fbpx
langitselatan
Beranda » Fosil Kosmik di Tepi Bima Sakti

Fosil Kosmik di Tepi Bima Sakti

Para astronom menemukan aliran raksasa puing bintang-bintang tua di tepi selatan galaksi Bima Sakti.

Ilustrasi aliran bintang C-19 tampak berwarna oranye di kiri bawah foto. Kredit: International Gemini Observatory/NOIRLab/NSF/AURA/J. da Silva/Spaceengine Acknowledgment: M. Zamani (NSF’s NOIRLab)
Ilustrasi aliran bintang C-19 tampak berwarna oranye di kiri bawah foto. Kredit: International Gemini Observatory/NOIRLab/NSF/AURA/J. da Silva/Spaceengine Acknowledgment: M. Zamani (NSF’s NOIRLab)

Orbit aliran raksasa bintang-bintang ini merentang dari 20.000 tahun cahaya saat papasan terdekat dengan pusat Bima Sakti dan 90.000 tahun cahaya pada jarak terjauhnya. Seandainya aliran bintang ini tampak di langit malam, maka aliran ini tampak 30 kali lebih besar dari Bulan Purnama!

Hanya Sedikit Logam

Dikenal dengan nama C-19, aliran bintang ini merupakan sisa gugus bola purba. Gugus bola merupakan kelompok bintang-bintang tua. Itu artinya, bintang-bintang ini sudah membakar habis hidrogen dan helium dan didominasi oleh elemen berat.

Yang menarik, aliran bintang memiliki kandungan logam atau elemen berat yang rendah. Dari hasil pengamatan dan teori yang dibangun, elemen berat pada gugus bola seharusnya tidak lebih rendah dari 0,2%. Akan tetapi, kelimpahan logam atau elemen berat pada C-19 hanya 0,05% atau 4 kali lebih rendah dari gugus bola yang sudah teramati di Bima Sakti dan lingkungannya. 

Kalau berdasarkan teori yang ada, gugus bintang dengan elemen berat sedikit harusnya sudah menghilang sejak dulu. Bahkan ada teori yang menyatakan kalau gugus seperti ini tidak bisa terbentuk sama sekali. 

Dari Awal Alam Semesta

Penemuan aliran bintang dengan kelimpahan logam rendah jelas berimpilikasi pada pembentukan bintang, gugus bintang, dan galaksi ketika alam semesta masih muda. Keberadaan aliran bintang ini merupakan bukti kalau gugus bola beserta materi pembentuk Bima Sakti terbentuk dalam lingkungan dengan kelimpahan logam rendah. Itu artinya, gugus bola ini terbentuk sebelum generasi bintang seanjutnya yang menghasilkan lebih banyak elemen berat bagi Alam Semesta. 

Singkatnya, C-19 yang diamati dengan teleskop Gemini Utara ini terbentuk ketika alam semesta masih muda, dan bintang-bintang pertama terbentuk di Alam Semesta. 

Apa yang bisa kita peroleh dari C-19?

C-19 yang sudah sangat tua ini bisa jadi sumber informasi terkait pembentukan bintang dan gugus bintang setelah Dentuman Besar (Big Bang). Yang lebih menarik, gugus C-19 ini relatif dekat dengan Bumi atau lebih tepatnya, dekat dengan bima Sakti. Dengan demikian, kita bisa mempelajari struktur galaksi purba yang ada di lingkungan kosmik kita. 

Menurut Julio Navarro dari Universitas Victoria, “selama ini para astronom mengetahui mereka bisa mencari galaksi-galaksi jauh untuk mempelajari alam semesta, sekarang kita juga mengetahui kalau kita bisa mempelajari struktur tertua di galaksi kita sebagai fosil dari zaman purba.

Fakta keren:

Meskipun bintang mengandung elemen-elemen kimia dalam tabel periodik, namun komposisi utama bintang adalah hidrogen dan helium. Astronom Cecilia Payne-Gaposchkin (1900-1979) adalah orang pertama yang pertama kali mengemukakan ide ini pada tahun 1925. Akan tetapi, ide ini ditolak sampai kemudian ide tersebut terbukti kebenarannya lewat penelitian yang dilakukan. Cecilia kemudian jadi profesor perempuan pertama di Universitas Harvard. 

Baca juga:  Mengungkap Kelahiran Bintang Muda Masif

Sumber: Artikel ini merupakan publikasi ulang yang dikembangkan dari Space Scoop Universe Awareness edisi Indonesia. Space Scoop edisi Indonesia diterjemahkan oleh langitselatan.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

1 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini

  • Sulit untuk menentukan jumlah Logam Berat di seluruh tempat di Alam Semesta melalui proses waktu atau umur dari mulai Big Bang, karena teori big bang itu sendiri masih kabur.