fbpx
langitselatan
Beranda » Kala Mereka Begitu Dekat

Kala Mereka Begitu Dekat

Invasi benda asing! Itu kesan pertama yang terlintas saat mencermati daftar benda–benda asing yang sedang hadir di dekat Bumi dari NASA akhir–akhir ini.

Tapi… jangan keburu heboh dulu. Bukan, bukan, ini tidak terkait dengan kehebohan yang sedang membumbung tinggi di Sleman, Bantul (keduanya di DIY) dan Magelang (Jawa Tengah) seiring munculnya pola–pola lingkaran anomalik di lahan persawahan. Benda asing itu adalah asteroid, salah satu anggota minor Tata Surya kita. Lebih khusus lagi adalah asteroid dekat Bumi yang memiliki potensi bahaya atau PHA (potentially hazardous asteroids), yang didefinisikan sebagai asteroid dengan diameter minimal 100 meter yang melintas dalam jarak lebih kecil dibanding 0,05 SA (195,3 kali lipat jarak rata–rata Bumi ke Bulan).

Pelacakan PHA merupakan program ambisius NASA seiring tumbuhnya kesadaran rentannnya kehidupan di Bumi terhadap hantaman benda–benda langit minor sebagaimana terekam dalam sejarah geologinya sepanjang 500 juta tahun terakhir. Kesadaran tersebut diterjemahkan dengan pembentukan Near–Earth Program Office di bawah naungan Jet Propulsion Laboratory serta pembiayaan program–program pelacakan benda langit (komet maupun asteroid) dekat Bumi secara otomatis seperti LINEAR, NEAT, LONEOS, Spacewatch, Catalina Sky Survey dan Siding Spring Survey. Hingga 7 Februari 2011 telah tercatat 1.193 buah PHA dalam katalog tanpa satupun yang berpotensi bertumbukan dengan Bumi (atau memiliki skala Torino 0)

Nah, meski tahun 2011 baru saja berjalan, sejumlah PHA yang baru saja ditemukan dalam tahun ini telah tercatat dalam katalog. Yang mengejutkan, dari daftar baru tersebut ada empat buah asteroid yang melintas dalam jarak sedemikian dekat dengan Bumi sehingga lebih dekat dibanding Bulan, bahkan satu diantaranya melintas sangat dekat hingga di bawah ketinggian orbit satelit–satelit Navstar GPS (Global Positioning System). Keempat asteroid tersebut masing–masing adalah: asteroid 2011 AN52 yang melintas 319.000 km dari Bumi atau hanya 83 % jarak rata–rata Bumi–Bulan pada 18 Januari 2011 pukul 06:20 WIB, asteroid 2011 BY 10 yang melintas 358.000 km dari Bumi atau hanya 93 % jarak rata–rata Bumi–Bulan pada 20 Januari 2011 pukul 15:18 WIB, asteroid 2011 BW 11 yang melintas 117.000 km dari Bumi atau hanya 30 % jarak rata–rata Bumi–Bulan pada 25 Januari 2011 pukul 13:21 WIB dan asteroid 2011 CQ1. Seluruh asteroid itu merupakan bagian dari asteroid kelas–Apollo atau asteroid pelintas orbit Bumi, yang orbitnya memiliki perihelion lebih dekat ke Matahari dibanding orbit Bumi dan sebaliknya aphelionnya lebih jauh. Seluruhnya tergolong asteroid sangat kecil dengan diameter ~10 meter kecuali 2011 CQ1.

Asteroid 2011 CQ1 yang diabadikan Sostero & Guido (pos pengamatan Tzec Maun New Mexico), sebagai hasil stacking 20 citra yang masing–masing berdurasi 10 detik. Inilah asteroid pelintas terdekat Bumi sepanjang sejarah. Kredit : Remanzacco Observatory

Asteroid 2011 CQ1 adalah fokus perhatian. Inilah asteroid terkecil dalam katalog dan mencetak rekor baru sebagai asteroid pelintas terdekat Bumi dengan jarak pendekatan hanya 11.858 km dari pusat Bumi (5.480 km dari permukaan rata–rata air laut) atau hanya 3 % jarak rata–rata Bumi–Bulan.  Asteroid ini ditemukan program Catalina Sky Survey oleh astronom R.A. Kowalski yang mendeteksi asteroid ini untuk pertama kalinya lewat teleskop Schmidt 68 cm + CCD sebagai titik cahaya amat redup dengan magnitudo visual ~19 dan magnitudo absolut 32 sehingga memiliki garis tengah ~1 meter, 14 jam sebelum mencapai jarak terdekatnya ke Bumi. Enam jam kemudian Giovanni Sostero dan Ernesto Guido dari pos pengamatan Tzec Maun (New Mexico, AS) mengonfirmasi penemuan ini lewat bidikan teleskop pemantul 35 cm (f/3,8) + CCD.

Baca juga:  OSIRIS-REx: Sang Pemburu Asteroid

Asteroid 2011 CQ1 melintas dalam ketinggian hanya 5.480 km di atas permukaan Samudera Pasifik bagian selatan pada Sabtu dinihari 5 Februari 2011 pukul 02:38 WIB dengan kecepatan relatif 9,69 km/detik. Andaikata asteroid ini tepat mengarah ke Bumi, maka dengan estimasi massa 10,47 ton (diasumsikan densitasnya 2,5 gram/cm3 atau setara dengan batuan beku di Bumi) ia akan memasuki atmosfer Bumi dengan energi kinetik inisial 0,12 kiloton TNT atau setara dengan 0,6 % energi bom Hiroshima. Secara teoritis energi ini sangat kecil dan sanggup diatasi atmosfer Bumi sehingga masuknya 2011 CQ1 hanya akan nampak sebagai kilatan cemerlang diiringi dentuman (bolide) jauh di ketinggian atmosfer tanpa sempat menyentuh permukaan Bumi. Beberapa pecahan kecil produk fragmentasi brutal di ketinggian atmosfer mungkin akan selamat menembus lapisan udara yang lebih padat dan mendarat di permukaan Bumi sebagai meteorit, seperti yang pernah terjadi pada 8 Oktober 2008 saat asteroid 2008 TC3 (juga berdiameter ~1 meter) memasuki atmosfer Bumi dan meledak di atas perbatasan Mesir–Sudan dan memproduksi meteorit Almahata Sitta.

Peta permukaan Bumi yang bisa melihat transit asteroid 2011 CQ1 dengan Matahari. Kredit: Projectpluto.com

Asteroid 2011 CQ1 semula beredar mengelilingi Matahari secara prograde dalam orbit lonjong yang memiliki perihelion 0,91 SA, aphelion 1,35 SA, inklinasi 1,07° dan periode 1,2 tahun. Perihelion dicapainya pada 12 Januari 2010. Namun sebagai konsekuensi dari kejadian 5 Februari 2011 ini, gravitasi Bumi membelokkan lintasannya 60° dari semula sehingga orbit 2011 CQ pun berubah, dari yang semula tergolong asteroid kelas Apollo menjadi asteroid kelas Aten karena seluruh orbitnya kini lebih dekat ke Matahari dibanding orbit Bumi.

Mendekatnya 2011 CQ1 ke Bumi juga menyajikan situasi langka: transit asteroid. Ini adalah kondisi dimana asteroid 2011 CQ1 menempati garis syzygy Bumi–Matahari, sehingga asteroid nampak melintas di depan cakram Matahari. Namun karena diameter sudut 2011 CQ1 amatlah kecil yakni hanya 0,05” dibanding Matahari yang 1.800”, maka yang terlihat hanyalah bintik hitam amat kecil menyusuri cakram Matahari. Transit berlangsung pada 5 Februari 2011 pukul 02:57–03:36 WIB dengan titik kontak awal terjadi di Pulau Enewetak (Samoa AS, Pasifik Barat) dan terus menyusur ke selatan hingga mencapai puncaknya saat terlihat dari Pulau Pitcairn (Polinesia Perancis, Pasifik Selatan) dan berakhir di Atlantik selatan lepas pantai Brazil setelah melintasi Peru dan Brazil.

Tak ada potensi bahaya dari asteroid 2011 CQ1 ini. Namun keberhasilan pendeteksiannya menyajikan fakta lain: kemampuan sistem–sistem pelacakan benda langit asing yang berdekatan dengan Bumi. Kini sistem–sistem tersebut berkemampuan melacak benda langitdengan magnitude ~19 alias 100 kali lebih redup dibanding Pluto. Sistem–sistem tersebut pun berkemampuan mendeteksi benda langit dekat ataupun bahkan yang berpotensi menumbuk Bumi (seperti kasus asteroid 2008 TC3) beberapa belas jam sebelum puncak pendekatan (atau tumbukan) terjadi. Inilah nilai penting keberhasilan deteksi 2011 CQ1, sebagai sebuah test case deteksi PHA yang ukurannya lebih besar sehingga menyediakan jendela waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri lebih baik. Logikanya, ketika mendekati Bumi maka semakin besar asteroidnya (yang artinya semakin menakutkan bagi manusia), semakin panjang jeda waktu yang disodorkannya dari saat awal terdeteksi hingga potensi tumbukan terjadi. Ini sangat penting guna mempersiapkan diri sebab sangat banyak PHA berdiameter > 1 km yang tercatat dalam katalog, padahal hantaman asteroid setaraf ini mampu menghasilkan kerusakan lingkungan berskala global di Bumi.

Baca juga:  Foto 3D Nebula Elang

Muh. Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang suka menatap bintang dan terus berusaha mencoba menjadi komunikator sains. Saat ini aktif di Badan Hisab dan Rukyat Nasional Kementerian Agama Republik Indonesia. Juga aktif berkecimpung dalam Lembaga Falakiyah dan ketua tim ahli Badan Hisab dan Rukyat Daerah (BHRD) Kebumen, Jawa Tengah. Aktif pula di Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Falak Rukyatul Hilal Indonesia (LP2IF RHI), klub astronomi Jogja Astro Club dan konsorsium International Crescent Observations Project (ICOP). Juga sedang menjalankan tugas sebagai Badan Pengelola Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong dan Komite Tanggap Bencana Alam Kebumen.

6 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini

  • Sampai saat ini saya masih belum paham dengan deformasi gaya dari untaian batuan sabuk asteroid, memang sempet terfikir untuk coba membuat simulasi dengan komputer.

    Apa yang membuat mereka tertahan disitu ?
    Apa yang membuat sebagian dari mereka meluncur ke orbit Bumi ? dan sebagian lagi melesat ke Orbit Planet Luar ?

    Memang sempat terfikir olehku ASTERIOD Adalah bagian dari SYSTEM SELF DISTUCTIONS dari TATA SURYA, atau Bagian dari SYSTEM MEKANISME KIAMAT, yang memang sengaja ALLAH buat.

    Sempat juga terfikir ASTEROID adalah bagian dari FILTER Ragam Radiasi dan MODE REDUKS KESEIMBANGAN dari Ragam gaya ( PUSH and PULL ) antar Planet.

    Bagaimana dengan Penulis ?

    Salam dan Terima kasih

    • Mereka tertahan di situ (di kawasan Sabuk Asteroid Utama yang ada di antara orbit Mars dan Jupiter) karena memang mereka terbentuk di situ. Jupiter kemudian menjadi faktor utama yang mempengaruhi dinamika mereka, disusul dengan Mars.

      Faktor yang mendukung stabilitas orbit asteroid ada 3: bentuk orbitnya (khususnya inklinasi dan eksentrisitasnya), interaksinya dengan sesama asteroid (bertabrakan atau tidak) dan pengaruh Jupiter. Jika asteroidnya punya inklinasi rendah dan eksenstrisitas kecil, mereka gak kemana-mana. Pun juga jika jarang bertabrakan antar sesamanya. Faktor terakhir, mereka sempat lewat celah Kirkwood apa tidak? Jika sempat lewat, gravitai Jupiter akan melemparkannya jauh-jauh entah ke tata surya bagian dalam ataupun luar.

      Sulit untuk memahami asteroid sebagai filter radiasi karena kerapatannya pers atuan luas tidak ajekdan ini tidak koinsidens dengan intenitas radiasi di Bumi, yang naik turunnya lebih dipengaruhi aktivitas Matahari. Demikian juga sebagai reduks keseimbangan. Reduks keseimbangan justru ya sistem planet itu sendiri, dimana msing-masing planet saling mengunci satu sama lain dan menyetabilkan orbitnya. Sementara asteroid, dengan massanya yang amat kecil, tidak banyak memberikan pengaruh

  • ok trima kasih banyak atas infonya,

    kalau dengan akumulasi masa asteroid ? sebab bila diproyeksikan diameter / pcs x lebar orbit x keliling orbit sepertinya masanya sangat besar juga.

    trims

    • Nggak juga. Massa obyek dalam sabuk asteroid, bila diakumulasikan, tidak lebih besar dibanding massa Bulan satelit Bumi ikita. Satu estimasi bahkan menyebut total massa asteroid di kawasan itu sekitar 25 % massa Bulan.

      Jadi daris egi massanya sebenarnya tergolong kecil, sehingga jika didistribusikan ke dalam kawasan orbitnya, massa per satuan volumnya (alias densitasnya) pun kecil. Dari sini sulit untuk menganggapnya sebagai filter fisisi, entah untuk radiasi atau apa.

      Faktor utama yang membentuk populasi sabuk asteroid adalah Jupiter. Jika Jupiter tak ada, asteroid2 di akwasan ini sudah lenyap bergentayangan kemana-mana sejak lama

  • [Quote]”Faktor utama yang membentuk populasi sabuk asteroid adalah Jupiter. Jika Jupiter tak ada, asteroid2 di kawasan ini sudah lenyap bergentayangan kemana-mana sejak lama[/Quote]

    jadi seperti itu yah, menakutkan juga kalo jupiter tidak ada lagi yah . .