fbpx
langitselatan
Beranda » Proxima c, Kandidat Planet Kedua Pada Bintang Terdekat

Proxima c, Kandidat Planet Kedua Pada Bintang Terdekat

Proxima b tidak sendirian. Kandidat Proxima c, exoplanet kedua yang mengorbit bintang Proxima Centauri ditemukan.

Ilustrasi sistem Proxima Centauri. Proxima c adalah planet kedua sistem ini dan berada di kanan. Kredit: Lorenzo Santinelli
Ilustrasi sistem Proxima Centauri. Proxima c adalah planet kedua sistem ini dan berada di kanan. Kredit: Lorenzo Santinelli

Berita ini sebenarnya bukan berita baru. Kandidat planet kedua di bintang Proxima Centauri sudah mengemuka sejak April 2019. Dengan tambahan data, tampaknya Proxima c tetap bertahan sebagai kandidat planet. Bahkan diharapkan, pengamatan ataupun deteksi lain bisa dilakukan untuk mengonfirmasi keberadaannya sebagai planet kedua di sistem Proxima Centauri.

Proxima c. Itu nama calon planet kedua di bintang Proxima Centauri. Berbeda dari Proxima b yang ditemukan sebelumnya, Proxima c bukan planet yang berpotensi laik huni. Lokasinya jauh dari bintang. Bahkan lebih jauh dari batas es / batas beku Proxima Centauri. Karena itu, tak mengherankan kalau Proxima c juga merupakan planet es seperti halnya Neptunus di Tata Surya.

Bintang Yang Bergoyang

Proxima c ditemukan dengan cara yang sama seperti planet pendahulunya yakni dengan metode kecepatan radial. Proxima Centauri merupakan bintang terdekat dari Matahari, namun tetap saja tidak mudah untuk mendeteksi keberadaan planet yang luar biasa kecil pada bintang.

Planet bisa memperlihatkan dirinya pada kita lewat interaksinya dengan bintang. Gangguan gravitasi yang ditimbulkan pada bintang, meskipun sangat kecil bisa menjadi bukti bahwa ada benda lain yang mengitari bintang tersebut. Jadi, saat planet mengorbit bintang induknya, bintang seperti bergoyang mendekati dan menjauhi Bumi. Efek doppler inilah yang kemudian dideteksi pada spektrum cahaya bintang. Perubahan yang tampak saat bintang bergoyang, bintang tampak bergeser ke arah merah atau biru saat bergerak menjauh dan mendekati pengamat di Bumi. Goyangan yang terjadi berulang dalam periode tertentu merupakan periode orbit planet saat mengitari bintang induknya.

Dari kekuatan goyangan bintang, massa planet bisa diperkirakan. Untuk planet raksasa yang mengorbit sangat dekat dengan bintang, interaksi keduanya akan menghasilkan goyangan yang cukup kuat sehingga goyangan bintang dengan mudah terdeteksi. Kalau planet itu jauh lebih kecil, dan lokasinya pun sangat jauh dari bintang, goyangan bintang hanya bisa dikenali lewat pemodelan. Itu pun dengan data pengamatan selama bertahun-tahun.

Itulah yang terjadi dengan Proxima c. Interaksinya dengan Proxima Centauri hanya mengakibatkan bintang bergeser sekitar satu meter per detik dengan periode 5 tahun!

Jangan bayangkan pergeseran posisi satu meter tiap detik itu pada skala jarak kita di Bumi. Proxima Centauri berada 4,2 tahun cahaya atau setara dengan jarak 40.235.940.000.000 km atau 40,2 triliun km. Mendeteksi pergeseran 1 meter pada jarak sejauh itu sama saja dengan tidak ada pergeseran yang tampak.

Untuk mengenali goyangan bintang yang kecil tersebut, para astronom menggunakan data pengamatan selama hampir 20 tahun dari spektometer High Accuracy Radial Velocity Planet Searcher (HARPS) dan Ultraviolet and Visual Echelle Spectrograph (UVES) di Chili.

Baca juga:  Planet Sembilan Yang Mengintip Dari Tepi Tata Surya

Tapi, ada tantangan lain. Data goyangan bintang itu bukan hanya akibat kehadiran planet. Bisa juga karena aktivitas bintang atau ketidakseimbangan minor pada optik di Bumi yang menghasilkan goyangan bintang tiruan. Aktivitas bintang yang jadi tersangka utama adalah kemunculan bintik bintang akibat aktivitas magnetik yang kuat pada bintang katai merah Proxima Centauri.

Supaya bisa memastikan goyangan bintang ini dari planet atau bukan, Mario Damasso yang memimpin pencarian ini menerapkan berbagai metode untuk mencari tahu asal goyangan tersebut. Apakah dari aktivitas bintang atau justru dari derau instrumen.

Hasilnya, data yang ada tidak bisa dijelaskan oleh aktivitas bintang dan bukan dari derau instrumen. Artinya, benda lain yang menyebabkan bintang bergoyang adalah sebuah planet yang berada cukup jauh.

Akan tetapi, tetap saja hasil ini masih harus dikonfirmasi lagi lewat pengamatan atau metode deteksi lainnya. Pengamatan langsung bisa menjadi pilihan untuk mengonfimasi Proxima c. Proxima Centauri yang dingin dan redup serta lokasi Proxima c yang jauh dari bintang menjadi keuntungan karena bisa dilihat sebagai dua objek terpisah dengan teleskop-teleskop besar generasi baru di masa depan.

Planet es di luar batas beku

Proxima c yang mengitari bintang katai merah Proxima Centauri ini berada jauh di luar batas beku atau garis beku sistem bintang ini pada jarak 1,5 AU. Meskipun tampaknya hanya 1,5 kali jarak Bumi ke Matahari, perlu diingat bahwa Proxima Centauri adalah bintang katai merah yang lebih kecil, lebih dingin, dan lebih redup dari Matahari. Proxima b yang berada di zona laik huni Proxima Centauri jaraknya hanya 0,048 AU atau 7,3 juta km. Lebih dekat dari Merkurius ke Matahari (57,9 juta km).

Jika pada jarak 0,048 AU sudah merupakan area laik huni yang memiliki temperatur hangat, maka pada jarak 1,5 AU tentu suhunya semakin dingin. Planet yang terbentuk pada area ini tidak bisa menopang kehidupan dan merupakan planet es seperti halnya Neptunus di Tata Surya.

Meski tergolong cukup masif, Proxima c tidak semasif Neptunus yang massanya 17,15 massa Bumi. Tapi jauh lebih masif dari Bumi, yakni 6 massa Bumi. Itu artinya planet ini bisa dikategorikan sebagai planet Bumi super. Tapi, jika dilihat dari komposisinya yang merupakan es, maka planet ini bisa juga dikategorikan sebagai planet Neptunus mini. Seandainya kita ada di Proxima c tentu kita sudah mati beku, karena temperatur planet ini 40 K atau -233 ºC.

Penemuan Proxima c yang merupakan planet Bumi super ini jadi tantangan baru bagi model pembentukan dan evolusi Bumi-super.  Jika menilik kembali pencarian planet pada Proxima Centauri, tidak ditemukan planet raksasa seukuran Jupiter pada jarak antara 0,8 – 5 AU. Pada tahun 1999, pengamatan pada Proxima Centauri menetapkan jarak 1700 AU sebagai lokasi ideal agar planet tetap stabil mengorbit bintang, terutama karena Proxima Centauri mengitari bintang ganda Alpha Centauri AB. Pada tahun 2019, batas atas yang ditetapkan adalah 0,3 massa Jupiter atau setara 95 massa Bumi untuk kehadiran planet sampai 10 AU dari bintang. Serta tidak ada bintang antara 0,3 – 8 massa Jupiter pada jarak 10 – 50 AU.

Baca juga:  Jejak Puing – Puing Tabrakan Asteroid

Meskipun ada batasan ditetapkan, penemuan exoplanet memperlihatkan keberadaan planet kecil seukuran Bumi, Bumi-super maupun mini Neptunus sebagai planet yang umum terbentuk pada sistem bintang katai merah. Karena itulah, pencarian planet-planet serupa tidak berhenti.

Dan akhirnya ditemukan juga kandidat planet Proxima c yang membutuhkan 1894 hari atau 5,18 tahun untuk mengitari Proxima Centauri. Dari seluruh planet yang mengitari bintang massa kecil dan ditemukan lewat metode kecepatan radil, Proxima c memiliki periode paling panjang, massa paling kecil, dan planet paling jauh dari bintang induk.

Bahkan lokasinya lebih jauh dari garis batas beku piringan protoplanet sistem Proxima Centauri yang berada pada jarak 0,15 AU atau 10 kali lebih dekat ke bintang dibanding jarak Proxima c. Garis atau batas beku merupakan lokasi yang ideal untuk akresi planet-planet Bumi-super.

Bagaimana planet ini terbentuk pada jarak yang sangat jauh dari bintang?

Bisa saja Proxima c terbentuk dekat bintang sebelum terlontar pada lokasinya sekarang. Akan tetapi, kemungkinan ini ditiadakan mengingat tidak adanya planet yang lebih masif pada jarak yang dekat dengan bintang. Selain itu Proxima c juga dikategorikan memiliki orbit yang stabil dan tetap berbentuk lingkaran, tanpa ada gangguan berarti.

Untuk saat ini, sambil membangun teori untuk mengungkap pembentukan planet pada lokasi yang jauh dari garis batas beku, yang harus dilakukan adalah melakukan pengamatan tambahan untuk mengonfirmasi Proxima c. Di antaranya lewat data pengamatan Gaia yang akan dirilis tahun 2020 dan 2021, pencitraan langsung dengan instrumen SPHERE yang dipasang pada Very Large Telescope di Chili dan dengan James Webb Telescope.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

1 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini