Kabar gembira! Betelgeuse belum akan meledak. Bintang Betelgeuse menerang di langit malam dan secara perlahan akan kembali pada kecerlangannya.
Jadi, berhentilah berharap. Tidak akan ada bintang seterang bulan di malam hari. Setidaknya sampai 100.000 tahun lagi saat Betelgeuse meledak.
Setelah sempat meredup sampai 1,6 magnitudo pada periode 7 – 13 Februari, Betelgeuse menerang kembali sejak 18 Februari. Memang belum seterang biasanya yakni 0,5 magnitudo. Tapi, perlahan-lahan cahaya Betelgeuse menerang dengan kecerlangan 1,5 magnitudo.
Bintang Alpha Orionis yang berada 650 tahun cahaya dari Bumi ini memang sempat mengagetkan para pengamat ketika cahayanya meredup drastis sampai 1,6 magnitudo dan suhunya pun turun 100 ºC. Tak pelak muncul spekulasi peredupan ini terkait dengan masa pra-supernova saat bintang massa besar menuju fase terakhir hidupnya yakni meledak.
Tapi, tentu saja ide itu hanya sebatas spekulasi. Berdasarkan teori, Betelgeuse masih butuh waktu sekitar 100 milenium lagi untuk meledak. Ya, spekulasi seperti ini tentu menarik. Tapi lebih menarik lagi adalah memahami mengapa dan bagaimana Betelgeuse meredup. Dan apa yang terjadi jika Alpha Orionis ini terus meredup dan tak pernah terang kembali? Bagaimana dan mengapa tentu jadi pertanyaan yang dicari jawabannya. Tentu saja bukan dengan spekulasi tapi pengamatan.
Fakta bahwa Betelgeuse merupakan bintang variabel yang kecerlangannya berubah-ubah sudah diketahui sejak dahulu. Bintang ini berdenyut. Mengembang dan mengerut secara berkala. Akibatnya, terjadi perubahan kecerlangan. Bintang ini jadi lebih terang saat mengembang, dan meredup ketika mengerut. Siklus peredupan ini terjadi setiap kisaran 425 hari dan siklus lainnya terjadi setiap 6 tahun.
Peristiwa peredupan pada Betelgeuse bukan sesuatu yang terjadi tiba-tiba. Ini peristiwa berkala. Nah, yang jadi perhatian memang sejak beberapa bulan lalu, peredupan itu cukup ekstrim. Kalau biasanya peredupannya hanya sampai 1,2-1,3 magnitudo, kali ini Betelgeuse mencapai 1,6 magnitudo atau meredup 35%.
Untuk memahami apa yang terjadi, para astronom memotret bintang Alpha Orionis ini. Hasilnya, sebagian permukaan Betelgeuse meredup sementara sebagian lagi tetap terang. Para astronom menduga peredupan itu terjadi karena pendinginan permukaan akibat aktivitas bintang dan lontaran debu yang menghalangi cahaya untuk lolos. Pada saat foto tersebut diambil, kecerlangan Betelgeuse 1,3 magnitudo.
Periode itu sudah berakhir. Setelah mengalami peredupan sejak Oktober 2019, Betelgeuse perlahan-lahan kembali menerang. Berita ini disampaikan kembali oleh Edward Guinan pada tanggal 22 Februari. Perubahan itu memang tampaknya belum signifikan karena Betelgeuse baru menerang dari 1,6 magnitudo ke 1,5 magnitudo. Akan tetapi, perubahan ini menjadi indikasi berakhirnya siklus peredupan pada Betelgeuse. Dan ini selaras dengan kala waktu perubahan kecerlangan Betelgeuse yang berkisar antara 420-430 hari.
Itu artinya, Betelgeuse hanya menjadi bintang variabel yang berdenyut dan cahayanya berubah secara berkala.
Tidak akan ada supernova.
Sekilas Evolusi Betelgeuse
Betelgeuse, si bintang maharaksasa merah masih butuh waktu cukup panjang untuk kala hidup manusia sampai ia mengakhiri hidupnya sendiri.
Sama seperti bintang lainnya, Betelgeuse yang massa awalnya sekitar 20 massa Matahari memulai kehidupannya dengan membakar hidrogen jadi helium dalam beberapa juta tahun. Ketika hidrogen habis dan inti bintang tersusun oleh helium, reaksi pembakaran yang terjadi mengubah helium menjadi karbon.
Selama proses pembakaran helium, bintang membubuskan lapisan teratasnya dan mengembang menjadi bintang maharaksasa merah dengan ukuran 600 kali Matahari. Saat berada pada tahap maharaksasa merah, bintang justru mengalami penurunan temperatur sehingga bintang jadi berwarna merah. Proses ini berlangsung sekitar 100.000 tahun.
Betelgeuse sedang berada pada tahap maharaksasa merah, dan diduga, fluktuasi kecerlangan terjadi akibat aktivitas bintang. Aktivitas itu melibatkan penghantaran plasma panas dari inti ke permukaan bintang.
Penghantaran tersebut berlangsung secara konveksi, dan saat plasma panas yang berasal dari inti bergerak ke permukaan, terbentuk juga medan magnet. Saat mencapai permukaan, plasma panas ini akan mendingin dan tenggelam kembali ke dalam bintang, meninggalkan jejak area yang lebih gelap. Sedangkan jejak plasma panas yang baru muncul ke permukaan akan tampak terang. Pola tersebut tampak seperti struktur sel yang dikenal sebagai granula.
Pada Matahari, granula yang terbentuk bisa seukuran pulau Kalimantan. Pada Betelgeuse, granulanya hampir seukuran bintang. Akibatnya pola gelap ketika plasma mendingin bisa sangat besar dan mengubah kecerlangan bintang dengan sangat ekstrim. Ketika plasma itu kembali tenggelam, bintang pun kembali menerang.
Selain itu, pada lapisan atmosfer teratas bintang, terbentuk juga butiran debu aluminium oksida (Al2O3) dan magnesium silkat (Mg2SiO4) yang menyerap cahaya bintang dan tampak kabur dalam cahaya tampak. Gelombang kejut yang dihasilkan pada atmosfer bintang bisa membubuskan materi ini di sekeliling bintang dan menyebabkan cahaya terhalangi. Jika ada awan debu tersebut yang menyelubungi Betelgeuse, maka bisa diduga kalau bintang ini akan mengalami peredupan yang signifikan.
Untuk sampai pada akhir hidupnya, Betelgeuse masih harus melewati beberapa proses lagi. Saat helium yang ada di inti saat ini terbakar menjadi karbon, inti akan mengerut dan panas. Akibatnya, reaksi pembakaran karbon berlangsung menghasilkan inti besi, neon, dan elemen berat lainnya hanya dalam 1000 tahun. Neon yang dihasilkan kemudian mengalami pembakaran menjadi oksigen dalam satu tahun, dan reaksi fusi oksigen pada akhirnya menghasilkan silikon hanya dalam satu hari. Pada saat ini, inti sangat panas dengan tekanan yang sangat tinggi. Akhirnya, terjadi kerutuhan inti dengan bagian luar bintang terlontar dalam ledakan Supernova tipe II.
Begitulah akhir kisah Betelgeuse kelak. Untuk saat ini, Bintang Betelgeuse masih tetap bintang variabel yang kecerlangannya berubah-ubah di bahu Oron, Sang Pemburu.
3 komentar