Planet Jupiter. Planet gas raksasa pemegang rekor planet terbesar dan termasif di Tata Surya, juga bisa dengan mudah diamati di langit malam.
Diberi nama Jupiter dari nama Dewa Langit dan raja para dewa bangsa Romawi, planet kelima di Tata Surya ini memang istimewa. Jupiter adalah planet terbesar dalam Tata Surya dan dijuluki raja planet. Hanya Matahari yang lebih besar dan lebih masif dibanding Jupiter di antara semua benda yang mengelilingi Matahari. Saking besarnya, Jupiter bisa menampung seluruh planet di Tata Surya!
Jupiter dari Balik Teleskop Galileo
Jupiter memang mudah ditemukan di langit malam. Planet ini objek paling terang ketiga di Tata Surya setelah Bulan dan Venus. Dan tentu saja, kita bisa melihatnya dengan mata telanjang atau tanpa alat.
Tak pernah diketahui siapa yang pertama kali menemukan Jupiter, tapi yang pasti sejak zaman kuno planet ini sudah diamati oleh para pengamat. Tak hanya Jupiter. Para pengamat purbakala juga mengenali keberadaan Merkurius, Venus, Mars, dan Saturnus. Planet-planet inilah yang dikenal sebagai bintang pengembara.
Tanggal 7 Januari 1610 jadi momen bersejarah ketika untuk pertama kalinya Galileo Galilei mengarahkan teleskopnya untuk mengamati Jupiter. Dalam pengamatan ini Galileo menemukan tiga objek lain yang menemani Jupiter. Awalnya, Galileo menduga ketiga objek itu adalah bintang di rasi Taurus. Tapi dalam pengamatan selanjutnya, Galileo justru menemukan ketiga bintang itu ternyata berpindah mengikuti pergerakan Jupiter. Pada tanggal 13 Januari 1610, Galileo menemukan objek keempat saat melakukan pengamatan.
Maret 1610, dalam terbitan Sidereus Nuncius (Starry Messenger), Galileo memaparkan penemuannya dan memberi gambaran bahwa Jupiter memiliki empat pengiring, atau empat bulan yang mengelilingi Jupiter. Penemuan ini sekaligus menjadi bukti yang memperkuat teori heliosentris yang dikemukakan Copernicus bahwa Bumi bukan pusat alam semesta.Â
Hasil pengamatan Galileo memperlihatkan bahwa keempat bulan Jupiter mengorbit Jupiter dan bergerak bersama planet tersebut. Penemuan ini menjadi jawaban atas pertanyaan yang muncul terhadap teori heliosentris. Ketika Bumi mengitari Matahari, Bulan tidak tertinggal melainkan mengorbit Bumi dan bergerak bersama mengelilingi Matahari.
Empat tahun kemudian, atas saran Johannes Kepler, keempat bulan Jupiter diberi nama Io, Europa, Ganymede, dan Callisto, dari nama kekasih Zeus. Selain ke-4 satelit Galilean, Jupiter masih punya banyak satelit atau bulan. Sampai tahun 2023, Jupiter memiliki 95 bulan dengan 57 bulan sudah diberi nama, sementara 38 lainnya masih tanpa nama.
Jupiter si Planet Gas Raksasa
Jika kita melakukan perjalanan ke Jupiter, planet ini tidak langsung bisa kita temukan setelah melewati Mars. Para penjelajah harus melewati area sabuk asteroid yang dipenuhi serpihan batuan yang gagal membentuk planet terlebih dahulu.
Jupiter, si planet kelima ini berada pada jarak 778,6 juta km dari Matahari dan berada di luar batas beku Tata Surya.
Semakin jauh dari Matahari, maka temperatur juga semakin rendah atau makin dingin. Dengan demikian, pada area yang cukup jauh dari matahari, materi seperti gas juga bisa berkondensasi dari gas menjadi cairan dan es. Sementara itu, area yang berada di dalam batas beku, hanya batuan dan logam yang bisa berkondensasi.
Jupiter terbentuk 4,5 miliar tahun lalu dari sisa materi pembentuk Matahari yang ada di piringan protoplanet. Pada awalnya, unsur berat pada piringan protoplanet bergabung membentuk inti planet yang padat. Setelah inti planet terbentuk, unsur lebih ringan seperti hidrogen kemudian ditarik oleh gravitasi inti planet yang kuat untuk bergabung.
Pada akhirnya, terbentuklah planet Jupiter dengan ukuran 142.984 km yang bisa memuat 1300 Bumi di dalamnya. Massa Jupiter sangat masif yakni 1890 triliun triliun atau 1,89 x 1027 atau 1.890.000.000.000.000.000.000.000.000. Massa ini setara dengan 318 kali massa Bumi atau 2,5 massa gabungan seluruh planet di Tata Surya!
Dari informasi ini jelas bahwa Jupiter juga planet termasif dan tentu saja gravitasinya juga paling kuat di antara planet-planet yakni 24,79 m/det2 atau 2,5 kali lebih kuat dari gravitasi Bumi. Implikasinya, jika ada wahana antariksa yang terperangkap di Jupiter, maka wahana tersebut harus bergerak dengan kecepatan 59,5 km/detik untuk bisa lepas.
Berada jauh dari Matahari, Jupiter membutuhkan 11,8 tahun atau 4.332,59 hari untuk mengitari Matahari. Meskipun satu tahun di Jupiter sangat lama, tapi satu hari di Jupiter hanya berlangsung selama 9,9 jam. Untuk bisa berotasi secepat itu, Jupiter berputar dengan kecepatan 12,6 km/detik atau 45.300 km/jam.
Jupiter juga punya cincin tipis yang terdiri dari 3 bagian yakni, halo (cincin bagian dalam), cincin utama yang terang, dan cincin Gossamer di bagian luar.
Cincin di Jupiter ini diperkirakan terbentuk dari materi yang terlontar dari satelit atau bulan Jupiter, akibat tabrakan meteor. Diduga, materi pembentuk cincin utama Jupiter berasal dari materi satelit Adrastea dan Metis. Sementara materi dari satelit Thebe dan Amalthea justru membentuk cincin Gossamer.
Struktur dan Komposisi Jupiter
Komposisi planet Jupiter memang didominasi oleh gas hidrogen (75%) dan helium (24%). Sisa 1% terdiri dari berbagai elemen lainnya. Sekilas, komposisi Jupiter memang mirip Matahari. Jika Jupiter lebih masif 80 kali dari massanya sekarang maka planet ini bisa memulai reaksi nuklir menjadi sebuah bintang.
Tapi tentu saja itu tidak terjadi.
Meskipun Jupiter disusun oleh gas, semakin dalam, tekanan dan temperatur justru makin meningkat. Akibatnya gas hidrogen di bagian dalam Jupiter berubah wujud menjadi cairan dan membentuk lautan terbesar di Tata Surya.
Di bawah lapisan lautan hidrogen atau setengah perjalanan menuju inti Jupiter, tekanan yang makin menyebabkan hidrogen cair justru bersifat seperti logam. Rotasi Jupiter yang sangat cepat menjadi pemicu yang mengendalikan aliran listrik di area ini untuk menghasilkan medan magnetik yang luar biasa kuat, yakni 14 kali lebih kuat dari medan magnet Bumi.
Inti Jupiter memang diduga merupakan inti padat berukuran 12-45 kali Bumi. Tapi apakah materi penyusunnya merupakan materi padat ataukah cairan besi dan silikat panas dan tebal masih belum bisa dipastikan. Yang pasti suhu di inti Jupiter bisa mencapai 50.000º C!
Jadi jangan berharap untuk bisa mendarat di Jupiter. Tidak ada daratan di sana. Selain itu, tekanan dan temperatur yang luar biasa ekstrim tidak akan bisa membuat kita bertahan hidup. Wahana antariksa yang masuk ke Jupiter akan meleleh dan menguap.
Atmosfer Jupiter didominasi oleh gas hidrogen dan hanya sedikit helium. Selain itu, ada pola terang gelap berwarna akibat angin timur-barat yang bertiup dengan kecepatan 539 km/jam pada lapisan teratas atmosfer.
Awan putih pada area terang merupakan kristal amonia beku, sementara sabuk gelap di atmosfer oleh senyawa kimia lainnya.
Fitur lain yang paling dikenali adalah tompel merah raksasa atau bintik merah raksasa, yang berada di selatan ekuator Jupiter. Bintik merah raksasa merupakan badai besar akibat turbulensi pada atmosfer yang bergerak sangat cepat, yang sudah berlangsung lebih dari 350 tahun sejak pertama kali diamati.
Pola badai raksasa ini diberi nama Bintik merah Raksasa karena berwarna merah dari belerang dan fosfor dalam kristal amonia.
Sesuai namanya, ukuran Bintik merah Raksasa memang sangat besar dengan diameter 24,000 km dan tinggi 12.000 – 14.000 km. Ukuran ini cukup untuk menampung dua sampai tiga buah Bumi. Akan tetapi, pengamatan Cassini justru memperlihatkan kalau Bintik Merah Raksasa ini berukuran 40.000 km pada abad ke-17. Itu artinya, bintik merah raksasa mengalami penyusutan.
Apakah ini pertanda badai yang sudah berlangsung berabad-abad ini akan lenyap, masih belum bisa dipastikan.
Jupiter, Pelindung atau Pengancam Bumi?
Jupiter merupakan planet terbesar, termasif, dan tentu planet dengan gravitasi paling kuat. Karena itu, muncul anggapan bahwa kehadiran Jupiter memegang peran yang sangat penting untuk melindungi Bumi dari ancaman hantaman asteroid dan komet.
Pada kenyataannya, Jupiter bisa menjadi pelindung maupun pengancam bagi Bumi. Keberadaan Jupiter bisa menjadi pelindung bagi planet-planet dalam yang menstabilkan orbit planet-planet dalam. Jadi, kehadiran Jupiter bisa membantu planet-planet dalam tetap memiliki orbit berbentuk lingkaran dan menjaga kestabilan iklim dalam jangka panjang. Seandainya planet seperti Bumi memiliki orbit yang lonjong, maka akan terjadi perubahan iklim yang ekstrim di Bumi. Tentunya ini bukan kabar baik bagi kelangsungan evolusi kehidupan di Bumi. Kondisi yang ekstrim justru mencegah keberlangsungan evolusi di Bumi.
Pengaruh gravitasi Jupiter jelas terlihat pada sabuk asteroid di antara Jupiter dan Mars. Kuatnya gravitasi Jupiter berpengaruh besar untuk mencegah terbentuknya planet di area ini dan menyisakan serpihan batuan besar dan kecil di sabuk ini. Jadi, jika ada asteroid ataupun komet yang bertualang di dekat atau masuk orbit Jupiter, bisa dipastikan kalau benda-benda tersebut akan dilahap planet ini.
Selain melahap benda-benda yang mendekatinya, interaksi Jupiter dengan objek yang berpapasan dekat juga bisa melontarkan objek tersebut dan mengubah orbitnya jadi orbit panjang. Diduga interaksi dengan Jupiter inilah yang menyebabkan komet punya orbit panjang dan menghabiskan hidupnya di awan Oort yang berada di tepi luar Tata Surya.
Tapi, pengaruh gravitasi Jupiter tidak hanya mengubah orbit komet jadi orbit panjang sehingga komet itu butuh waktu ratusan atau ribuan tahun untuk kembali ke area dalam Tata Surya. Pengaruh Jupiter juga bisa mengubah orbit komet atau asteroid untuk mengarah ke Bumi dan planet dalam lainnya. Tentunya ini jadi ancaman bagi Bumi.
Akan tetapi, tabrakan komet dan asteroid di awal pembentukan Bumi justru menjadi pembawa air yang memungkinkan kehidupan berevolusi di Bumi. Di sisi lain, tabrakan asteroid besar-besaran yang terjadi 65 juta tahun lalu justru jadi penyebab kepunahan dinosaurus.
Jadi tak bisa dipungkiri kalau keberadaan Jupiter punya peran yang sangat besar bagi Bumi dan planet lainnya.
1 komentar