Lima puluh tahun lalu, pendaratan manusia di Bulan berhasil dilakukan dalam misi Apollo 11. Akan tetapi, selalu ada kemungkinan gagal kembali ke Bumi.
Setelah Apollo 11, masih ada 5 misi Apollo yang berhasil mendarat di Bulan. Tercatat 12 astronaut sudah menjejakan kaki di Bulan. Perjalanan yang kemudian terhenti karena masalah pendanaan dan belum ada misi berawak lainnya ke Bulan sejak Apollo 17 kembali ke Bumi.
”Houston, Tranquility Base here. The Eagle has landed.” (Neil Armstrong)
Menjejak kembali masa lalu, pesan singkat Neil A. Armstrong saat berhasil mendaratkan LM Eagle (modul pendarat) sebelum kehabisan bahan bakar merupakan pencapaian terbaik dan keberhasilan mewujudkan mimpi dan harapan manusia untuk melakukan penjelajahan antariksa.
Tidak dipungkiri bahwa percepatan penguasaan teknologi antariksa tidak lepas dari perlombaan antariksa selama perang dingin antara dua negara adidaya Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet.
Meskipun demikian, sama seperti mimpi manusia untuk menjelajah benua di Bumi agar menemukan area baru selama abad ke-15 sampai dengan abad 17, harapan untuk menaklukan angkasa dan menjelajah antariksa juga telah lama hadir.
Ide untuk menjelajah antariksa mengemuka pada awal abad ke-20 ketika Robert Goddard mulai membangun alat yang bisa digunakan ke Mars. Tapi mimpi itu baru mengalami percepatan ketika perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet terjadi.
Mimpi yang dicanangkan oleh Presiden Amerika John F. Kennedy pada tahun 1961 membawa negara tersebut berkomitmen untuk bisa mencapai Bulan sebelum dekade 60-an berakhir. Tentu saja alasan utama mimpi tersebut bukan sekedar visi untuk mencapai Bulan demi kemajuan ilmu dan teknologi melainkan harapan untuk mengejar ketertinggalan dan menjadi pemimpin yang memenangkan perlombaan antariksa terhadap Uni Soviet. Keberhasilan Uni Soviet meluncurkan Sputnik–1 (satelit buatan pertama), Laika (anjing pertama yang mengorbit Bumi), Yuri Gagarin kosmonot pertama, dan Valentina Tereshkova kosmonot perempuan pertama ke orbit jelas menjadi pukulan telak untuk Amerika.
Keinginan untuk menang tak pelak merupakan motivasi terbaik. Karena dengan harapan tersebut, seluruh konsentrasi sumber daya dicurahkan untuk mencapai tujuan. Amerika harus mendarat di Bulan, berapapun biaya yang dikeluarkan. Tapi, misi Amerika bukan sekedar mendaratkan manusia di Bulan. Misi lain yang tak kalah penting adalah membawa para astronaut ini kembali ke Bumi dengan selamat.
Earth is the cradle of humanity, but one cannot live in a cradle forever. (Konstantin Tsiolkovsky)
Untuk mencapai tujuan tersebut tentu tidak mudah. Misi antariksa tidak pernah menjadi pekerjaan mudah. Bahkan sampai saat ini. Bukan hanya kebutuhan sumber daya manusia dan dana yang besar, dibutuhkan tingkat ketelitian yang juga sangat tinggi untuk membangun wahana antariksa. Satu kesalahan kecil maka misi tersebut bisa gagal. Kegagalan misi yang masih terekam jelas dalam ingatan penulis adalah meledaknya misi Challenger pada tahun 1986 setelah 73 detik diluncurkan.
Misi mencapai Bulan pun sama.
Pendaratan di Bulan bukan misi mudah tapi juga bukan tidak mungkin. Dari pandangan kita di masa kini, bagaimana mungkin semua itu dicapai dengan teknologi yang sangat terbatas. Pada masa itu, teknologi yang ada saat itu sudah merupakan teknologi paling mutakhir. Tentu saja ada keterbatasan. Akan tetapi, keterbatasan tersebut justru menjadi tantangan untuk dipecahkan.
Keberhasilan Mercury-Atlas 6. misi berawak NASA yang pertama untuk mengorbit Bumi sangat bergantung pada perhitungan mekanika orbit yang dilakukan oleh Katherine Johnson yang bekerja sebagai komputer di NASA dari 1953 – 1958. NASA yang pada masa itu masih bernama NACA (National Advisory Committee for Aeronautics), mempekerjakan perempuan kulit berwarna (afro-amerika) sebagai komputer untuk melakukan berbagai perhitungan. Baru pada tahun 1958, NACA mengadopsi komputer digital untuk menggantikan kelompok wanita komputer tersebut. Dengan keterbatasan seperti itupun, dasar bagi misi berawak bisa diletakkan.
Berbagai tantangan itulah yang membuat manusia berupaya dan pada akhirnya berhasil meluncurkan misi nirawak maupun berawak yang mengorbit Bumi sampai tiba di Bulan. Tapi sebelum kesuksesan misi Apollo 11, ada deretan misi yang gagal.
Tidak ada yang instan.
Kegagalan dan Keberhasilan
Sebelum mengirimkan misi berawak, NASA memulainya dengan mengirimkan wahana pengorbit. Hasilnya tidak selalu menggembirakan. Sejarah mencatat terjadi 8 kali kegagalan peluncuran, 7 kegagalan wahana antariksa, serta 2 kali terjadi kegagalan sebagian pada instrumen. Kegagalan tersebut tidak hanya menghancurkan wahana antariksa melainkan juga menelan korban jiwa. Tercatat 5 astronaut meninggal dalam kecelakaan saat latihan terbang dan 3 astronaut meninggal saat uji coba modul komando untuk misi Apollo 1.
Setelah melalui berbagai uji coba yang gagal maupun berhasil, misi berawak pertama diluncurkan dalam misi Apollo 8. Misi ini sukses mengorbit Bulan sebanyak 10 kali dan kembali ke Bumi dengan selamat. Misi Apollo 11 pada akhirnya memang berhasil membawa manusia menjejakkan kaki di Bulan untuk pertama kalinya.
Neil Armstrong dan Edwin “Buzz” Aldrin jadi pionir yang melakukan aktivitas di permukaan Bulan. Dalam aktivitasnya, mereka memasang bendera Amerika, peralatan ilmiah, serta plakat yang bertuliskan: “Here men from the planet Earth first set foot upon the Moon, July 1969, A.D. We came in peace for all mankind.” Sementara keduanya di permukaan Bulan, Michael Collins tetap di modul komando yang mengorbit Bulan.
Selain memasang instrumen ilmiah, mereka juga meninggalkan emblem misi Apollo 1 untuk mengenang astronaut Roger Chaffee, Gus Grissom, dan Edward White, yang terbakar dalam modul komando saat melakukan uji coba pada tanggal 27 Januari 1967. Selain itu mereka juga meninggalkan dua medali untuk mengenang kosmonot Vladimir Komarov dan Yuri Gagarin, yang meninggal tahun 1967 dan 1968.
Para astronaut ini juga meninggalkan tas berisi replika emas cabang zaitun sebagai simbol perdamaian, dan piringan silikon berisi pesan dari Presiden Eisenhower, Kennedy, Johnson, dan Nixon, serta pesan dari pipimpinan 73 negara dunia. Piringan tersebut juga membawa serta daftar pemimpin Konngres Amerika, daftar anggota 4 komite DPR dan Senat yang bertanggung jawab atas undang-undang NASA, dan nama-nama pimpinan NASA sampai saat Apollo 11 tiba di Bulan.
Satu kegiatan lain yang juga bersejarah adalah telpon jarak jauh antara Presiden Nixon di Bumi dengan kedua astronaut di Bulan. Percakapan antarplanet. Demikian sambungan jarak jauh (lebih dari 320 ribu km) itu dikenal oleh Gedung Putih.
Keberhasilan Apollo 11 disusul oleh Apollo 12 yang mendaratkan Charles “Pete” Conrad dan Alan L. Bean, sementara Richard F. Gordon tetap mengorbit Bulan dalam modul komando. Meski sudah ada 2 misi yang berhasil, Apollo 13 tidak berhasil mendarat di Bulan akibat tangki oksigen yang meledak. Misi Apollo 14 sampai 17 berhasil mendarat di Bulan dan para astronautnya melakukan berbagai aktivitas termasuk bermain golf di Bulan yang dilakukan oleh Alan Shepard, astronaut Apollo 14.
Seandainya Misi Apollo 11 Gagal
Kisah keberhasilan Apollo 11 kita ketahui meski ada saja yang masih meragukan dan membangun berbagai teori untuk menyanggahnya. Tentu saja Apollo 11 bak mimpi yang mustahil bagi masyarakat masa kini yang teknologinya jauh lebih maju dibanding teknologi tahun 60-an.
Ketika misi Apollo 11 berlangsung, para ilmuwan menyadari bahwa yang aspek paling berbahaya bukan mendarat di Bulan, melainkan meninggalkan Bulan.
Untuk kembali ke Bumi, Neil A. Armstrong dan Edwin E. Aldrin Jr. harus terlebih dahulu bergabung dengan Michael Collins di modul komando yang sedang mengorbit Bulan. Untuk itu, kedua astronaut ini akan kembali mengangkasa dengan sebagian modul pendarat untuk disambungkan dengan modul komando. Uji coba modul pendarat memang sudah dilakukan di permukaan Bumi. Tapi kondisi berbeda di Bulan memungkinkan tantangan berbeda yang bisa menjadi sumber kegagalan saat menerbangkan modul pendarat ke orbit.
Pada saat lepas landas dari permukaan Bulan, kegagalan bisa saja terjadi. Bayang-bayang kecelakaan fatal terbakarnya Apollo 1 masih meninggalkan kenangan sekaligus kekhawatiran berbagai kemungkinan yang bisa menggagalkan misi. Gangguan komputer, kegagalan mesin untuk menyala, kemungkinan gagal saat menyambungkan diri dengan modul komando, bisa saja membuat misi ini gagal dan para astronaut terdampar di Bulan atau bahkan di luar angkasa tanpa ada kemungkinan penyelamatan. Ide kegagalan lain yang muncul berasal dari debu Bulan. Debu Bulan yang melekat pada baju antariksa bisa terbakar saat melakukan kontak dengan oksigen di modul komando.
NASA tidak hanya bersiap untuk keberhasilan. Tapi juga kegagalan. Mereka siap untuk menerima bahwa misi Apollo 11 bisa saja berakhir tragis.
Untuk bersiap menghadapi kemungkinan kegagalan tersebut, Gedung Putih memerintahkan William Saffire, penulis pidato kepresidenan untuk menyiapkan pidato yang akan disampaikan Presiden Nixon pada seluruh masyarakat. William tidak hanya menyiapkan pidato. Ia juga menyiapkan protokol yang harus dilaksanakan presiden jika misi Apollo 11 gagal.
Pidato dan protokol yang ditulis Safire dikirimkan pada kepala staf presiden, HR Haldeman pada 18 Juli 1969. Dalam protokol tersebut, Presiden diinstruksikan untuk menelpon istri para astronaut yang di dalam catatan disebut sebagai calon janda.
Dalam skenario tersebut, jika para astronaut tidak bisa mendarat maka mereka harus ditinggalkan di Bulan dan dibiarkan meninggal di sana. Jika wahana antariksa hancur, NASA akan memutus komunikasi dengan para astronaut dan Presiden Richard Nixon harus memberi tahu dunia apa yang terjadi. Selain itu Saffire juga membuat protokol penguburan di laut yang dipimpin Pendeta dan diakhiri Doa Bapa Kami.
Memo dengan judul “Jika Terjadi Bencana Bulan” memberikan pidato singkat yang harus dibaca Presiden Richard Nixon saat Apollo 11 gagal. Demikian isi pidato tersebut:
Takdir telah menahbiskan orang-orang yang menjelajah Bulan dalam damai akan tetap berada selamanya di sana dan beristirahat dengan tenang.
Orang-orang yang gagah berani ini, Neil Armstrong dan Edwin Aldrin, menyadari bahwa tidak ada harapan untuk bisa kembali lagi (ke Bumi). Namun, mereka juga tahu bahwa ada harapan bagi umat manusia dalam pengorbanan mereka.
Keduanya menyerahkan hidup mereka untuk tujuan mulia umat manusia: mencari kebenaran dan pemahaman (akan alam semesta).
Mereka akan ditangisi teman dan keluarga; mereka akan ditangisi oleh seluruh bangsa; mereka akan ditangisi masyarakat dunia; mereka akan ditangisi Ibu Pertiwi yang telah mengirim anak-anaknya ke dunia asing.
Dengan penjelajahan ini, mereka menggerakkan masyarakat dunia untuk merasa sebagai umat yang satu; dengan pengorbanan mereka, ikatan persaudaraan umat manusia mereka eratkan.
Pada zaman dahulu, manusia menatap bintang gemintang dan melihat pahlawan mereka di rasi bintang. Di zaman modern, kita juga melakukan hal yang sama, tapi pahlawan kita adalah saudara-saudara kita yang luar biasa.
Pengabdian mereka akan diteruskan dan para penerus itu pasti akan menemukan jalan pulang. Pencarian manusia tidak akan dipungkiri.Di masa depan, setiap orang yang menatap Bulan di malam hari akan mengetahui bahwa ada sudut di dunia lain yang selamanya menjadi bagian dari umat manusia.
Meskipun sempat ada masalah saat pemutus sirkuit yang mengendalikan mesin pesawat untuk lepas landas mengalami kerusakan, kedua astronaut ini berhasil kembali ke modul komando dan bersama Michael Collins, ketiganya pun kembali ke Bumi.
Pidato tersebut akhirnya tidak pernah dibacakan oleh Presiden Richard Nixon. Sang Presiden tak perlu menelpon istri para astronaut untuk menyampaikan kabar duka. Satu-satunya telpon yang dilakukan adalah sambungan jarak jauh ke Bulan untuk menyatakan kebanggaannya atas kesuksesan manusian mendarat di Bulan. Pidato yang dipersiapkan itu akhirnya terkubur selama tiga dekade sebelum ditemukan kembali.
Sejak Apollo 17 belum ada isi berawak ke Bulan. Misi berawak ke Bulan direncanakan akan dilaksanakan oleh NASA dalam misi Artemis yang terbagi menjadi 3 misi. Yang pertama adalah misi Artemis 1 pada tahun 2021, misi tidak berawak yang menjadi misi uji coba. Pada misi Artemis 2, misi berawak untuk mengorbit Bulan dan kembali ke Bumi akan dilaksanakan pada tahun 2023. Pendaratan manusia di Bulan baru akan dilaksanakan kembali pada tahun 2024 dalam misi Artemis 3. Rencananya, misi Artemis 3 akan mendaratkan pria yang ke-13 dan pendaratan wanita pertama di Bulan. Misi ini dianggarkan sebesar USD 30 miliar atau setara dengan IDR 420 triliun.
Akankah misi Artemis 1 melanjutkan keberhasilan program Apollo ataukah ada tantangan lain yang menjadi kendala, kita tunggu saja.
Tulis Komentar