fbpx
langitselatan
Beranda » Misteri Betelgeuse: Wajah Setengah Redup

Misteri Betelgeuse: Wajah Setengah Redup

Betelgeuse! Bintang maharaksasa merah ini tidak hanya meredup tapi juga berubah bentuk. Inilah yang tampak dalam foto terbaru Betelgeuse yang dipotret VLT.

Penampakan Betelgeuse yang ditangkap kamera SPHERE pada VLT. Kredit: ESO/M. Montargès et al.
Penampakan Betelgeuse yang ditangkap kamera SPHERE pada VLT. Kredit: ESO/M. Montargès et al.

Saat ini kecerlangan Btelegeuse sudah mencapai 1,6 magnitudo dari 0,5 magnitudo. Betelgeuse yang tadinya menempati urutan ke-11 bintang paling terang, harus turun ke peringkat ke-24. Tak pelak, peredupan ini memunculkan berbagai spekulasi. Dan tentu saja harapan untuk menjadi saksi akhir hidup Betelgeuse memunculkan pertanyaan, akankah Betelgeuse meledak?

Jawabannya masih sama. Sepertinya tidak. Kita belum akan menjadi saksi menghilangnya bintang maharaksasa merah di bahu Orion sang Pemburu. Perkiraan terbaik, Betelgeuse baru akan meledak sekitar 100.000 tahun lagi.

Sebagai bintang variabel, variasi kecerlangan Betelgeuse memang tidak terelakkan. Bintang ini berdenyut. Mengembang dan mengerut secara berkala. Akibatnya, terjadi perubahan kecerlangan. Bintang ini memiliki 2 kali siklus peredupan yakni 425 hari dan 6 tahun. Diduga, peredupan yang tajam pada akhir tahun 2019 sampai awal 2020 ini karena kedua siklus terjadi bersamaan.

Untuk memahami apa yang terjadi pada Betelgeuse, para astronom mengarahkan Very Large Telescope yang dilengkapi kamera SPHERE resolusi tinggi untuk mengamati bintang ini. Hasilnya, kamera SPHERE berhasil memotret Betelgeuse dan memperlihatkan kecerlangan serta bentuk bintang yang jaraknya 650 tahun cahaya tersebut!

Setengah Redup Setengah Terang

Perbandingan Betelgeuse saat dipotret Januari 2019 dan Desember 2019. Kredit: ESO/M. Montargès et al.
Perbandingan Betelgeuse saat dipotret Januari 2019 dan Desember 2019. Kredit: ESO/M. Montargès et al.

Dalam foto yang dipotret oleh tim yang dipimpin Miguel Montargès dari KU Leuven, Belgia, Betelgeuse tampak setengah redup, Jadi jika dilihat pada foto, bagian atas Betelgeuse masih terang, tapi bagian bawahnya justru meredup. Rupanya peredupan Betelgeuse yang kita amati itu terjadi karena sebagian dari bintang ini meredup.

Ada dua hipotesis mengapa terjadi perubahan pada kecerlangan dan bentuk Btelegeuse. Tapi yang pasti, supernova bukan salah satunya. Dua skenario yang menyebabkan perubahan ini adalah pendinginan permukaan akibat aktivitas bintang, dan yang kedua, lontaran debu ke arah pengamat.

Ilustrasi zona konveksi pada bintang serupa Matahari dan Raksasa Merah. Kredit: ESO
Ilustrasi zona konveksi pada bintang serupa Matahari dan Raksasa Merah. Kredit: ESO

Pada bintang maharaksasa merah, lapisan konveksinya jauh lebih dalam dibandingkan saat bintang masih di deret utama. Cakupannya dari permukaan sampai lebih dari setengah perjalanan menuju inti. Saat penghantaran energi dari inti ke permukaan melalui zona konveksi, plasma panas yang bergerak membentuk medan magnet yang kemudian saling membelit dan menginterferensi proses konveksi yang sedang terjadi.

Saat mencapai permukaan, plasma panas ini akan mendingin dan tenggelam kembali ke dalam bintang, meninggalkan jejak area yang lebih gelap. Akan tetapi, saat akan tenggelam, plasma mengalami masalah karena medan magnetiknya. Akibatnya, terbentuklah area dingin dan sangat gelap di permukaan bintang. Area yang dikenal sebagai bintik bintang. Pada Matahari, bintik ini dikenal sebagai bintik Matahari.

Bintik Matahari itu termasuk cukup kecil meskipun pada umumnya seukuran Bumi dan bahkan jauh lebih besar dari Bumi. Nah, bintik Betelgeuse jauh lebih besar dan bisa mencakup area permukaan yang cukup besar. Diduga, bagian redup pada foto merupakan area dingin dan gelap tersebut.

Baca juga:  Kala Bintang Betelgeuse Menerang di Langit Malam

Hal ini bisa diketahui juga dari perubahan temperatur Betelgeuse. Bintang ini memang mengalami penurunan temperatur rata-rata sebesar 100º. Memang tampaknya kecil untuk ukuran bintang yang temperaturnya 3300 ºC, tapi perlu diingat itu adalah penurunan rerata temperatur seluruh permukaan. Ketika temperatur turun, maka cahaya yang dipancarkan pun lebih sedikit sehingga kecerlangan pun meredup.

Perlu diingat, ada bintik Betelgeuse yang mencakup area yang cukup besar. Itu artinya cakupan area permukaan yang memancarkan cahaya pun jadi lebih kecil. Dan tentu saja, kecerlangan Betelgeuse pun meredup!

Debu Yang Menyelimuti

Betelgeuse bulan Desember 2019 dipotret oleh Kamera VISIR pada VLT. Kredit: ESO/P. Kervella/M. Montargès et al., Acknowledgement: Eric Pantin
Betelgeuse bulan Desember 2019 dipotret oleh Kamera VISIR pada VLT. Kredit: ESO/P. Kervella/M. Montargès et al., Acknowledgement: Eric Pantin

Ada citra lain yang dipotret oleh kamera VISIR pada VLT. Citra ini diperoleh dari cahaya inframerah yang dipancarkan oleh debu di sekeliling Betelgeuse pada bulan Desember 2019. Awan debu yang dilihat oleh kemera VISIR terbentuk dari debu yang dilontarkan oleh bintang ke angkasa. Pada tahun 2011, Betelgeuse yang diselubungi awan gas dan debu juga pernah dipotret oleh VLT.

Seperti halnya Matahari, bintang Betelgeuse juga mebubuskan angin bintang yang mengandung debu. Para astronom menduga bahwa debu yang dihembuskan itu mengandung molekul karbon yang sangat gelap dan menyerap cahaya. Jika demikian, awan debu tersebut bisa saja menutupi sebagian bintang dan menjadi tersangka utama peredupan.

Untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, kita tunggu apakah Betelgeuse akan kembali terang setelah melewati periode peredupan 420 harinya. Ataukah ia akan terus meredup.. bersinar sangat terang di langit dan kemudian menghilang? Sepertinya skenario terakhir tidak akan terjadi.

Tapi, masih banyak misteri yang belum terungkap dari bintang maharaksasa merah. Jadi, kejutan bisa saja terjadi.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

2 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini