Gegap gempita Gerhana Matahari Total 9 Maret 2016 mulai terasa di negeri ini. Pemberitaan yang cukup gencar di media massa jelas menarik perhatian masyarakat akan kejadian langka tapi tidak langka ini. Langka karena tidak setiap saat terjadi di Indonesia. Tapi juga tidak langka karena gerhana matahari merupakan fenomena alam yang terjadi setiap tahun. Meskipun tidak setiap tahun gerhana matahari melewati lokasi yang sama.
Peta Gerhana Matahari Total 2016. Kredit: Xavier M. Jubier
Tahun 2016 menjadi tahun yang berbeda karena seluruh Indonesia akan mengalami gerhana matahari dan jalur totalitas pun akan melintasi beberapa propinsi merentang dari Bengkulu sampai ke Maluku Utara. Masyarakat yang tinggal di area totalitas akan cukup beruntung untuk menikmati gerhana matahari total, sementara yang berada di luar jalur total selebar 155 km itu justru akan menikmati gerhana sebagian. Menarik bukan? Tak kalah heboh adalah hotel-hotel di Indonesia yang menerima pesanan kamar untuk tahun 2016. Ada apakah ini? Mengapa fenomena bernama gerhana ini begitu heboh sampai perjalanan wisata gerhana sudah disiapkan bahkan 3 tahun sebelumnya dan hotel bahkan sudah dipesan di tahun-tahun sebelumnya.
Kehebohan yang sama pernah terjadi 11 Juni 1983 kala Gerhana Matahari Total melintasi Indonesia. Kala itu para pemburu gerhana, ilmuwan dan turis juga datang ke Indonesia. Sayangnya eksotisme gerhana kala itu eksklusif jadi milik sebagaian pengamat karena masyarakat Indonesia justru dianjurkan dan diperintahkan oleh pemerintah agar tidak mengamati gerhana total. Ketakutan yang berlebihan akan dampak gerhana matahari total kala itu membuat pemerintah mengambil tindakan preventif yang justru jadi bahan lelucon di kemudian hari. Pemerintah seakan meniadakan dan menyepelekan peran para astronom yang tentunya kala itu sudah memberikan informasi bagaimana melakukan pengamatan gerhana matahari total yang baik dan benar.
Fenomena gerhana juga bukan cerita baru. Bagi masyarakat Indonesia di masa lalu ketika astronomi bahkan belum dikenal sebagai sebuah ilmu, menghilangnya Matahari diyakini sebagai bagian dari peristiwa buruk. Akibat dari masyarakat yang tidak paham, akhirnya ketakutan pun hadir. Bagaimana tidak? Matahari si lampu penerang di siang hari tiba-tiba menghilang dari langit dan tiba-tiba muncul kembali. Akhirnya diasosiasikanlah peristiwa tersebut dengan berbagai cerita. Kisah Batara Kala atau Kala Rahu yang menelan Matahari kala gerhana menjadi salah satu cerita favorit di tanah Jawa dan Bali. Kemiripan juga terjadi pada kisah Matahari ditelan suanggi atau setan di area Halmahera. Dan kemiripan lainnya dari kisah-kisah itu adalah, masyarakat harus membuat bunyi-bunyian untuk mengusir si raksasa jahat Kala Rahu maupun suanggi. Kegelapan diasosiasikan dengan hal buruk. Cerita lain dari Sulawesi Selatan mengasosiasikan ketiadaan Matahari sebagai “hukuman” dan syarat agar langit kembali terang adalah masyarakat tidak boleh memakan babi.
Di masa kini, fenomena gerhana Matahari masih menjadi kekuatiran bagi sebagian masyarakat khususnya di Indonesia, yang masih meyakini bahwa melihat gerhana akan membutakan mata mereka. Tidak salah karena melihat Matahari secara langsung berbahaya bagi mata. Tapi bukan berarti kita tidak bisa melihat dan menikmati indahnya peristiwa tersebut. Informasi yang salah dari pemerintah di tahun 1983 masih membekas dan diceritakan kembali. Padahal di sisi lain, peristiwa menghilangnya matahari oleh Bulan justru menjadi peristiwa eksotis yang diburu banyak orang. Tak hanya para astronom yang menikmati gerhana matahari total. Profesi baru lainnya bagi mereka yang hobi berburu gerhana adalah Pemburu Gerhana. Kehadiran mereka yang bahkan seringkali menjadi pemandu sebuah perjalanan wisata gerhana menjadi sisi lain dari fenomena gerhana.
Untuk tahun 2016, ketika para pemburu gerhana dan wisatawan gerhana datang ke Indonesia, sudah siapkah kita? Dan bagaimana dengan masyarakat Indonesia? Akankah di kala para pendatang dari mancanegara menikmati gerhana, masyarakat kita mengulang cerita yang sama untuk menutup rumah dan bersembunyi?
Kita tidak ingin cerita itu kembali terulang. Karena itu persiapan yang lebih baik pun dilakukan. Salah satunya dengan melakukan survei ke lokasi yang dilewati totalitas gerhana dan menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah dan kota. Sulawesi Tengah dalam hal ini kota Palu dan juga propinsi Bangka Belitung menjadi salah satu daerah tujuan wisata gerhana yang diincar para wisatawan.
Maluku Utara
Sama seperti Gerhana Matahari Cincin 2009 dan Transit Venus 2012, kali ini langitselatan juga merencanakan untuk melakukan ekspedisi pengamatan dan edukasi Gerhana matahari Total 2016. Lokasi yang dipilih berdasarkan prediksi cuaca adalah Maluku Utara yang memiliki tutupan awan lebih rendah dibanding area lainnya. Karena itu, persiapan pun dilakukan dengan melakukan survei ke Maluku Utara untuk mencari lokasi pengamatan yang terbaik. Survei dilakukan oleh tim langitselatan yang terdiri dari Ratna Satyaningsih, Ronny Syamara dan saya sendiri (Avivah -red) bekerjasama dengan Xavier Jubier seorang pemburu gerhana asal Perancis yang menggantikan Geoff Simms dari Australia. Perjalanan survei GMT 2016 ke Maluku Utara ini didukung oleh Kementrian Pariwisata lewat perjalanan Famtrip dari tanggal 4-9 April 2015.
Selama Famtrip, kami mengunjungi beberapa kota yakni Ternate, Tidore, Sofifi, Maba, Buli, Kao dan Jailolo. Tujuannya selain mencari lokasi pengamatan yang terbaik, juga untuk membangun kerjasama dengan pemerintah daerah dan kota.
Selama perjalanan, kami juga berkesempatan untuk menikmati Gerhana Bulan Total dari kota Sofifi, Ibukota Maluku Utara. Sofifi merupakan kota yang sepi untuk ukuran sebuah ibukota propinsi. Dan meskipun Sofifi bukan incaran para pemburu gerhana, namun penting bagi pemerintah daerah untuk mengadakan pengamatan di Sofifi untuk memperkenalkan Maluku Utara kepada dunia.
Setiap lokasi yang dikunjungi memiliki keunikan yang berbeda. Dari seluruh lokasi, Maba merupakan lokasi paling ideal karena berada dalam lintasan garis tengah gerhana. Di Maba para pengamat akan bisa menikmati gerhana matahari total paling lama yakni 3 menit 17 detik. Lokasi berikutnya yang juga menjadi pilihan ideal adalah Buli dengan perbedaan waktu totalitas sekitar 9-10 detik lebih cepat. Kedua lokasi ini ideal karena langitnya yang sangat cerah dengan cakupan awan yang lebih rendah dibanding area lainnya. Selain itu lokasi kedua kota yang berhadapan dengan lautan di arah timur menjadikan pengamatan ke arah Matahari terbit tidak akan terhalang apapun. Gerhana Matahari Total yang akan dimulai pada pukul 08.27 WIT memberi keuntungan tersendiri karena Matahari sudah berada pada ketinggian lebih dari 30º di atas horison.
Akan tetapi, akses menuju Buli dan Maba tidak mudah dan cukup panjang jika melakukan perjalanan darat. Jalan trans Haltim yang rusak di beberapa lokasi serta jalur Buli – Maba yang jalanannya rusak menjadi catatan penting jika membawa instrumentasi. Perjalanan lewat udara dapat ditempuh sekali sehari dari Ternate – Buli selama 20 menit. Akan tetapi kapasitas pesawat yang kecil menjadi keterbatasan lain dalam membawa instrumentasi. Penggunaan pesawat cargo menjadi alternatif lain untuk mengirimkan peralatan ke area tersebut.
Tapi pengamatan dari Maba dan Buli akan memberi kepuasan tersendiri. Bukan hanya eksotisnya totalitas gerhana yang bisa diperoleh melainkan juga eksotisme Halmahera Timur dengan pantainya yang berhadapan langsung dengan lautan Pasifik. Lokasi lainnya yang juga direkomendasikan adalah Pulau Plun atau Pulau Tengah yang dihuni oleh Burung Maleo dan Kelelawar. Lokasi tujuan wisata di Halmahera Timur ini bisa menjadi pilihan untuk pengamatan sekaligus liburan.
Lokasi lainnya yang juga menarik bagi para pemburu gerhana adalah area batas utara gerhana matahari total. Di batas utara, para pengamat hanya akan mengalami gerhana matahari total selama kurang dari 1 menit. Akan tetapi, bagi mereka yang mengejar lebih banyak manik-manik Bailey, tentunya akan mengarah ke area tersebut. Di batas utara GMT, ada kota Kao dan Jailolo. Di Kao, lokasi bandara Kuabang bisa menjadi pilihan bagi para pengamat.
Kota lainnya adalah Jailolo, ibukota Halmahera Barat. Dalam pertemuan kami dengan Pemerintah Kota Jailolo, ada 2 lokasi yang akan dipersiapkan sebagai lokasi pengamatan yakni di Taman Festival Jailolo dan di lapangan Sasadu Lamo. Lokasi di Lapangan Sasadu Lamo ini menarik karena berada 1 km dari batas utara totalitas gerhana. Dari semua kota di Halmahera yang kami kunjungi, Jailolo merupakan area yang cukup siap menerima para pelancong. Berbagai fasilitas umum juga sedang dibangun terutama untuk Festival Teluk Jailolo yang merupakan festival tahunan yang dilaksanakan di kota ini. Selain pengamatan, Jailolo memiliki potensi wisata yang sangat menarik untuk dikunjungi termasuk untuk melakukan diving dan snorkeling. Akses ke Jailolo juga cukup mudah dari Ternate.
Pilihan terbaik lainnya untuk pengamatan Gerhana Matahari Total adalah kota Ternate dan Tidore juga pulau Mare, Moti dan Makian. Garis tengah totalitas akan melintas di antara Pulau Moti dan Makian. Meskipun Ternate hanya akan menikmati totalitas selama 2 menit 41 detik. Dari seluruh area di Maluku Utara, Ternate tentunya merupakan area yang aksesnya paling mudah, karena tersedia penerbangan langsung ke kota ini. Perjalanan ke pulau-pulau lainnya dari Ternate harus menggunakan kapal cepat. Dan jika ada maka bisa menggunakan penerbangan perintis. Penginapan di Ternate juga relatif lebih mudah dan meskipun terbatas. Meskipun demikian tutupan awan di Ternate lebih tinggi dibanding di Halmahera. Karena itu pengamatan di Ternate, Tidore, Mare, Moti dan Makian sebaiknya di arah timur-tenggara.Lokasi wisata di Ternate juga menarik untuk dikunjungi.
Selama di Maluku Utara, kami juga mengadakan pertemuan dengan pemerintah lokal untuk bekerjasama melakukan pendidikan terkait pengamatan gerhana yang benar untuk masyarakat. Edukasi ke masyarakat akan dilaksanakan sebelum gerhana dan akan melibatkan dinas pendidikan dan dinas kesehatan untuk menyebarkan informasi tentang gerhana. Pendidikan ke masyarakat sangat penting agar di hari H, masyarakat di Maluku Utara juga dapat menikmati eksotisme gerhana matahari total. Selain itu, edukasi ke sekolah juga dapat menjadi pintu masuk informasi ke keluarga dan masyarakat yang lebih luas. Tak hanya itu, gerhana matahari total bisa menjadi potensi bagi siswa untuk belajar melakukan karya ilmiah.
Kurang dari setahun GMT 2016 akan melintasi Indonesia. Ada banyak PR sekaligus kesempatan bagi kita semua untuk berbenah mempersiapkan diri sekaligus juga mempersiapkan masyarakat Indonesia untuk menyambut gerhana ini. Edukasi dan penyebaran informasi yang tepat sasaran sangat diperlukan. Selain itu yang paling penting adalah kolaborasi semua pihak, tidak hanya astronom dan astronom amatir tapi juga dengan pemerintah dan seluruh instansi terkait. Karena itulah telah dibentuk Panitia Nasional GMT 2016 untuk koordinasi pengamatan Gerhana Mahatari Total 2016.
Selamat bekerja semuanya!
[divider_line] Catatan Perjalanan Survey GMT 2016:Menuju Maluku Utara
Gerhana Bulan Total di Langit Sofifi
Maba, Kota di Timur Jalur Totalitas
Kisah Sehari di Buli
Berburu Bayangan di Kao
Kemilau Jailolo di Batas Utara Gerhana
Berburu Matahari di Ternate-Tidore
Tulis Komentar