fbpx
langitselatan
Beranda » Kleopatra, Tulang Anjing di Sabuk Asteroid

Kleopatra, Tulang Anjing di Sabuk Asteroid

Para astronom berhasil memastikan bentuk 3D asteroid Kleopatra yang mirip tulang anjing beserta massa dan asal muasal dua satelitnya.

Perbandingan ukuran Asteroid Kleopatra dan  area utara Italia. Kredit: ESO/M. Kornmesser/Marchis et al.
Perbandingan ukuran Asteroid Kleopatra dan area utara Italia. Kredit: ESO/M. Kornmesser/Marchis et al.

216 Kleopatra

Kleopatra. Nama ini berasal dari Cleopatra VII Philopator, Ratu Kerajaan Ptolemaios di Mesir. Bahkan dua satelit yang mengelilingi asteroid ini juga diberi nama dari nama anak-anak Cleopatra yakni Alexander Hellios (Alexhelios) dan Cleopatra Selene (Cleoselene). 

Asteroid 216 Kleopatra ditemukan oleh Johann Palisa di Austrian Naval Pola Observatory, Pula, Kroasia. pada 10 April 1880. Kleopatra merupakan salah satu benda kecil yang mengorbit di Sabuk Asteroid antara Mars dan Jupiter pada jarak 2,1 – 3,5 AU dan mengelilingi Matahari. Asteroid ini membutuhkan waktu 4 tahun 8 bulan untuk mengitari Matahari. Dari materi penyusun, Kleopatra termasuk asteroid kelas M atau asteroid logam karena disusun oleh besi dan nikel.

Di akhir tahun 1970-an, kurva cahaya asteroid Kleopatra memperlihatkan bentuk lonjong dengan dua lobus. Dua puluh tahun kemudian pada akhir 1990-an, para astronom menemukan kalau bentuk Kleopatra mirip struktur tulang anjing dengan ukuran 217 x 94 x 81 km. Pada tahun 2008, saat oposisi dan Kleopatra berada pada jarak 1,23 AU dari Bumi, para astronom menemukan dua satelit yang mengelilingi asteroid. Kedua satelit itu adalah Alexhelios yang merupakan satelit luar yang mengorbit asteroid induknya dalam waktu 2,3 hari dan Cleoselene satelit dalam yang periode orbitnya 1,24 hari.

Yang menarik, citra satelit yang dipotret dengan Teleskop Keck II justru menjadi konfirmasi bentuk Kleopatra yang mirip tulang anjing. 

Bentuk Kleopatra

Asteroid Kleopatra dalam berbagai sudut yang dipotret dari 2017 dan 2019. Kredit: ESO/Vernazza, Marchis et al./MISTRAL algorithm (ONERA/CNRS)
Asteroid Kleopatra dalam berbagai sudut yang dipotret dari 2017 dan 2019. Kredit: ESO/Vernazza, Marchis et al./MISTRAL algorithm (ONERA/CNRS)

Seterang apapun Kleopatra, asteroid ini tetap merupakan objek redup bagi pengamat di Bumi. Butuh instrumen dengan resolusi tinggi untuk bisa memperoleh karakteristik fisik asteroid ini dengan akurat.

Pengamatan terbaru dilakukan dengan kamera SPHERE yang dipasang pada VLT 8 meter. Tujuannya untuk memotret Kleopatra saat berotasi sehingga pengamat bisa melihatnya dari berbagai sudut. Data ini kemudian digabung dengan data pengamatan sebelumnya untuk memperoleh bentuk asteroid. 

Hasilnya cukup menarik. Pemodelan tiga dimensi memperlihatkan Kleopatra yang panjangnya 270 km disusun oleh dua lobus yang dihubungkan leher panjang. Akibatnya, asteroid ini tampak seperti tulang anjing. 

Dua lobus yang menyusun Kleopatra memiliki ukuran hampir sama. Lobus besar berukuran 118 x 94 x 66 km, sedangkan lobus yang lebih kecil berukuran 126 x 79 x 61. Kedua lobus terhubung oleh leher sepanjang 25 km. Dalam pengamatan ini, para astronom juga berhasil mengetahui periode orbit kedua satelit dengan tingkat akurasi lebih tinggi. Alexhelios, membutuhkan waktu 2,75 hari untuk mengitari Kleopatra, sedangkan Cleoselene hanya butuh 1,8 hari. 

Para astronom juga bisa menentukan massa Kleopatra dengan lebih akurat. Lebih tepatnya, pengamatan terbaru ini memang merevisi karakter fisik yang sudah diketahui sebelumnya.

Baca juga:  Matahari, Bintang Terdekat Dari Bumi

Asal Usul

Asteroid Kleopatra dan dua satelitnya: Alexhelios (kanan atas) dan Cleoselene (kiri bawah). Kredit: ESO/Vernazza, Marchis et al./MISTRAL algorithm (ONERA/CNRS)
Asteroid Kleopatra dan dua satelitnya: Alexhelios (kanan atas) dan Cleoselene (kiri bawah). Kredit: ESO/Vernazza, Marchis et al./MISTRAL algorithm (ONERA/CNRS)

Massa Kleopatra hampir 3 kuadriliun ton kg (2,97 x 1018 kg), atau 35% lebih rendah dibanding perhitungan sebelumnya yakni 4,6 kuadriliun ton ( 4,64 x 1018 kg). Dengan dimensi Kleopatra yang tidak banyak berubah dari pengamatan sebelumnya, maka bisa diketahui juga kalau kerapatannya lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya. 

Kerapatan ini penting. Dalam perhitungan sebelumnya diketahui kerapatan Kleopatra 5 gr/cm3 dan pada kerapatan ini bisa dipastikan kalau asteroid ini memang didominasi oleh unsur logam. Tapi, dari pengamatan terbaru, kerapatan Kleopatra lebih rendah hanya 3,4 gram/cm3. Kerapatan yang lebih rendah berimbas pada komposisi yang membentuk asteroid tersebut. 

Kleopatra tidak hanya disusun oleh logam melainkan campuran logam dan batuan.  Para astronom menduga Kleopatra terbentuk dari reruntuhan yang terlontar atau lepas saat terjadi tabrakan besar pada objek-objek besar. Pecahan yang lepas ini kemudian berakumulasi membentuk dua benda yang saling mengorbit dan pada akhirnya keduanya saling menyentuh dengan leher panjang terbentuk di antara keduanya. 

Kleopatra terbentuk dari gabungan reruntuhan sisa tabrakan. Jika demikian, batuan dan logam tersebut akan saling bergabung akibat gravitasi. Akibatnya, ada ruang kosong di antara materi yang saling bergabung dan menyebabkan kerapatan Kleopatra jadi kecil. Dengan kata lain, asteroid ini tidak padat. Dan ini sesuai dengan hasil pengukuran kerapatan yang baru.

Asteroid dengan panjang 270 km ini berputar sangat cepat hanya 5,4 jam! Untuk objek yang disusun dari gabungan batuan seperti ini, rotasi yang sangat cepat bisa menyebabkan materi terlepas. 

Akibatnya Kleopatra akan hancur. 

Berotasi pada ambang batas kestabilan seperti ini, gravitasi di ekuator sangat rendah sehingga materi di area ini bisa lepas dari asteroid. Materi yang lepas inilah yang melahirkan Alexhelios dan Cleoselene. 

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini