Keberadaan cikal bakal supergugus galaksi kuno yang terbentuk ketika alam semesta masih muda berhasil diamati oleh para astronom.
Hyperion. Itu nama supergugus galaksi yang baru ditemukan. Dalam mitologi Yunani, Hyperion adalah anak dari Dewi Gaia (Bumi) dan Dewa Uranus (Angkasa). Ia juga satu dari 12 titan putra Gaia dan Uranus.
Supergugus Raksasa ketika Alam Semesta masih muda
Supergugus Hyperion yang ditemukan para astronom merupakan kumpulan dari gugus galaksi kecil yang anggotanya bisa mencapai ribuan galaksi! Sebagai gambaran, satu galaksi bisa beranggotakan miliaran bintang. Galaksi-galaksi yang jaraknya cukup dekat akan saling terikat oleh gravitasi dan membentuk gugus galaksi yang beranggotakan ratusan sampai ribuan galaksi. Pada akhirnya, gugus – gugus galaksi juga membentuk sebuah gugus raksasa baru yang kita kenal sebagai supergugus galaksi.
Berada di rasi Sextant pada jarak 11 miliar tahun cahaya dari Bumi, supergugus Hyperion diketahui berukuran luar biasa besar yakni 200 x 200 x 490 juta tahun cahaya. Tak hanya itu. Ukuran sisi terpendek Hyperion mencapai 2000 kali lebih besar dari Bima Sakti dan beranggotakan puluhan ribu galaksi. Hyperion juga termasuk supergugus yang sangat masif dengan massa lima juta miliar (5,000,000,000,000,000) massa Matahari.
Dari jaraknya, bisa diketahui kalau cahaya yang membawa informasi tentang Hyperion sudah melakukan sejak alam semesta masih muda. Hasil pengamatan memperlihatkan kalau Hyperion memiliki pergeseran merah yang tinggi yakni 2,45. Dari informasi ini, kita bisa mengetahui kalau para astronom mengamati Hyperion ketika alam semesta baru berusia 2,3 miliar tahun.
Menarik? Tentu saja! Biasanya, struktur raksasa seperti ini ditemukan memiliki pergeseran merah yang lebih rendah atau dengan kata lain ketika alam semesta sudah lebih tua.
Pertanyaan yang kemudian muncul, bagaimana supergugus galaksi sudah terbentuk ketika alam semesta masih sangat muda? Waktu 2,3 miliar tahun masih terlalu singkat untuk bisa menyelesaikan struktur masif seperti supergugus galaksi.
Dan ternyata memang benar. Hyperion yang ditemukan itu bukan supergugus galaksi yang sudah selesai terbentuk. Struktur yang dilihat para astronom ini masih merupakan cikal bakal supergugus galaksi atau proto-supergugus galaksi. Itu artinya, supergugus galaksi Hyperion sedang dalam pembentukan, mengumpulkan gugus-gugus galaksi yang saling terikat dalam ikatan gravitasi.
Menariknya, proto-supergugus galaksi seperti Hyperion belum pernah ditemukan pada grup lokal yang tak jauh dari supergugus galaksi dimana Bima Sakti berdiam. Supergugus galaksi yang kita kenal memiliki jarak yang dekat yakni pada kisaran 1 atau 2 miliar tahun cahaya.
Pembentukan Supergugus Galaksi
Usia alam semesta saat ini sudah mencapai 13,8 miliar tahun. Meskipun kita tak bisa kembali ke masa lalu untuk melihat sendiri seluruh proses yang terjadi di alam semesta, potongan informasi yang dibawa oleh cahaya dalam rentang waktu berbeda bisa dirangkai untuk memahami alam semesta. Demikian juga ketika kita mencoba memahami pembentukan proto-supergugus galaksi yang belum pernah ditemukan sebelumnya pada jarak yang lebih dekat.
Saat alam semesta masih muda, materi (termasuk materi gelap) tersebar di seluruh alam semesta dan mengalami pemuaian. Distribusi materi ini tidak seragam. Ada area yang lebih padat dibanding area lainnya. Materi yang menggumpal atau mengelompok di alam semesta ini saling berinteraksi dan ketika sudah cukup masif bisa mengatasi gaya gravitasi dan akhirnya mengalami keruntuhan.
Ada hipotesis lain yang menyebutkan kalau materi gelap itu dingin dan bisa mengelompok, bahkan lebih cepat dari kemampuan materi normal mengelompok. Ketika materi gelap mengumpul, terbentuk juga filamen panjang yang membentang di angkasa.
Bentangan filamen ini yang jadi kerangka bagi struktur raksasa yang dilihat astronom pada Hyperion. Gravitasi dari filamen inilah yang menarik materi normal untuk mengumpul dalam skala yang lebih besar dan pada akhirnya membangun struktur raksasa seperti galaksi dan gugus galaksi. Tak berhenti di sini, gugus galaksi yang terbentuk itu mengelompok lagi dalam ikatan gravitasi menjadi struktur yang lebih besar yakni supergugus galaksi. Sebagai catatan, dalam skala besar, titik terkecil adalah galaksi.
Proses pembentukan struktur raksasa ini bisa menghabiskan waktu miliaran tahun. Seluruh proses yang terjadi di dalam gumpalan materi dikendalikan oleh gravitasi. Gumpalan besar padat materi yang akhirnya membentuk galaksi tersebut terus bergerak tapi tidak banyak berinteraksi dengan kumpulan materi lainnya. Ketika galaksi maupun protogalaksi bertemu satu sama lainnya, interaksi gravitasi keduanya akan menghasilkan transfer energi. Galaksi besar akan memberi energi pada galaksi lebih kecil dan menghasilkan percepatan pada galaksi kecil.
Seiring waktu, galaksi-galaksi kecil bisa terlontar ke luar karena menerima energi yang cukup, sementara galaksi besar justru mengalami keruntuhan akibat kehilangan energi. Proses ini dikenal sebagai proses relaksasi. Transfer energi yang terjadi antar galaksi tidak mengubah massa sistem.
Inilah yang terjadi dengan Hyperion. Proses ini masih terus berlanjut sampai akhirnya Hyperion menjadi sebuah supergugus galaksi.
Saat ini, Hyperion masih proto-supergugus galaksi yang beranggotakan 7 kumpulan materi padat yang terhubung oleh filamen galaksi berukuran setara supergugus dekat.
Penemuan Hyperion
Hyperion ditemukan ketika para astronom melakukan survei langit dengan instrumen VIMOS yang dipasang pada Very Large Telescope milik ESO di Chile. Survei ini merupakan bagian dari program VIMOS Ultra Deep Survey yang dipimpin oleh Olivier Le Fèvre dari Aix-Marseille Université, Perancis. Tujuan survei ini untuk melakukan pengukuran jarak galaksi-galaksi jauh dan membuat peta 3D dari distribusi 10.000 galaksi!
Dari 10.000 galaksi yang ditargetkan, para astronom sudah berhasil mengkonfirmasi 5000 galaksi. Dari survei inilah para astronom berhasil menemukan struktur raksasa Hyperion yang beranggotakan 7 kelompok galaksi yang massanya 10.000 kali lebih masif dari Bima Sakti.
Meskipun kita belum memperoleh informasi apa yang terjadi dengan proto-supergugus Hyperion karena cahayanya belum kita terima, tampaknya Hyperion akan berevolusi menjadi struktur raksasa seperti Sloan Great Wall maupun supergugus Virgo.
Hyperion yang diamati para astronom memang masih berupa cikal bakal supergugus galaksi. Meskipun demikian, informasi yang kita terima merupakan potongan informasi yang bisa dirangkai dalam potongan pemahaman alam semesta. Kita bisa membandingkan Hyperion dengan struktur raksasa lainnya yang sudah ada untuk memahami bagaimana alam semesta terbentuk di masa lalu. Dan kita juga bisa memahami bagaimana kelak alam semesta berevolusi. Kehadiran materi gelap dalam supergugus juga bisa dibuktikan dari keterikatan gravitasi yang dihasilkan. Selain itu, materi gelap yang ada di Hyperion bisa dikelompokan sebagai peninggalan kuno yang bisa digunakan untuk menguji teori kosmologi.
Kalau membaca artikel diatas, para Astronom tidak Konsisten pada penelitiannya, karena sebelumnya mengatakan bahwa Galaksi Bima Sakti suatu waktu akan menelan Galaksi kerdil atau satelit, lalu membesar. Lalu muncul lagi penelitian yang mengatakan bahwa: Galaksi besar akan memberi energi ke Galaksi kecil, lalu melalui energi tersebut bisa melontarkan keluar dari Galaksi induk, jadi mana yang benar. Menurut saya mulai dari Galaksi kecil sampai besar mempunyai Gaya Gravitasi masing masing, sesuai dengan besar kecil Massanya, jadi bilamana galaxy saling bertemu, paling saling berpapasan tapi tidak bergabung, cuma Debu dan Gas yang berfluktuasi dan bisa saja melahirkan Bintang Bintang baru.Ol