Artikel 10 Besar Lomba Esai Artikel Astronomi Populer (LEAP) LS
Penulis: Fragadian Rizky Widiawan (Rawalumbu, Jawa Barat)
“The future of humanity is going to bifurcate in two directions: Either it’s going to become multiplanetary, or it’s going to remain confined to one planet and eventually there’s going to be an extinction event.” Elon Musk
Sejauh ini Bumi adalah satu-satunya planet yang dapat menunjang kehidupan manusia. Terhitung sejak munculnya spesies homo sapiens, Bumi telah memberikan kehidupan kepada 108,2 miliar umat manusia. Saat ini, Bumi sedang menampung kurang lebih 7,4 miliar manusia dan diperkirakan akan menjadi 9,8 miliar pada tahun 2050 dan tentu akan terus meningkat setiap tahunnya.[1] Pertanyaannya, dapatkah kita secara terus menerus membebankan kepada Bumi segala dampak buruk atas berbagai permasalahan yang muncul sebagai akibat dari kemajuan peradaban manusia? Dan jika Bumi telah rusak, bagaimana nasib manusia dan kehidupan Bumi lainnya?
Dilain pihak, Bumi dengan segala kesibukan didalamnya hanyalah setitik debu dalam luasnya alam semesta. Betapa tidak, jikalau Bumi hanyalah sebuah planet dalam setidaknya 2 Triliun galaksi yang teridentifikasi.[2] Alam semesta sendiri diperkirakan membentang kesemua arah dalam ruang seluas 92 miliar tahun cahaya tanpa batas dan akan terus semakin meluas dimulai sejak 13,8 miliar tahun yang lalu.[3]
Luas Alam Semesta yang Tak Terbatas
Jika hasil studi menyebutkan bentang alam semesta yang begitu luas dengan jumlah galaksi yang berhasil diidentifikasi berada dalam kisaran yang begitu fenomenal, maka mudahlah bagi kita untuk menggambarkan bahwa alam semesta sebenarnya bersifat tak terbatas (infinite). Hal ini semata-mata untuk menunjukkan keterbatasan manusia dalam menginterpretasikan luas alam semesta dan karakteristik kandungan isinya dengan presisi (disertai bukti) serta ketidakmampuan manusia untuk menjelajah keseluruhan dan batas alam semesta. Paling tidak untuk saat ini. Ilmuwan juga menggunakan istilah observable universe dengan pemahaman bahwa itulah batas yang dapat diobservasi, bukan batas alam semesta itu sendiri.
Satelit NASA Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP) memberikan fakta bahwa luas alam semesta juga terus berkembang sejak terjadinya Big Bang. Dark energy mengalahkan kekuatan gravitasi antar benda langit untuk selanjutnya masing-masing struktur berakselerasi saling menjauh dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya. Dampaknya akan semakin sedikit saja benda langit yang dapat diteliti oleh ilmuwan atau dengan kata lain: tak teridentifikasi/unobservable. Batas alam semesta akan semakin kabur dan lambat laun tak akan lagi nampak.
Penggambaran luas alam semesta ini belum memperhitungkan riuhnya diskusi sebagai konsekuensi ilmiah dari perkembangan ilmu quantum mechanics: multiverse—multi universes. Seperti fantasi, alam semesta kita adalah bagian dari alam semesta-alam semesta lain untuk kemudian menjadi satu keluarga besar alam alam semesta. Semakin membingungkan memang, tapi begitulah adanya. Hipotesis multiverse belumlah terbukti, namun demikian kebenarannya lambat laun pasti akan segera terkuak.
Sendiri Dalam Luasnya Alam Semesta?
Sangatlah logis ketika Stephen Hawking menyimpulkan bahwa kemungkinan adanya alien dalam alam semesta sangatlah tinggi.[4] Planet tetangga Bumi saja, Mars telah terbukti pernah mempunyai air sebagai salah satu sumber utama kehidupan.[5] Diberitakan pada 2020 NASA dan ESA akan bersama-sama menggali lebih dalam untuk mengkonfirmasi ada tidaknya kehidupan pada masa lalu Mars dalam program ExoMars.
Selain Mars, keberadaan air sebagai bahan dasar penyangga kehidupan juga terindikasi terdapat pada beberapa tempat lain di tata surya. Wahana New Horizon menunjukkan keberadaan air dibawah lapisan es pada permukaan Pluto. Planet katai lainnya (dwarf planet) Ceres juga serupa. Ganymade dan Europa, bulannya Jupiter juga memiliki air. Jika pada Ganymade air berdiam pada lapisan bawah permukaan, lain halnya dengan Europa yang sesekali menyemburkan uap air dari permukaannya. Begitu juga dengan Encelandus, bulan alami Saturnus. Selain keberadaan air di planet, planet katai dan bulan, air juga diketemukan di komet, semisal komet Churyumov-Gerasimenko yang telah diteliti oleh wahana Rosetta. Keberlimpahan air dalam benda-benda langit memang tidak serta merta memberikan kehidupan, namun tak dapat dipungkiri bahwa tanpa air, maka kemungkinan munculnya kehidupan serasa mustahil.
Bagaimana dengan kemungkinan kehidupan diluar sistem tata surya kita? Peneliti akan lebih mudah mengkonfirmasi kemungkinan kemunculan air (dalam wujud cair) dalam suatu benda langit jika benda tersebut berada pada zona goldilocks, yaitu suatu zona dimana di dalam zona tersebut segalanya memungkinkan bagi benda langit untuk memiliki air. Diobservasi menggunakan teleskop European Southern Observatory (ESO), Bintang terdekat dengan Matahari—dengan jarak 4,2 tahun cahaya—Proxima Centauri ternyata juga memiliki planet dalam zona goldilocks yang dikenal dengan nama Proxima b. Hal ini memicu keingintahuan yang lebih besar bagi ilmuwan untuk meneliti, terlebih akan segera beroperasinya dalam beberapa tahun kedepan teleskop baru semisal Giant Magellan (GMT) atau James Webb (JWST) yang memiliki kemampuan jauh lebih baik untuk meneliti habitable planet daripada teleskop yang ada saat ini.
Khusus untuk mencari planet dalam zona goldilocks, misi Kepler dan K2 sejauh ini juga telah mengidentifikasi dan mengkonfirmasi keberadaan planet diluar tata surya kita (exoplanet). Terhitung total sebanyak 7.679 planet ditemukan dengan rincian 5.154 kandidat planet, 2.504 planet terkonfirmasi, dan 21 planet dalam kondisi yang kurang lebih sama seperti Bumi.[6] Angka 21 bukanlah jumlah yang kecil untuk sebuah penemuan ilmiah planet “kembaran” Bumi, dan kemungkinan masih akan bertambah karena Kepler dan K2 juga terus mencari.
Disinilah letak keanehannya. Dari sekian banyaknya kemungkinan sistem exoplanet dan kondisi yang memungkinkan adanya kehidupan, ilmuwan sama sekali belum menemukan adanya kehidupan diluar Bumi, baik mikroorganisme primitif maupun makhluk cerdas—selanjutnya kita sebut saja alien. Tengoklah persamaan Drake, karya salah satu ilmuwan pendiri SETI (Search for Extraterrestrial Intellegence), bahwa dalam Galaksi Bimasakti saja dimungkinkan terdapat 1.000 sampai 100.000.000 peradaban alien.[7]
Perhitungan yang lebih konservatif atas hasil perhitungan dari persamaan Drake diajukan oleh Adam Frank & W.T. Sullivan. Frank & Sullivan dengan pesimis menganggap hanya ada satu planet saja di jagat raya semesta yang dihuni oleh alien. Untuk menghasilkan satu planet dengan peradaban tinggi (Bumi) dibutuhkan faktor kemungkinan sebesar (fbt) = 2,5 x 10-24 s.d 2,5 x 10-22 atau satu planet dengan kehidupan cerdas untuk setiap ± 25 miliar triliun habitable planet. Jika diketahui perkiraan jumlah bintang di alam semesta (N) = 2 x 1022 dan kecenderungan dalam setiap bintang memiliki habitable planet Nast/N = 0,2 maka diperoleh perkiraan habitable planet di alam semesta Nast = 4 x 1021 sehingga berdasar pemikiran Frank & Sullivan maka dibutuhkan 1,6 x 1043 habitable planet di alam semesta untuk memunculkan 2 planet dengan kehidupan cerdas seperti Bumi atau setara 3,6 x 1021 habitable planet dibutuhkan secara statistik untuk memunculkan 2 kehidupan cerdas di galaksi Bimasakti.[8] Melihat hal ini hasil penemuan Kepler & K2 dengan total 7.679 planet untuk menemukan alien adalah masih jauh panggang dari api.
Baik perhitungan dengan rumus manapun, versi optimis maupun versi pesimis ada tidaknya kehidupan cerdas selain manusia tetaplah menjadi misteri. Paradoks Fermi menjelaskan bahwa bisa jadi peradaban berteknologi tinggi selain manusia telah punah karena faktor internal misal perang sipil atau faktor eksternal misal terkena dampak supernova (great barrier).
Era Eksplorasi Antar Bintang
Cara terbaik untuk mengetahui dan mencari bukti ada tidaknya kehidupan cerdas selain di Bumi sekaligus untuk menjelajah alam semesta adalah dengan eksplorasi, lebih tepatnya adalah dengan mencari (to search), berkomunikasi (to contact) dan mengunjungi (to visit). Hanya dengan menghitung kemungkinan-kemungkinan secara statistik tidaklah memberikan jawaban pasti. Eksplorasi adalah jawaban. Eksplorasi juga menjadi sebuah keharusan selain untuk kepentingan ilmu pengetahuan juga untuk mengantisipasi ancaman kepunahan massal dimasa depan.
To Search
SETI adalah tempat yang tepat dengan misi khusus untuk menjawab bukti ada tidaknya kehidupan selain di Bumi. Konsep mencari alien saat ini adalah terutama dengan mendengarkan apapun “suara” baik disengaja maupun tidak dilangit semesta dalam rentang frekuensi radio. Hingga saat ini, ilmuwan SETI masih mendapatkan hasil nihil dalam pencarian alien, termasuk mencari pada objek yang akhir-akhir ini sedang naik daun; Tabby Star (KIC 8462852).
Misi signifikan lainnya dalam usaha mencari alien adalah proyek Breakthrough Listen. Sebuah misi dalam satu wadah proyek ambisius; Breakthrough Initiatives. Alih-alih mengobservasi 1.000 bintang terdekat seperti yang dilakukan SETI dalam Phoenix Project, proyek Breakthrough Listen akan mengobservasi 1.000.000 bintang terdekat dengan Bumi.[9]
Breakthrough Listen tak hanya mencari alien dengan “suara” atau frekuensi radio, namun juga secara “visual” yaitu dalam spektrum laser dengan jangkauan 100 galaksi terdekat. Saat ini, teknologi laser terkuat (Lawrence Livermore National Laboratory California) dapat menembakkan energi 1 petawatt atau 1 x 1015 watt dalam waktu nano detik (melebihi kecerahan matahari).[10] Kedipan laser ini dapat tertangkap sebagai fenomena aneh sebagai kemungkinan sinyal dari alien. Lick Observatory Telescope akan mencari laser alien dalam spektrum inframerah jarak dekat sampai ultraviolet jarak dekat.
Selain laser, dimungkinkan sebenarnya mencari keberadaan alien menggunakan teknik yang sama dengan mencari exoplanet yaitu dengan metode transit. Konsepnya adalah dengan mencari pola bayangan benda artifisial yang tidak biasa seperti halnya ketika menemukan exoplanet (semisal Dyson Sphere). Metode transit photometry ini kemudian dilanjutkan dengan peneropongan secara langsung (direct imaging). Sayangnya peneropongan langsung benda yang berjarak sangat jauh untuk saat ini belum memungkinkan.
To Contact
Mencari alien akan lebih cepat jika dilakukan secara timbal balik yaitu saling mencari. Untuk memungkinkan manusia Bumi dicari oleh alien, secara mudah adalah melakukan kebalikan dari misi mencari (to search). (1) memancarkan gelombang radio (2) menembakkan laser (3) membangun benda artificial yang mengorbit matahari.
Sinyal wow (Wow Signal) merupakan sinyal radio yang diterima selama 72 detik oleh Big Ear Radio Telescope pada tahun 1977. Sinyal tersebut terdeteksi hanya sebentar lalu hilang sehingga muncul dugaan hal tersebut merupakan fenomena non alien. Baru kemudian tiga Benford bersaudara memberikan penjelasan yang yang kemudian dikenal dengan Benford Beacon. Guna meminimalkan biaya mengkontak alien, maka diperlukan strategi yaitu dengan memancarkan gelombang radio dengan durasi pendek kesemua arah dengan pengulangan dalam periode tertentu.[11] Jadi—dikarenakan masalah biaya—misinya adalah untuk mendapatkan perhatian alien, bukan untuk berkomunikasi. Wow signal menjadi misteri dan kandidat sebagai sinyal pertama dari alien yang ditangkap manusia Bumi. Skema dan konsep yang sama dapat diterapkan saat memancarkan gelombang cahaya melalui laser.
Opsi terakhir adalah dengan membangun (1) Dyson Sphere suatu benda mengelilingi matahari untuk memanen energi matahari atau (2) benda lain yang mengorbit Matahari yang jika menggunakan metode transit photometry memberikan pola data yang sama sekali berbeda dengan karakteristik transiting planet ataupun ciri-ciri bintang terdeteksi pada umumnya (pulsar, variable star, flare, heartbeat star, binary dsb). Tengoklah Tabby Star. Bintang aneh yang ditemukan oleh sukarelawan (citizen scientist) Planet Hunter. Tabby Star meredup dengan ciri ciri yang sangat berbeda dengan ciri-ciri bintang terdeteksi pada umumnya bukan pula dikarenakan karena adanya transit dari planet (transiting planet).
Membangun Dyson Sphere memberikan keuntungan ganda, memanen energi Matahari sekaligus menarik minat alien. Namun lagi-lagi teknologi ini masih jauh untuk dapat dibangun sekarang. Opsi yang memungkinkan untuk dibangun pada masa sekarang adalah membuat benda mengorbit Matahari sehingga menghasilkan bayangan langsung (direct imaging) yang berbeda dengan bayangan planet. Bayangkan satelit International Space Station (ISS) yang besar sehingga jika dilihat dari Proxima Centauri maka Matahari akan meredup signifikan. Alien di Proxima Centauri akan mengetahui ada Manusia Bumi karena hasil transit photometry dan direct imaging berbentuk aneh dan tidak wajar.
To Visit
Penjelajahan secara langsung ruang antar bintang sebenarnya telah dimulai sejak era Voyager 1 diluncurkan pada tahun 1977. Setelah lebih dari 38 tahun mengarungi luar angkasa dengan kecepatan rata-rata 3,6 AU (astronomical units) per tahun, saat ini Voyager 1 berada pada jarak 137,5 AU atau 20 x 109 km dari Bumi, yang menjadikan Voyager 1 wahana antariksa aktif pertama dan satu-satunya yang telah mencapai ruang antar bintang (goes interstellar).[12] Jika Voyager 1 langsung mengarah lurus ke Proxima Centauri sebagai sistem bintang terdekat dengan Matahari sekaligus kandidat pertama pencarian alien, maka dengan jarak 4,2 tahun cahaya atau ± 268.142 AU dibutuhkan waktu ± 77.182 tahun bagi Voyager 1 untuk mencapai sistem bintang terdekat Proxima Centauri. Sungguh sangat lama, tidak mungkin dilakukan serta menunjukkan betapa tidak signifikannya capaian jarak Voyager 1 sampai saat ini.
Umat manusia membutuhkan teknologi baru untuk dapat berkomunikasi dan menjelajah galaksi. Teknologi semacam Voyager 1 tak mungkin lagi digunakan untuk mengembara di luasnya alam semesta. Termasuk teknologi roket tercepat Appollo 10 dengan kecepatan 25.000 mph akan membutuhkan waktu ± 120.000 tahun untuk mencapai Proxima Centauri. Jadi faktor kunci untuk dapat melakukan perjalanan antar bintang adalah kecepatan atau waktu tempuh wahana antariksa atau pesawat ruang angkasa.
Teknologi lain yang memungkinkan adalah (1) Pendorong Nuklir (2) Antimatter Drive (3) Radiasi Bintang (4) Blackhole Drive (5) EmDrive (6) Alcubierre Warp Drive
Pendorong reaksi fusi/nuklir (nuclear pulse propulsion) pernah dirancang untuk digunakan pada Orion Project pada tahun 1958, sayang Partial Test Ban Treaty melarang penggunaan Nukir di ruang angkasa. Mengabaikan pelarangan penggunaan nuklir di luar angkasa, dengan teknologi thermonuklir sekarang (bom hidrogen), pesawat—dengan syarat proporsi ¾ massa pesawat digunakan untuk membawa pendorong nuklir—dapat mencapai 10% kecepatan cahaya setelah 1 bulan mengarungi angkasa dengan meledakkan 1 megaton bom hidrogen satu per satu dari 300.000 bom dibutuhkan untuk mencapai Proxima Centauri dalam ± 42 tahun.
Antimatter Drives menggunakan konsep materi dan antimateri yang saling menghilangkan (annihilate) menghasilkan energi, seperti proton dan anti proton yang menghasilkan charged pions. Antimatter drives menghasilkan dorongan dengan ± 50x energi yang dihasilkan oleh reaksi fusi atau 0.5 kecepatan cahaya sehingga dapat mencapai Proxima Centauri dalam ± 8,5 tahun. Antimateri sendiri adalah satu material anti partikel yang memiliki massa yang sama dari partikel atas materi dengan muatan sebaliknya.[13] Saat ini ilmuwan telah dapat menghasilkan antimateri melalui particle accelerator seperti Large Hardon Collider namun untuk dapat digunakan sebagai bahan bakar pesawat luar angkasa saat ini tidaklah memungkinkan.
Teknologi radiasi telah terbukti dapat diwujudkan saat ini. Pesawat JAXA, Ikaros berhasil mencapai Venus hanya dengan menggunakan tenaga surya (solar powered). Seperti halnya kapal layar, Ikaros mengarungi samudra semesta menggandalkan “hembusan angin” radiasi Matahari (solar sail). Solar sail memanfaatkan cahaya atau photon yang tidak memiliki massa yang jika bergerak bersama-sama dalam satu paket cahaya memiliki energi dan momentum. Momentum ditangkap menggunakan layar yang dapat memantulkan cahaya sehingga menghasilkan daya dorong.
Konsep yang mirip disajikan oleh R.L Foward, Star Wisp. Alih-alih menggunakan tenaga surya, layar digerakkan oleh tenaga gelombang mikro (microwave). Dengan “layar” selebar 1 km2 didorong menggunakan laser bertenaga nuklir, wahana solar sail ini dapat menggerakkan satelit kecil yang dibawanya dengan kecepatan mencapai 10% kecepatan cahaya atau bisa lebih cepat jika kekuatan laser dan lebar rentang layar jauh lebih besar. Konsep ini dipakai dalam proyek Breakthrough Starshot, mengirimkan satelit mungil nanocraft dengan layar yang didorong oleh laser beamer dari Bumi. Misi ini akan mengantar nanocraft ke Proxima Cantauri dalam kurun waktu ± 20 tahun.
Sistem pendorong teotitis selanjutnya adalah Blackhole Drive. John Wheeler, menyatakan bahwa dengan mengkonsentrasikan sejumlah besar cahaya dalam satu titik di ruang angkasa dapat memuncukan kugelblitz atau mikro blackhole. Lubang hitam buatan ini sangatlah panas melebihi Planck temperature, 5,4 x 10-44 detik setelah bigbang. Menurut Stephen Hawking, semakin kecil lubang hitam semakin besar kekuatan radiasi yang dihasilkan. Kugelblitz yang diharapkan cukup kecil sekecil sebuah proton. Walau demikian sebuah kugelblitz dapat menghasilkan 129 petawatt atau 1,29 x 1017 watt.[14] Pesawat dengan blackhole drive dapat melaju dengan 10% kecepatan cahaya hanya dalam 20 hari.
EmDrive adalah teknologi pendorong dengan menggunakan radiasi elektromagnetik. Sejalan dengan Alcubierre Warp Drive—teknologi warp seperti halnya pada film startrek—teknologi ini walaupun secara teori dapat dilakukan namun masih membutuhkan waktu panjang untuk dapat benar-benar teraplikasi. Bahkan sejatinya teknologi selain pendorong roket yang paling memungkinkan dibangun dan diaplikasikan saat ini hanyalah teknologi pendorong nuklir dan solar sail.
Kesimpulan
Dalam luasnya alam semesta yang tak terbatas, muncul keingintahuan mendasar manusia untuk dapat mengeksplorasi, menjelajah dan menjawab misteri-misteri di alam semesta. salah satu misteri yang paling mendasar adalah keberadaan makhluk cerdas selain manusia. Perhitungan probability menunjukkan hasil optimis (pro alien) dan pesimis (kontra alien). Walaupun demikian hasil perhitungan diatas kertas harus dieksekusi melalui eksplorasi; to search, to contact dan to visit. Ketiganya dapat dilakukan secara pararel bersamaan. Walaupun demikian, hambatan terbesar saat ini adalah ketidakmampuan manusia untuk mengaplikasikan teori menjadi teknologi yang benar-benar teraplikasi, sehingga diharapkan terjawablah pertanyaan bahwa betapa sepinya alam semesta, jika ternyata kita benar-benar sendiri.
[divider_line]Referensi
[1] 2016 World Population Data Sheet. Population Reference Bureau.
http://www.prb.org/pdf16/prb-wpds2016-web-2016.pdf
[2] The Evolution of Galaxy Number Density at Z< 8 and its Implications. https://arxiv.org/pdf/1607.03909v2.pdf
[3] http://www.space.com/24073-how-big-is-the-universe.html
[4] Life in the Universe. http://www.hawking.org.uk/life-in-the-universe.html
[5] Marc Kaufman. Mars Up Close, Inside The Curiosity Mission. National Geographic Books. 2016
[6] http://www.nasa.gov/kepler/discoveries
[7] http://www.seti.org/drakeequation
https://en.wikipedia.org/wiki/Drake_equation
[8] A New Empirical Constraint on the Prevalence of Technological Species in the Universe, A. Frank & W.T. Sullivan
https://arxiv.org/ftp/arxiv/papers/1510/1510.08837.pdf
[9] http://breakthroughinitiatives.org
[10] http://astronomynow.com/news/n1004/20seti4/
[11] Messaging With Cost Optimized Interstellar Beacons. James, Gregory, Dominic Benford. https://arxiv.org/ftp/arxiv/papers/0810/0810.3964.pdf
http://astronomynow.com/news/n1006/08SETI/
[12] http://voyager.jpl.nasa.gov/
[13] https://en.wikipedia.org/wiki/Antimatter
[14] http://www.space.com/24306-interstellar-flight-black-hole-power.html
Tulis Komentar