fbpx
langitselatan
Beranda » Menelusuri Jejak Kelahiran Planet Raksasa di Tata Surya

Menelusuri Jejak Kelahiran Planet Raksasa di Tata Surya

Di Astronomi, kamu akan berhadapan dengan angka-angka yang sangat besar yang tak terbayangkan sebelumnya. Nolnya sangat banyak, sampai-sampai kita pun mungkin sulit membayangkannya. Bahkan usia saya dan anda pun tak seberapa dibanding usia Bumi. Bumi dan juga Tata Surya saat ini dari sudut pandang kita mungkin sudah tua. Setidaknya untuk manusia, usia 4,6 miliar tahun itu jelas sudah sangat renta.

Di usia yang sedemikian “tua”, catatan sejarah kehidupan manusia pun tak mampu untuk bisa menceritakan bagaimana Bumi dan planet-planet di Tata Surya terbentuk. Keingintahuan manusia akan bagaimana kehidupan di Bumi bertumbuh tentunya akan membawa kita pada pertanyaan bagaimana Bumi serta planet lainnya terbentuk.

Bukan hal mudah untuk bisa mengetahui bagaimana Tata Surya terbentuk mengingat kita tidak bisa kembali ke masa lalu dan kita juga tidak punya contoh Tata Surya lain sebagai perbandingan. Kehadiran planet di bintang lain atau exoplanet baru dimulai 20 tahun lalu.

Penelitian selama berabad-abad membawa para astronom untuk membangun berbagai teori pembentukan Tata Surya. Karena tidak mungkin bagi kita untuk kembali ke masa lalu, maka teori yang dibangun haruslah menghasilkan Tata Surya yang kita kenal saat ini. Salah satu yang harus bisa dipenuhi adalah mekanisme pembentukan planet dalam waktu singkat, khususnya planet-planet raksasa.

Salah satu teori yang banyak diterima adalah teori akresi inti. Teori ini sudah dibahas dalam jawaban di tanya LS. Secara singkat, setelah bintang terbentuk, planet terbentuk dari materi gas dan debu yang ada di piringan di sekitar bintang. Materi tersebut saling bertabrakan dan bergabung membentuk planet-planet di Tata Surya baik planet kebumian maupun planet raksasa.

Planet raksasa di Tata Surya. Kredit: NASA
Planet raksasa di Tata Surya. Kredit: NASA

Teori Pembentukan Planet Raksasa
Bagaimana planet raksasa terbentuk sangat penting. Di Tata Surya, planet raksasa mendominasi dalam hal massa dan juga momentum sudut. Bagaimana mereka terbentuk dan bisa menempati orbitnya saat ini memegang peran penting dalam evolusi Tata Surya.

Ada dua teori yang saat ini diperhitungkan dalam kaitan pembentukan planet raksasa. Yang pertama adalah teori akresi, dan yang kedua adalah teori ketidakstabilan gravitasi.

Menurut teori akresi inti, proses terbentuknya planet raksasa sama dengan planet kebumian. Kelahiran planet raksasa diawali dengan pembentukan inti planet dari debu yang ada di piringan protoplanet. Debu berakumulasi membentuk inti planet yang berukuran sampai beberapa massa Bumi. Setelah terbentuk, inti kemudian menangkap gas yang ada di piringan protoplanet sebelum gas menghilang atau tidak ada lagi.

Permasalahan dari teori akresi inti adalah bagaimana planet masif bisa terbentuk dengan cepat sebelum gas menghilang dari piringan protoplanet. Pertanyaan lain, apakah dalam waktu singkat inti Jupiter yang terbentuk sudah cukup masif untuk menangkap gas dalam jumlah besar.

Teori alternatif lainnya, planet raksasa terbentuk lewat ketidakstabilan di dalam piringan protoplanet. Dalam model ini, planet gas akan langsung terbentuk dari ketidakstabilan gravitasi di piringan protoplanet. Akan tetapi, model ketidakstabilan ini masih tidak dapat menjelaskan kelimpahan elemen berat di Jupiter dan Saturnus. Masalah lain, model ini tidak dapat menjelaskan asal muasal Uranus dan Neptunus. Meskipun demikian, terbentuknya planet raksasa melalui ketidakstabilan piringan protoplanet masih dimungkinkan, terutama di daerah piringan protoplanet yang jauh dari bintang. Sayangnya, pemodelan kelahiran planet raksasa lewat ketidakstabilan gas belum dapat menjawab pertanyaan yang muncul dan belum teruji pada kondisi piringan protoplanet. Uji coba yang dimaksud adalah lewat pemodelan dengan parameter yang ditetapkan dan disesuaikan dengan kondisi sesungguhnya.

Proses Kelahiran Planet Raksasa
Dari kedua model tersebut, model akresi inti menjadi teori yang paling diterima. Berbagai ujicoba dilakukan untuk menjawab pertanyaan dan permasalahan yang hadir dari teori tersebut. Intinya adalah bagaimana planet raksasa bisa terbentuk dengan cepat, sebelum gas menghilang dari piringan protoplanet.

Baca juga:  Papasan Akbar Planet Gas Raksasa Jupiter dan Saturnus

Sebelum menjawab pertanyaan itu, mari kita simak dulu cerita kelahiran planet raksasa pada umumnya.  Sama seperti planet kebumian, planet raksasa juga lahir dar proses akresi materi padat di dalam piringan protoplanet atau piringan cikal bakal planet. Di sini, debu yang ada berinteraksi dan saling mengikat membentuk planetesimal. Pada planet kebumian, proses ini memang membentuk planet. Tapi untuk kasus planet raksasa, proses akresi materi padat berlangsung untuk membentuk inti planet. Planetesimal yang terus bertumbuh kemudian membentuk benda padat atau cikal bakal inti planet raksasa dengan selubung gas massa rendah. Pada tahap ini, laju penangkapan gas masih sangat rendah, Akibatnya tidak banyak gas yang ditangkap. Sampai ketika tidak ada lagi debu yang bisa diakresi atau diajak bergabung, maka laju pertambahan materi padat berkurang. Pada saat inilah laju penangkapan gas meningkat dan bahkan melebihi pertambahan materi padat.

Proses penangkapan gas terus berlanjut dan cikal bakal inti planet terus bertumbuh dengan laju tetap. Inti yang sedang bertumbuh ini juga dipanaskan oleh energi akresi dan peluruhan radioaktif yang sekaligus berperan untuk merubah wujud materi padat menjadi cairan dan uap. Perubahan wujud yang terjadi ini ternyata memiliki pengaruh pada atmosfer planet dan kemampuannya untuk menangkap lebih banyak gas. Setelah melalui proses yang panjang, inti dan selubung planet memiliki massa yang sama. Dan akhirnya laju penangkapan gas meningkat dan protoplanet pun bertumbuh dengan laju sangat cepat. Akhirnya, pembentukan planet raksasa pun berakhir ditandai oleh berhentinya penangkapan gas dan planet kemudian masuk tahap pendinginan. Proses akresi berhenti saat terbentuk celah di piringan oleh efek pasang surut planet atau karena piringan gas dan debu sudah menghilang.

Berpacu Dengan Waktu
Untuk planet raksasa seperti Jupiter dan Saturnus, hidrogen dan helium menjadi komponen yang mendominasi komposisinya. Kedua komponen ini juga diketahui mengisi lebih dari 10% komposisi Uranus dan Neptunus. yang jadi perhatian, hidrogen dan helium tidak bisa berkondensasi di piringan protoplanet. Dengan kata lain, keduanya ditangkap oleh planet raksasa dalam bentuk gas.  Dan itu artinya, agar Jupiter dan Saturnus bisa terbentuk seperti kondisinya saat ini, mereka harus bisa menangkap sejumlah besar gas hidrogen dan helium sebelum piringan protoplanet menghilang.

Kala hidup atau keberadaan piringan protoplanet pada sebuah bintang muda hanya beberapa juta tahun. Hasil pengamatan menunjukkan kala hidup piringan gas hanya 1 – 10 juta tahun.  Dengan demikian, planet raksasa harus terbentuk dalam rentang waktu tersebut. Lama? Tidak juga. Untuk skala astronomi, waktu ini sangat singkat. Sebagai perbandingan, Bumi diperkirakan membutuhkan waktu 30 juta – 100 juta tahun untuk terbentuk sampai kondisinya sekarang. Masalah lainnya, dalam rentang waktu yang sangat singkat, inti planet raksasa yang ukurannya bisa mencapai belasan kali massa Bumi harus terbentuk dan dengan sangat cepat menangkap gas yang ada di sekitarnya.

Piringan protoplanet akan hilang atau materinya habis karena angin bintang dalam hal ini angin Matahari, fotoevaporasi dan pembentukan planet.

Pertanyaannya, bagaimana planet raksasa terbentuk hingga Tata Surya bisa memiliki 4 planet raksasa? Untuk bisa menangkap gas dalam jumlah besar, dibutuhkan inti yang masif. Semakin masif, gaya tariknya semakin besar. Untuk kasus di Tata Surya, dibutuhkan setidaknya inti planet dengan massa minimal 10 massa Bumi untuk bisa mengakumulasi atmosfer dalam jumlah besar. Dan inti planet ini harus terbentuk sangat cepat hanya dalam beberapa juta tahun dan langsung menangkap gas.

Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, langkah pertama dalam pembentukan planet raksasa adalah pembentukan inti planet. untuk kasus planet gas raksasa seperti Jupiter dan Saturnus, inti yang terbentuk harus memiliki massa minimum 10 massa Bumi.

Baca juga:  Asteroid Kecil Akan Melintasi Bumi

Untuk bisa membentuk inti planet sesuai kebutuhan, para astronom melakukan berbagai simulasi untuk menelusuri jejak kelahiran planet raksasa. Agar memenuhi syarat, inti yang terbentuk dalam waktu singkat harus dimulai dengan pembentukan planetesimal yang juga berukuran cukup besar sehingga planetesimal tersebut akan lebih efisien untuk menarik planetesimal lain di sekelilingnya dan membentuk inti. Salah satu model yang diajukan adalah model akresi kerikil (benda dengan ukuran beberapa sentimeter – meter). Dan ternyata model ini cukup efektif untuk membentuk planet raksasa dalam waktu singkat.

Membangun Planet Raksasa dari Kerikil
Model akresi kerikil dimulai dengan asumsi kalau populasi awal planetesimal terbentuk sangat cepat setelah kelahiran bintang. Sisa dari pembentukan planetesimal inilah yang merupakan kerikil-kerikil yang diperkirakan memegang peran penting dalam membentuk inti planet gas raksasa.

Akresi yang dimulai dari benda sebesar kerikil ternyata cukup efektif untuk menarik dan mengakumulasi kerikil lainnya di sekitarnya untuk bergabung membentuk inti. Proses akresi berlangsung dengan cepat dan embrio inti planet bertumbuh dri massa Pluto ke massa Bumi hanya dalam waktu 1000 tahun! Dan dalam waktu beberapa ribu tahun, massa inti pun mencapai 10 massa Bumi. Sangat cepat!

Ternyata, ada masalah lain. Proses akresi yang berlangsung cepat dan inti bisa mencapai beberapa kali massa Bumi dalam waktu singkat tidak menciptakan Tata Surya yang kita kenal sekarang. Yang terbentuk dari hasil akresi kerikil di piringan protoplanet itu bukan beberapa inti planet melainkan 100 planet baru dengan massa serupa Bumi. Planet yang baru terbentuk ini menyebar dalam orbit yang sangat lonjong dan kemiringan yang juga sangat besar. Artinya, hasil pemodelan tidak sesuai dengan pengamatan.

Masalah ini terpecahkan ketika kerikil terbentuk dengan lambat. Selama masa pembentukan kerikil, planetesimal juga punya cukup waktu untuk berinteraksi dengan materi di sekelilingnya. Pada kondisi ini planetesimal dapat menyebarkan planetesimal yang lebih kecil ke luar dari lingkup gravitasi kerikil. Hasilnya, setelah kerikil terbentuk dan berinteraksi dengan materi di sekelilingnya, terbentuklah beberapa planet raksasa.

Hasil pemodelan akresi kerikil menghasilkan 5 benda dengan massa Bumi atau sedikit lebih besar dan 2 planet gas raksasa yang terbentuk dalam rentang 10 juta tahun! Tapi pembentukan benda yang massanya seperti Bumi tidak terjadi hanya dalam 1000 tahun. Butuh lebih dari 400 ribu tahun agar inti terbentuk sebelum kemudian menangkap gas di sekelilingnya. Planet raksasa dalam model akresi kerikil terbentuk pada rentang jarak 5 – 15 AU. Artinya, agar kita memiliki Uranus dan Neptunus pada lokasinya sekarang, keduanya harus bermigrasi. Dan ini penting untuk dapat menjelaskan distribusi benda-benda kecil di area terluar Tata Surya. Migrasi kedua planet bisa terjadi akibat terjadinya gangguan gravitasi pada sistem.

Salah satu penyebab yang diajukan adalah kehadiran planet raksasa kelima di awal pembentukan Tata Surya. Planet ini kemudian terlontar ke luar dari Tata Surya dan menyebabkan terjadinya proses migrasi pada planet raksasa.

Meskipun secara umum model akresi kerikil bisa menjawab pertanyaan tentang pembentukan planet raksasa, pada kenyataannya kita masih terus mencari jawabannya.

[divider_line]

Penulis mengucapkan terima kasih pada Mbak Elyani Sulistialie dari Perpustakaan Observatorium Bosscha, atas bantuan dalam menyediakan materi yang dibutuhkan.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini