fbpx
langitselatan
Beranda » Menguak Rahasia Cincin Gas di Leo

Menguak Rahasia Cincin Gas di Leo

Menyingkap misteri di alam semesta memang tak kan pernah selesai. Namun setiap ada satu cerita yang terkuak, selalu saja ada cerita menarik di dalamnya. Kali ini tim peneliti internasional berhasil mengungkap asal muasal cincin gas raksasa yang ada di grup Leo.

Cincin di grup lokal Leo. kredit :CFHT/Astron - P.A. Duc

Grup Leo merupakan salah satu grup lokal yang berisi galaksi-galaksi, di antaranya adalah Bima Sakti. Grup galaksi lokal biasanya juga terdiri memiliki lebih dari 30 galaksi termasuk di dalamnya galaksi katai.

Gas Purba
Dengan menggunakan Canada-France-Hawaii Telescope, para peneliti berhasil mendeteksi tanda tangan optik cincin yang ternyata memiliki kaitan dengan area pembentukan bintang. Nah, pengamatan ini sekaligus juga mengesampingkan asal usul gas yang berasal dari galaksi. Dari hasil simulasi numerik, skenario pembentukan cincin bisa diketahui yakni dari tabrakan antar dua galaksi yang terjadi lebih dari 1 milyar tahun lalu.
Dalam teori pembentukan galaksi yang ada saat ini, akresi gas primordial merupakan proses kunci pada tahap awal pertumbuhan galaksi. Gas primordial aka gas purba memiliki 2 ciri utama yakni, gas purba tak pernah berdiam di galaksi manapun, dan ia juga tidak memenuhi kondisi yang dibutuhkan untuk membentuk bintang. Pertanyaannya apakah proses akresi seperti ini masih terjadi pada galaksi dekat?

Untuk menjawabnya dilakukan survei pada area langit yang cukup besar agar bisa mendeteksi gas primordial.

Cincin Raksasa di Leo
Cincin Leo, sebuah cincin raksasa yang terbentuk dari gas dingin dan membentang selebar 650000 tahun cahaya mengelilingi galaksi-galaksi yang ada di grup Leo. Cincin ini merupakan awan dan gas antar galaktik yang misterius sekaligus dramatik. Bahkan semenjak penemuannya di era 80-an, asal usul dan sifat-sifat alaminya masih saja diperdebatkan.

Akan tetapi, studi yang dilakukan pada kelimpahan logam di dalam gas justru menunjukkan kalau cincin tersebut ternyata terbentuk dari gas primordial. Untuk mempelajari gas yang ada disana, para peneliti menggunakan kamera MegaCam yang sangat sensitif yang dipasang pada Canada-France-Hawaii Telescope.

Berkat sensitivitas alat tersebut, mereka bisa mengamati rekan dan jejak optik lainnya dari area paling rapat di cincin dalam cahaya tampak bukannya gelombang radio. Cahaya yang dipancarkan oleh bintang muda masif mengarahkan pada fakta kalau cincin gas tersebut memiliki kemampuan untuk membentuk bintang.

Cincin gas dan bintang disekeliling galaksi juga memberi petunjuk keberadaan cincin yang lain. Sebuah cincin yang dikenal sebagai cincin hasil tabrakan, terbentuk saat dua buah galaksi saling bertabrakan. Contoh cincin tersebut bisa dilihat di galaksi Cartwheel. Nah, dengan penemuan cncin hasil tabrakan tersebut, apakah lantas cincin di Leo juga merupakan cincin yang berasal dari hasil tabrakan juga ?

Untuk mengetahui jawabannya, maka dilakukan simulasi numerik yang bisa memberi demonstrasi dan gambaran tentang sang cincin di Leo tersebut. Hasilnya, cincin ini memang berasal dari tabrakan raksasa dua galaksi lebih dari 38 juta tahun cahaya yang lalu. Pada saat terjadinya tabrakan, piringan gas salah satu galaksi tertiup ke luar dan kemudian membentuk cincin di luar galaksi. Hasil simulasi lanjut juga berhasil mengidentifikasi kedua galaksi yang bertabrakan itu yakni NGC 3384, salah satu galaksi ang berada di pusat grup Leo dan M96, galaksi spiral masif yang berada di batas luar grup. Dan tak hanya itu. Waktu tabrakannya pun berhasil diprediksi yakni lebih dari 1 milyar tahun lalu.

Baca juga:  Lubang Hitam di Galaksi NGC 300

Yang pasti gas di Leo ini bukanlah gas primordial dan masih terus dilakukan pencarian gas primordial tersebut.

Sumber : Canada-France-Hawaii Telescope.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

2 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini