fbpx
langitselatan
Beranda » Ultima Thule, Panekuk Raksasa dari Sabuk Kuiper

Ultima Thule, Panekuk Raksasa dari Sabuk Kuiper

Potongan informasi yang dirangkai dari data New Horizons menyingkap cerita pembentukan maupun komposisi Ultima Thule atau 2014 MU69 , objek di Sabuk Kuiper.

Ultima Thule yang dipotret dari jarak 6700 km. Kredit: NASA/Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory/Southwest Research Institute
Ultima Thule yang dipotret dari jarak 6700 km. Kredit: NASA/Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory/Southwest Research Institute

Bergerak dengan kecepatan 53.000 km / jam, Wahana New Horizons telah meninggalkan Ultima Thule sejauh 96,6 juta km. Meskipun papasan itu telah 77 hari berlalu, data yang diambil masih terus dikirimkan sampai satu tahun ke depan.  Setiap data yang dikirim membutuhkan waktu lebih dari 6 jam untuk bisa diterima di Bumi.

Ultima Thule Bukan Manusia Salju

Sesaat setelah papasan, New Horizons mengirimkan foto pertamanya yang memeperlihatkan bentuk Ultima Thule dari jarak 27.000 km sebelum papasan terdekat pada jarak 3500 km. Dari citra itulah para astronom bisa mengonfirmasi bentuk Ultima Thule atau  2014 MU69  yang jaraknya 6,5 miliar km dari Bumi. Ultima Thule yang berada di Sabuk Kuiper ini merupakan objek kontak yang disusun oleh dua lobus besar dan kecil dan mirip manusia salju.

Ternyata, julukan itu tak lama disandang Ultima Thule. Citra terakhir saat papasan dengan Ultima Thule yang dipotret 10 menit setelah New Horizons melewati titik terdekatnya menyingkap bentuk Ultima Thule yang ternyata tidak seperti dugaan awal.

Bentuk 2014 MU69 yang mirip panekuk raksasa bukan manusia salju. Kredit: NASA/Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory/Southwest Research Institute/ESA
Bentuk 2014 MU69 yang mirip panekuk raksasa bukan manusia salju. Kredit: NASA/Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory/Southwest Research Institute/ESA

 

Kedua lobus yang menyusun Ultima Thule itu bukan benda sferis atau bulat. Lobus Ultima yang besar ternyata pipih mirip panekuk raksasa. Sementara itu, lobus Thule yang kecil justru berbentuk seperti buah kenari yang penyok.

Penemuan ini membawa kita pada misteri baru terkait pembentukan Ultima Thule. Dan ini akan memengaruhi teori pembentukan planetesimal saat Tata Surya masih muda.

Meskipun citra yang dikirim adalah citra terakhir saat papasan, bukan berarti seluruh data New Horizons sudah dikirim. Wahana kita ini jelas memilih mana citra yang dikirim dahulu. Data lainnya masih terus dikirimkan dan semakin banyak cerita yang berhasil diungkap dari Panekuk raksasa di Tepi Tata Surya tersebut.

Analisis data terbaru yang dikirim New Horizons memberi informasi terkait pembentukan Ultima Thule. Kedua lobus diduga terbentuk terpisah dengan lobus besar Ultima merupakan gabungan objek-objek kecil dengan materi penyusung yang berbeda-beda.

Kedua lobus ini kemudian saling mengorbit dan bergerak spiral dengan lambat pada kecepatan 3 meter / detik, sampai akhirnya bergabung menjadi sebuah objek tunggal. Penggabungan kedua lobus menyisakan tanda pada permukaan. Leher yang menghubungkan Ultima dan Thule sepertinya mengalami pengaturan ulang yang diindikasikan oleh pergeseran saat keduanya bergabung. Warnanya juga merah sehingga dijuluki Manusia Salju merah.

Sepinya Penabrak di tepi Tata Surya

Data yang diambil oleh New Horizons saat berpapasan dengan Ultima Thule  jauh lebih banyak dari saat berpapasan dengan Pluto. Ukuran Ultima Thule yang hanya 32 km memungkinkan New Horizons mengambil data yang sangat detil dari objek yang berada jauh di tepi Tata Surya itu.

Baca juga:  Area Sabuk Kuiper Tak Seramai Yang Diperkirakan

Dari citra yang dikirimkan New Horizons, para astronom menemukan hal menarik lainnya pada MU69 . Tidak banyak kawah yang ditemukan pada ultima Thule.

Yang perlu diperhatikan, pada saat New Horizons memotret MU69 , Matahari tepat berada di belakang objek Kuiper ini. Dengan demikian, ada kecenderungan kontras pada fitur permukaan jadi turun sehingga kawah tidak mudah terlihat. Citra Ultima Thule memperlihatkan keberadaan kawah pada area terminator atau batas siang dan malam di tepi atas. Sementara itu, kawah pada bagian bawah citra bisa dikenali sebagai fitur lingkaran dengan interior yang terang.

Kawah merupakan salah satu fitur penting yang dicari para astronom untuk memahami seberapa keras kehidupan di luar orbit Neptunus.  Kawah merupakan rekam jejak tabrakan objek kecil yang memberi petunjuk terkait sejarah sebuah objek di Tata Surya. Keberadaan objek-objek kecil pada area Sabuk Kuiper memberi indikasi bahwa area ini memiliki kehidupan yang cukup keras apalagi saat Tata Surya terbentuk. Interaksi objek di area ini bisa menghasilkan tabrakan yang rutin terjadi.

Hal inilah yang menjadi dasar dugaan bahwa MU69 seharusnya dilingkupi oleh kawah tabrakan. Hal yang sama juga terjadi pada Pluto. Tapi, kawah di Pluto tidak banyak karena permukaan palnet katai tersebut terus mengalami perbaruan oleh proses geologi. Tidak demikian dengan Ultima Thule yang padat dan berukuran kecil. Kawah yang langka tentu memberi indikasi lain. Objek penabrak di area ini juga langka.

Yang menarik, sebelum New Horizons bertemu MU69, sebagian astronom sudah menduga hal tersebut dari sedikitnya kawah yang tampak pada Pluto dan Charon.

Membandingkan Pluto dan Charon dengan MU69 tentu akan memberi hasil berbeda. Orbit Pluto meiliki kemiringan 17º sedangkan Ultima Thule atau MU69 kemiringan orbitnya sangat rendah, hanya 2,45º. Itu artinya, orbit Ultima Thule hampir sejajar dengan orbit Bumi jika dilihat dari samping. Perbedaan kemiringan orbit yang cukup besar itu tentu saja menghasilkan populasi objek penabrak yang juga berbeda.

Kawah di Ultima Thule

Kawah dan materi yang membentuk MU69. Kredit: NASA/Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory/Southwest Research Institute/ESA
Kawah dan materi yang membentuk MU69. Kredit: NASA/Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory/Southwest Research Institute/ESA

Penabrak yang sedikit pada area Sabuk Kuiper menghasilkan dugaan awal bahwa MU69 hanya memiliki 20 – 50 kawah yang lebih besar dari 200 meter dan tidak ada kawah yang lebih besar dari 6 km.

Diduga, tidak banyak proses geologi yang terjadi pada lobus besar Ultima. Citra yang dikirim New Horizons saat berpapasan pada jarak 6700 km memperlihatkan keberadaan lubang-lubang kecil dengan diameter 0,7 km di sepanjang area batas siang dan malam.

Berbeda dari Ultima, lobus kecil Thule justru memperlihatkan keberadaan depresi atau penurunan tanah berukuran 8 km. Depresi atau penurunan tanah ini diberi nama Maryland dari lokasi Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory yang mengoperasikan New Horizons.

Baca juga:  Cincin Kabut di Pluto

Meskipun awalnya tampak seperti kawah hasil tabrakan, para astronom menduga lubang dan depresi tersebut terbentuk dari keruntuhan materi akibat retakan bahwa tanah atau dari proses sublimasi ketika es berubah jadi gas.

Karena objek penabrak tidak banyak dan interior Ultima Thule bukan cairan, maka tidak banyak perubahan yang terjadi pada objek ini sejak pertama terbentuk. Perubahan pada permukaan tentu masih terjadi akibat interaksi dengan angin Matahari, cahaya ultraungu Matahari, ataupun bombardir cahaya kosmik. Tapi struktur MU69 tidak banyak mengalami perubahan.

Dengan demikian, Ultima Thule masih mempertahankan permukaanya sejak miliaran tahun lalu. Dan ini tentu saja menjadi harta karun untuk memahami Tata Surya ketika masih muda. Kita bisa menelusuri sejarah akresi planetesimal pada tahap awal pembentukan planet.

Ultima Thule Yang Merah Gelap

Ultima Thule yang berwarna merah gelap. Kredit: Credit: NASA/Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory/Southwest Research Institute
Ultima Thule yang berwarna merah gelap. Kredit: Credit: NASA/Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory/Southwest Research Institute

Citra yang dikirim New Horizons juga memperlihatkan dominasi warna merah pada Ultima Thule. Tidak mengherankan karena warna merah memang mendominasi objek-objek di Sabuk Kuiper.

Dalam citra ini, Ultima Thule tampak lebih merah dibanding Pluto dengan dominasi merah mirip objek kasik dingin Sabuk Kuiper. Dingin di sini mengacu pada objek dengan orbit lingkaran dan memiliki inklinasi rendah, bukan temperatur. Sedangkan klasik mengacu pada tidak banyak perubahan yang terjadi sejak terbentuk.

Jika kita bisa berada di Ultima Thule, maka objek ini akan tampak berwarna merah gelap dan ada beberapa bagian yang lebih merah dibanding bagian lainnya. Salah satunya adalah tepi kawah Maryland.

Warna merah ini tampaknya disebabkan oleh senyawa misterius yang dikenal sebagai tholin. Secara umum, tholin adalah rantai karbon yang terbentuk ketika cahaya ultraungu mengenai molekul seperti metana dan etana. Hasilnya adalah zat kemerahan yang lembab. Tholin juga dikenal sebagai molekuk organik yang menjadi kunci kemunculan proses biologi pada objek yang pada awalnya tidak memiliki proses biologi.  Selain molekul organik, ditemukan juga metanol dan air es di permukaan Ultima Thule.

Hasil analisis awal ini jelas memperlihatkan Ultima Thule sebagai planetesimal kuno yang masih bertahan di Sabuk Kuiper. Dengan demikian, kita bisa menelusuri jejak pembentukan Tata Surya dari data yang dikirim New Horizons.

Seperti apakah kelanjutan cerita Ultima Thule? Kita tungu saja data dari New Horizons yang masih terus dikirim sampai pertengahan 2020.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

1 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini

  • new horizon tampak mulai mendekati sabuk kuiper
    menngingat akan banyak ditemukan asteroid dan batu komet disitu