fbpx
langitselatan
Beranda » Berburu Hujan Meteor Lyrid dalam Terang Rembulan

Berburu Hujan Meteor Lyrid dalam Terang Rembulan

Jangan lewatkan fenomena tahunan hujan meteor Lyrid yang akan mencapai puncaknya pada tanggal 23 April dini hari.

Puncak hujan meteor Lyrid pada tanggal 23 April pukul 01:00 WIB. Kredit: Star Walk
Puncak hujan meteor Lyrid pada tanggal 23 April pukul 01:00 WIB. Kredit: Star Walk

Hujan meteor bukan atraksi langka. Dalam satu tahun ada beberapa hujan meteor yang bisa disaksikan. Salah satunya hujan meteor Lyrid yang berlangsung setiap tanggal 14 – 30 April.

Untuk tahun 2019, hujan meteor Lyrid mencapai puncak pada tanggal 23 April pukul 07:00 WIB. Puncak hujan meteor merupakan saat ketika meteor yang melintas di langit malam mencapai jumlah maksimum. Untuk hujan meteor Lyrid, jumlah maksimum metero yang melintas bisa mencapai 18 meteor saat malam puncak, pada kondisi langit sangat gelap tanpa polusi cahaya. Selain saat puncak, pengamatan masih bisa dilakukan 2 hari sebelum / sesudah malam puncak dengan hasil meteor yang lebih sedikit.

Hujan meteor biasanya muncul ketika Bumi melintasi aliran debu sisa komet dan asteroid. Ketika butiran debu sisa komet dan asteroid ini bertabrakan dengan Bumi, materi tersebut terbakar pada ketinggian 70 – 100 km dan tampak seperti kilasan bintang jatuh di langit malam.

Asal usul hujan meteor bisa diketahui dengan cara menelusuri kecepatan dan arah jatuh meteor di Bumi. Untuk Lyrid, lintasan-lintasan meteor akan tampak muncul di arah timur rasi Herkules, tidak jauh dari bintang terang Vega, di rasi Lyra, konstelasi berbentuk alat musik petik.

Lyrid diketahui berasal dari debu ekor komet C/1861 G1 (Thatcher) yang kemiringan orbitnya hampir 80 derajat dengan bidang Tata Surya dan ukuran debunya tidak lebih besar dari butiran pasir. Butiran debu inilah yang memasuki atmosfer Bumi dan melintas cepat dengan kecepatan 49 km/det.  Komet Thatcher menghabiskan sebagian besar waktunya jauh dari planet sehingga ia bebas dari gangguan gravitasi planet-planet. Ini jugalah yang menjadi alasan mengapa aliran sisa komet Thatcher tetap stabil.

Pengamatan

Rasi Lyra yang jadi arah munculnya Lyrid terbit pada kisaran puluk 22:00 waktu lokal di arah timur laut. Lydrid bisa mulai diamati setelah lewat tengah malam ketika rasi Lyra bergerak naik dari horison. Pengamatan dapat dilakukan sampai jelang Matahari terbit.

Untuk menemukan hujan meteor Lyrid, arahkan pandangan ke langit, tepatnya ke arah timur laut dan carilah segitiga musim panas (Vega, Deneb & Altair). Deneb adalah bintang paling cerlang pada rasi Cygnus, Altair pada rasi Aquila dan pusatkan perhatian Vega, bintang paling terang pada rasi Lyra. Dari arah rasi Lyra inilah akan tampak berkas sinar berseliweran dengan cepat. Itulah hujan meteor Lyrid.

Tunggulah sampai tengah malam saat rasi Lyra yang jadi arah datang hujan meteor Lyrid sudah cukup tinggi (~30º) di langit malam dan bisa diamati dengan lebih mudah. Pengamatan bisa dilakukan sampai saat fajar menyingsing dan saat itu rasi Lyra sudah berada tinggi di arah utara.

Pasangan Bulan dan Jupiter 23 April 2019 pukul 023:00 WIB. Kredit: Star Walk
Pasangan Bulan dan Jupiter 23 April 2019 pukul 023:00 WIB. Kredit: Star Walk

Tantangan terbesar untuk pengamatan hujan meteor Lyrid tahun ini adalah Bulan 18 hari yang sedang dalam fase cembung besar. Cahaya Bulan yang sangat terang menjadi sumber polusi cahaya alami yang menyulitkan pengamat untuk berburu meteor.  Meskipun Bulan tampak sangat terang, ada Jupiter yang juga berpasangan dengan Bulan sejak terbit dan bisa diamati sampai fajar menyingsing. Dengan demikian perburuan meteor bukan satu-satunya atraksi yang ditunggu.

Sejarah Hujan meteor Lyrid

Catatan pertama dari Hujan Meteor Lyrid direkam oleh pengamat di Zuo Zhuan, China tanggal 22 Mei 687 SM, dan digambarkan “di hari xin mao bulan ke-4 di musim panas (pada tahun ke-7 Raja Zhuang dari Lu), di malam hari bintang tidak tampak, dan di tengah malam bintang jatuh laksana hujan”, atau singkatnya mereka menyebut hujan meteor Lyrid sebagai  “Stars feels like rain”.

Hujan meteor ini baru diketahui berasal dari komet Thatcher pada tahun 1867 ketika matematikawan Johann Gottfried Galle dan Edmond Weiss menemukan keterkaitan hujan meteor ini dengan komet Thatcher yang ditemukan 6 tahun sebelumnya. Meski sudah diketahui keterkaitan dengan komet, ide bahwa hujan meteor berasal dari komet atau fenomenan non atmosferik masih menjadi perdebatan.

Pada saat komet Thatcher menyambangi Bumi di tahun 1861, perhitungan orbit yang dilakukan  Johann Gottfried Galle memprediksi lintasan komet Thatcher akan terjadi dalam rentang 0,2 AU dari Bumi, sebelum komet tersebut mencapai perihelion pada tanggal 3 Juni 1861.

Komet Thatcher memiliki kemiringan orbit hampir 80 derajat terhadap Tata Surya dan ukurannya tidak lebih besar dari butiran pasir. Butiran debu inilah yang memasuki atmosfer Bumi dan melintas cepat dengan kecepatan 49 km/det.  Komet Thatcher menghabiskan sebagian besar waktunya jauh dari planet sehingga ia bebas dari gangguan gravitasi planet-planet. Ini jugalah yang menjadi alasan mengapa aliran sisa komet Thatcher tetap stabil.

Laju hujan meteor Lyrid saat ini memang semakin sedikit hanya berkisar 10-20 meteor/jam saat puncak. Akan tetapi, ledakan laju hujan meteor Lyrid pernah terjadi pada tahun 1803, 1862, 1922, dan 1982. Pada tanggal 21 April 1922, laju hujan meteor Lyrid yang dicatat H. N. Russell (Yunani) mencapai 96 meteor per jam. Intensitas laju meteor yang cukup besar kembali terjadi 22 April 1945 saat  Koziro Komaki (Nippon Meteor Society, Jepang) melihat 112 meteor dalam 67 menit dan  beberapa pengamat di Florida dan Colorado mencatat laju 90-100 tanggal 22 April 1982. Diperkirakan ledakan laju hujan meteor Lyrid berikutnya akan terjadi pada kisaran tahun 2042 saat Bumi melintas sisa debu komet Thatcher.

Clear Sky!

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini