskop ditemukan di Belanda, para pengamat Yunani kuno sudah mengenali Saturnus sebagai salah satu bintang pengembara di langit, bersama Bulan, Matahari, Merkurius, Venus, Mars, dan Jupiter

Nama Saturnus berasal dari nama dewa pertanian bangsa Romawi yang mengajari rakyatnya bercocok tanam. Selain itu, Saturnus juga dewa waktu dan kekayaan yang merupakan ayah dari Jupiter, Neptunus, Pluto, Juno, Ceres, dan Vesta. 

Sketsa Saturnus yang dilihat Galileo dengan teleskopnya.

Pada tahun 1610, Galileo Galilei mengamati Saturnus dengan teleskop dan menemukan keanehan pada planet ini. Teleskop Galileo yang masih sangat sederhana tidak mampu memperlihatkan Saturnus dalam resolusi tinggi. Karena itu, dengan keterbatasan yang ada, Saturnus tampak seperti punya pegangan pada dua sisinya atau telinga di dua sisi Saturnus. 

Menurut Galileo, telinga Saturnus itu merupakan dua buah bulan dan planet ini merupakan bagian dari sistem tiga benda.

Tapi, Galileo juga menemukan kejanggalan dalam pengamatannya. 

Dalam pengamatan yang ia lakukan dua tahun kemudian, Galileo menemukan perubahan pada kedua bulan Saturnus. Kedua bulan itu menghilang dan baru tampak lagi pada tahun 1616.

Dua bulan Saturnus yang dilihat Galileo ternyata bukan bulan. Pada tahun 1655, astronom Belanda, Christian Huygens membangun teleskop dengan kualitas yang lebih baik dengan mereduksi aberasi kromatis pada lensa.

Tahun 1656, Christian Huygens mengamati Saturnus dengan teleskop yang ia bangun dan tampak kalau pegangan Saturnus perlahan-lahan mengecil dan akhirnya menghilang. Dari pengamatan ini Huygens menyimpulkan kalau perubahan yang terjadi pada pegangan Saturnus itu karena keberadaan cincin tipis di planet ini yang tampak dari sudut yang berbeda.

Tiga tahun kemudian, Huygens menerbitkan buku Systema Saturnium tentang Saturnus yang diketahui pada masa itu. Baru dua abad kemudian para astronom menyadari kalau cincin Saturnus bukan satu objek pipih padat melainkan partikel besar dan kecil yang tak terhitung banyaknya yang mengitari Saturnus.

Tentang Saturnus

Saturnus dipotret dari Lampung. Fotografer: Jefferson Teng
Saturnus dipotret dari Lampung. Fotografer: Jefferson Teng

Di Tata Surya, Saturnus merupakan planet ke-6 dari Matahari dan planet terbesar kedua setelah Jupiter. Planet ini juga dikenal sebagai planet cincin meskipun semua planet raksasa di Tata Surya memiliki cincin. 

Mirip seperti Jupiter, Saturnus juga merupakan planet gas raksasa yang pusatnya merupakan inti batuan yang diselubungi gas. Planet ini memiliki medan magnet yang kuat dan badai besar di lapisan atmosfer teratasnya.

Saturnus terbentuk setelah Jupiter sekitar 4,5 miliar tahun lalu saat Tata Surya baru terbentuk. Mirip Jupiter, Saturnus juga terbentuk dari sisa materi pembentuk Matahari yang ada di piringan protoplanet. Pada awalnya, unsur berat pada piringan protoplanet bergabung membentuk inti planet yang padat.  Setelah inti planet terbentuk, unsur lebih ringan seperti hidrogen kemudian ditarik oleh gravitasi inti planet yang kuat untuk bergabung. Akan tetapi, ada teori lain yang mengindikasikan kalau planet gas raksasa ini terbentuk di dekat Matahari dan kemudian bermigrasi sekitar 4 miliar tahun lalu ke lokasinya saat ini. 

Saturnus berada pada jarak  9,58 SA atau 1.4 miliar km dari Matahari dengan diameter 120.536 km. Setidaknya planet ini bisa memuat 746 Bumi. Massa Saturnus juga sangat masif yakni 568,3 triliun triliun atau 5,683 × 1026 kg atau 568.300.000.000.000.000.000.000.000. Setara dengan 95 kali massa Bumi.

Meskipun masif, Saturnus bukan planet yang padat seperti Bumi karena disusun oleh gas. Bahkan air pun lebih padat dari Saturnus. Dengan kepadatan hanya 0,7 gr/cm3, jika ada samudera luas maka Saturnus bisa mengambang di air. Kerapatan yang rendah, ukuran yang sangat besar dan juga masif, gravitasi di planet ini hanya 1,08 kali gravitasi Bumi yakni 10,44 m/det2.

Berada jauh dari Matahari, Saturnus butuh waktu cukup lama untuk mengitari Matahari. Planet ini butuh 29,4 tahun untuk menyelesaikan satu periodenya dengan kecepatan 34.821 km/jam. Artinya satu tahun di Saturnus itu sama dengan hampir 30 tahun Bumi. Tapi, satu hari di Saturnus lebih cepat dibanding Bumi karena planet ini hanya butuh 10,7 jam untuk menyelesaikan satu kali rotasinya. Selain satu hari yang pendek, Saturnus merupakan planet dengan angin kencang dan dingin. Kecepatan anginnya 1800 km/jam dan temperatur rata-rata -178 °C.

Satelit

Sebelum Christian Huygens menemukan bahwa dua bulan Saturnus merupakan cincin, ia terlebih dahulu menemukan Titan, satelit Saturnus, pada tahun 1655. Titan merupakan satelit terbesar di Saturnus sekaligus satelit yang punya kemiripan dengan Bumi purba meskipun temperaturnya lebih rendah. Beberapa tahun kemudian, Jean-Dominique Cassini menemukan empat satelit di Saturnus yakni: Iapetus (1671), Rhea (1672), Dione (1684), dan Tethys (1684). Satelit berikutnya yang ditemukan adalah Mimas dan Enceladus yang ditemukan William Herschel pada tahun 1789. Dan pada tahun 1848,  W. C. Bond, G. P. Bond dan William Lassell menemukan Hyperion. 

Penggunaan plat fotografi dalam pengamatan juga menghasilkan penemuan Phoebe pada tahun 1899 oleh W.H. Pickering. Tahun 1966, W.H. Pickering menemukan 10 satelit dan 3 satelit lagi pada tahun 1980. Selain pengamatan dari Bumi, wahana antariksa seperti Voyager dan Cassini juga ikut berkontribusi dalam penemuan satelit Saturnus. 

Sampai saat ini, satelit di Saturnus masih terus ditemukan lewat pengamatan teleskop di Bumi maupun landas angkasa atau dengan teleskop antariksa. Perkembangan teknologi semakin memungkinkan kita untuk menemukan lebih banyak lagi satelit-satelit kecil di Saturnus. Tercatat ada 146 satelit dengan 63 di antaranya sudah memiliki nama resmi. Diperkirakan masih ada lusinan sampai ratusan satelit kecil dengan diameter 40-500 meter di cincin Saturnus. Objek satelit kecil ini tidak masuk dalam kategori sebagai satelit. 

Di antara semua satelit yang sudah ditemukan, Enceladus diduga memiliki air dibawah permukaan. 

Cincin

Cincin Saturnus dalam pandangan Cassini. Kredit: NASA/JPL
Cincin Saturnus dalam pandangan Cassini. Kredit: NASA/JPL

Seiring dengan perkembangan teknologi, cincin Saturnus bisa dipelajari dengan baik. Foto pertama cincin Saturnus diperoleh ketika Pioneer 11 mengunjungi Saturnus pada tahun 1979. Kunjungan Pioneer 11 membuktikan kalau cincin ini terbentuk dari partikel-partikel kecil berupa air es. Setelah itu ada misi Voyager 1 dan 2 serta Galileo dan tentunya Cassini yang mengunjungi Saturnus. 

Dari hasil pengamatan itulah kita mengetahui kalau cincin Saturnus memiliki beberapa cincin besar yang tersusun dari miliaran bongkahan es dan batu berbagai ukuran, mulai dari bulir-bulir sebesar debu hingga partikel sebesar gunung. 

Cincin Saturnus diduga terbentuk dari puing-puing komet, asteroid, ataupun satelit yang hancur oleh gravitasi sebelum mencapai Saturnus atau tabrakan antar satelit. Berdasarkan penelitian terbaru, usia cincin Saturnus juga masih tergolong muda yakni beberapa ratus juta tahun. 

Cincin Saturnus merentang sejauh 282 ribu km dari planet dan memiliki tujuh cincin utama yang dipisahkan oleh celah-celah kosong dan diberi nama berdasarkan alfabet. 

Struktur & Atmosfer

Badai di Saturnus. Kredit: NASA/JPL-Caltech/SSI
Badai di Saturnus. Kredit: NASA/JPL-Caltech/SSI

Saturnus merupakan planet gas yang didominasi hidrogen dan helium dengan inti padat yang lebih kecil dibanding Jupiter. Pusat atau inti padat Saturnus ini disusun oleh besi dan nikel yang dikelilingi materi batuan serta diselubungi hidrogen metalik cair dalam lapisan hidrogen cair. Temperatur di pusat Saturnus ini sangat panas dan bisa mencapai 8300º C, meskipun temperatur rerata Saturnus sangat dingin yakni -178 ºC. Selain itu, tekanan di pusat Saturnus juga sangat kuat sampai lebih dari 1000 kali tekanan di Bumi. Pada kondisi seperti ini gas akhirnya mengembun jadi cair. 

Itu artinya Saturnus bukan saja tak punya permukaan yang bisa dipijak tapi seandainya ada wahana antariksa yang memasuki Saturnus, maka wahana antariksa tersebut akan hancur, meleleh, bahkan menguap tanpa jejak. 

Kalau di permukaan Saturnus suhu dan tekanannya sedemikian ekstrim, maka semakin mengarah ke luar Saturnus, suhu dan tekanan justru makin turun. Selimut tebal Saturnus a.k.a atmosfer tebal yang melingkupi pusat batuannya disusun oleh 96% hidrogen dan 4% helium dan elemen lainnya seperti metana, amonia, nitrogen, dan oksigen. Jejak air juga ditemukan di atmosfer Saturnus dalam bentuk es. 

Cuaca di Saturnus juga bukan cuaca yang ramah. Angin kencang dengan kecepatan 500 meter per detik di ekuator planet menjadi makanan sehari-hari di planet cincin ini. Tak hanya itu, ada badai besar yang juga terjadi setiap 20 dan 30 tahun sekali dan dikenal sebagai Bintik Putih Raksasa. Bagaimana mekanisme badai ini terbentuk masih menjadi misteri. 

Aurora yang dipotret Cassini dan pusaran angin kencang berbentuk heksagonal di kutub utara Saturnus. Kredit: NASA/JPL/Universitas Arizona
Aurora yang dipotret Cassini dan pusaran angin kencang berbentuk heksagonal di kutub utara Saturnus. Kredit: NASA/JPL/Universitas Arizona

Perjalanan Voyager yang singgah di Saturnus pada awal tahun 1980-an memperlihatkan kehadiran formasi awan segi enam atau hexagon di dekat kutub utara. Lebih dari dua dekade kemudian, ketika Cassini menyambangi planet ini, ternyata badai tersebut masih ada dan ditenagai oleh aliran jet atau aliran udara yang bergerak berputar dengan kecepatan 100 meter tiap detik. Dengan lebar area cakupan 25.000 km, badai yang bertahan lama ini bisa memuat setidaknya dua Bumi di dalamnya. 

Aurora juga punya tirai cahaya di kutubnya. Akan tetapi, aurora di Saturnus hanya tampak dalam cahaya ultraungu. Aurora ini pertama kali dipelajari keberadaannya oleh misi Pioneer 11 pada tahun 1979 dan dilanjutkan oleh Voyager 1 dan 2 serta Cassini.

Di akhir perjalanannya, Cassini turun ke kutub Saturnus dan melihat aurora di planet cincin ini dengan detail yang luar biasa untuk dipelajari sebelum akhirnya wahana antariksa ini mencemplungkan diri ke atmosfer Saturnus dan hancur.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini