fbpx
langitselatan
Beranda » Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018: Bulan Super Darah Biru

Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018: Bulan Super Darah Biru

Musim pertama gerhana di tahun 2018 akan diawali oleh Gerhana Bulan Total (GBT) yang terjadi berbarengan dengan 2 peristiwa lainnya, yakni Bulan Biru dan Bulan (hampir) Super, atau Super Blue Blood Moon yang dalam bahasa Indonesia kita sebut saja Bulan Super Darah Biru.

Peristiwa ini akan berlangsung tepat tanggal 31 Januari setelah Matahari terbenam dan seluruh masyarakat Indonesia bisa menyaksikan peristiwa yang jarang terjadi tersebut. Sebagian menyebutnya langka. Bagaimana kalau kita telusuri satu per satu peristiwa tanggal 31 Januari 2018, agar memperoleh informasi yang tepat.

Bulan Biru Yang Biasa Saja

Supermoon atau Bulan Purnama Perigee tanggal 3 Desember 2017. Kredit: Avivah Yamani / langitselatan
Supermoon atau Bulan Purnama Perigee tanggal 3 Desember 2017. Kredit: Avivah Yamani / langitselatan

Pada tanggal 31 Januari 2018, pukul 20:27 WIB, Bulan akan mencapai fase purnama. Yang menarik Bulan Purnama 31 Januari akan jadi purnama kedua di bulan Januari. Bulan Purnama pertama terjadi pada tanggal 2 Januari 2018 pukul 09:24 WIB.

Bulan Purnama kedua yang terjadi dalam satu bulan inilah yang dikenal dengan istilah Bulan Biru yang merupakan ungkapan tentang peristiwa yang jarang terjadi.

Fenomena Bulan Biru atau bulan purnama tambahan ini bisa terjadi karena satu periode siklus Bulan itu 29,53 hari sedangkan satu tahun tropis 365,24 hari.  Itu artinya, akan ada 12 purnama dalam 354,36 hari, dan ~11 hari ekstra yang jika diakumulasi tiap tahun akan menghasilkan satu bulan purnama ekstra setiap 2,71 tahun sekali. Atau bulan purnama ke-13 dalam satu tahun.

Jika kita cocokkan dengan kalender masehi yang lamanya 30 sampai 31 hari (kecuali bulan Februari yang lamanya 28 atau 29 hari), maka purnama tambahan itu akan jadi bulan purnama kedua dalam satu bulan. Biasanya Bulan Purnama pertama terjadi di awal bulan dan purnama kedua sebelum bulan berakhir.  Pada tahun 2018, Bulan Biru terjadi di Bulan Januari dan Bulan Maret, sementara Bulan Februari tidak akan memiliki Bulan Purnama sehingga disebut sebagai Bulan Hitam.

Bulan Biru a.k.a Bulan purnama kedua merupakan peristiwa biasa. Tapi, ketika si Bulan Biru terjadi berbarengan dengan Gerhana Bulan Total, mungkin ini yang tidak biasa. Untuk gerhana bulan yang bertepatan dengan Bulan Biru, diketahui pernah terjadi pada tahun 2009 saat Gerhana Bulan Sebagian 31 Desember 2009. Sayangnya, di Indonesia, peristiwa tersebut terjadi tanggal 1 Januari 2010. Hal serupa juga akan terjadi pada tanggal 31 Januari. Tidak semua negara mengalami 2 purnama dalam satu bulan. Untuk negara-negara di kepulauan Pasifik, Bulan Purnama justru terjadi pada tanggal 1 Februari.

Peristiwa Gerhana Bulan Total dan Bulan Biru di wilayah Amerika Utara dan Amerika Selatan diketahui terakhir kali terjadi 152 tahun lalu yakni 31 Maret 1866. Bagi masyarakat Indonesia, peristiwa Gerhana Bulan Total saat Bulan Biru justru terjadi pada tanggal 30 Desember 1963 dan 30 Desember 1982.

GBT 30 Desember 1982 yang terjadi saat Bulan Biru bertepatan dengan posisi Bulan yang akan mencapai perigee ~10 jam kemudian. Itu artinya, masyarakat Indonesia berkesempatan menyaksikan GBT + Bulan Super + Bulan Biru, 36 tahun lalu. GBT berikutnya yang bertepatan dengan Bulan Biru akan terjadi 31 Desember 2028 sedangkan Bulan Super Darah Biru berikutnya terjadi  31 Januari 2037.

Dari informasi di atas, bisa dikatakan kalau GBT dan Bulan biru bukan peristiwa langka dan bukan juga siklus yang selalu berulang pada rentang waktu yang sama!

Apa yang istimewa saat Bulan Biru? Tidak ada. Hanya Bulan Purnama.

Lagi – Lagi Bulan Super

Perbandingan Bulan Purnama Perigee dan Bulan Purnama Apogee. Kredit: langitselatan
Perbandingan Bulan Purnama Perigee dan Bulan Purnama Apogee. Kredit: langitselatan

Gerhana Bulan Total dan Bulan Super. Siapa yang tidak tertarik untuk melihat Gerhana Bulan Total yang tampak lebih besar dari biasanya?

Bulan Super atau Bulan Purnama Perigee, adalah peristiwa ketika Bulan mencapai fase purnama saat ia berada pada jarak terdekatnya dengan Bumi. Pada saat itu, piringan Bulan yang tampak dari Bumi akan tampak 14% lebih besar dibanding saat purnama ketika Bulan berada pada jarak terjauh.

Baca juga:  LS Trivia: Bulan Super Darah Biru

Pada bulan Januari 2018, ada dua purnama yang berdekatan dengan perigee. Yang pertama 2 Januari 2018 dan yang kedua di akhir Januari.  Yang menarik, Bulan akan berada pada jarak terdekatnya bukan tepat tanggal 31 Januari saat purnama,  melainkan sehari sebelumnya, yakni 30 Januari 2018 pukul 16:58 WIB. Saat itu, Bulan akan berada pada jarak 358.994 km.

Bulan Purnama baru akan terjadi keesokan harinya tanggal 31 Januari pukul 20:27 WIB. Saat purnama, Bulan sudah bergerak meninggalkan titik perigee dan berada pada jarak 360.196 km. Itu artinya, Bulan tidak lagi tepat berada pada jarak terdekat, meskipun maish cukup dekat dengan Bumi karena hanya bergeser ~1202 km.

Jika dibandingkan dengan jarak rata-rata Bulan 384.400 km, itu artinya Bulan mendekat 25.406 km. Apabila kita amati di langit malam, maka seharusnya piringan Bulan akan tampak 6,2% lebih besar dibanding rata-rata.  Atau, jika dibandingkan dengan Bulan saat berada pada jarak terjauh dari Bumi, piringan Bulan akan tampak 11% lebih besar.

Jadi meskipun Bulan sudah tidak tepat pada jarak terdekatnya, Bulan Purnama 31 Januari yang juga Bulan Biru masih termasuk dekat dan masih dikategorikan Bulan Super.  Itu artinya, Bulan Super ini akan bertepatan dengan Bulan Biru. Istimewanya lagi, saat Matahari terbenam, kita bisa menikmati GBT saat Bulan Super.

GBT saat Bulan Purnama Perigee sebelumnya terjadi 28 September 2015, yang bertepatan dengan berakhirnya gerhana bulan tetrad. Sebelum 2015, tercatat gerhana bulan perigee hanya terjadi 5 kali sejak tahun 1900 yakni tahun 1910, 1928, 1946, 1964, dan 1982. Untuk gerhana bulan super berikutnya akan terjadi 8 Oktober 2033.

Lagi-lagi pertanyaannya apa istimewanya? Bisakah kita mengenali perbedaan kenampakan Bulan Purnama biasa dan Bulan Super? Tidak juga. Perbedaan yang hanya 6-7 % lebih besar dari Bulan pada jarak rata-rata ataupun 14% saat Bulan Purnama apogee masih terlalu kecil untuk dapat dikenali dengan mudah hanya oleh mata kita. Cara terbaik, potretlah purnama saat perigee dan apogee kemudian bandingkan.

Untuk kecerlangan pun, ada banyak faktor yang membuat kita tidak bisa melihat perbedaannya. Salah satunya adalah faktor awan.

Jadi, Bulan Super? Hanya Bulan Purnama kok…

Bulan Super Darah Biru

Konfigurasi Gerhana Bulan Total. Kredit: langitselatan
Konfigurasi Gerhana Bulan Total. Kredit: langitselatan

Peristiwa yang justru paling ditunggu tanggal 31 Januari 2018 adalah Gerhana Bulan Total yang sudah 2 tahun absen. Setelah Gerhana Bulan Tetrad tahun 2014 – 2015, kita hanya disuguhkan peristiwa 3 Gerhana Bulan Penumbral dan 1 Gerhana Bulan Sebagian.

Untuk musim gerhana 2018, kita disuguhi 5 peristiwa gerhana dengan konfigurasi 3 Gerhana Matahari Sebagian dan 2 Gerhana Bulan Total. Menariknya, kedua GBT akan bisa disaksikan dari Indonesia. Yang pertama pada tanggal 31 Januari dan yang kedua pada tanggal 28 Juli 2018.

Gerhana Bulan terjadi ketika Matahari – Bumi – Bulan sejajar dan Bumi menghalangi datangnya cahaya Matahari ke Bulan. Konfigurasi ini biasanya terjadi saat Bulan Purnama, ketika Matahari – Bumi – Bulan berada pada posisi sejajar.  Tapi, tidak setiap Bulan Purnama gerhana Bulan akan terjadi. Ini dikarenakan orbit Bulan yang memiliki kemiringan 5º terhadap orbit Bumi.

Gerhana Bulan Total yang dipotret dari Lampung. Kredit : Jeff Teng
Gerhana Bulan Total yang dipotret dari Lampung. Kredit : Jeff Teng

Pada saat GBT,  Bulan akan memasuki umbra atau bayang-bayang Bumi dan seharusnya menghilang dari langit atau tampak gelap sempurna karena tidak lagi memperoleh cahaya Matahari untuk dipantulkan.

Sayangnya tidak demikian.

Bulan justru tampak berwarna merah bata karena ketika Bulan berada dalam umbra Bumi, cahaya Matahari masih bisa lolos dan mencapai Bulan. Hal ini karena Bumi memiliki atmosfer.  Ketika cahaya Matahari melewati atmosfer Bumi, cahaya pada panjang gelombang hijau sampai ungu disebarkan dan disaring oleh atmosfer. Hanya cahaya merah yang bisa lolos melewati atmosfer dan menyinari Bulan meskipun sebagian cahaya merah tersebut ada yang dibiaskan atau dibelokkan.

Baca juga:  Chang'e 4, Dewi Bulan Yang Mengunjungi Sisi Jauh Bulan
Skema Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018. Kredit: langitselatan
Skema Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018. Kredit: langitselatan

GBT 31 Januari 2018 secara umum dapat diamati dari seluruh Indonesia sejak Bulan terbit. Untuk wilayah Indonesi Timur dan Tengah, seluruh proses gerhana bisa disaksikan karena gerhana dimulai setelah Matahari terbenam dan setelah Bulan terbit. Khusus untuk sebagian daerah Indonesia barat, Bulan terbit setelah terjadinya kontak pertama saat Bulan sudah mulai memasuki kerucut penumbra Bumi. Pada saat ini tidak banyak perubahan yang terlihat karena hanya terjadi peredupan.

Saat gerhana Bulan total, Bulan akan mulai memasuki bayang-bayang Bumi pukul 18:48 WIB dan menghabiskan waktu 3 jam 22 menit 44 detik dalam umbra Bumi. Keseluruhan gerhana bulan akan terjadi selama 5 jam 17 menit 12 detik dengan durasi gerhana total 1 jam 16 menit 4 detik. Proses gerhana dimulai sejak matahari terbenam sampai tengah malam dan puncak gerhana bulan total terjadi pada pukul 20:31 WIB dengan kecerlangan Bulan 1,3 magnitudo.

Kenampakan Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018. Kredit: langitselatan
Kenampakan Gerhana Bulan Total 31 Januari 2018. Kredit: langitselatan

Peristiwa GBT 31 Januari 2018 bisa diamati dari Asia termasuk Indonesia, sebagian wilayah Eropa, Rusia, Australia, wilayah Pasifik, serta wilayah Amerika barat dan utara.

Waktu Indonesia Bagian Barat
Awal Gerhana Penumbral (P1) : 17:51:15 WIB
Awal Gerhana Sebagian (U1) : 18:48:27 WIB
Awal Gerhana Total (U2) :19:51:47 WIB
Puncak Gerhana :  20:31:00  WIB
Akhir Gerhana Total (U3) : 21:07:51 WIB
Akhir Gerhana Sebagian (U4) : 22:11:11 WIB
Akhir Gerhana Penumbral (P4): 23:08:27 WIB

Waktu Indonesia Bagian Tengah
Awal Gerhana Penumbral (P1) : 18:51:15 WITA
Awal Gerhana Sebagian (U1) : 19:48:27 WITA
Awal Gerhana Total (U2) : 20:51:47 WITA
Puncak Gerhana :  21:31:00  WITA
Akhir Gerhana Total (U3) : 22:07:51 WITA
Akhir Gerhana Sebagian (U4) : 23:11:11 WITA
Akhir Gerhana Penumbral (P4): 00:08:27 WITA – 1 Februari 2018

Waktu Indonesia Bagian Timur
Awal Gerhana Penumbral (P1) : 19:51:15 WIT
Awal Gerhana Sebagian (U1) : 20:48:27 WIT
Awal Gerhana Total (U2) : 21:51:47 WIT
Puncak Gerhana :  22:31:00  WIT
Akhir Gerhana Total (U3) : 23:07:51 WIT
Akhir Gerhana Sebagian (U4) : 00:11:11 WIT  – 1 Februari 2018
Akhir Gerhana Penumbral (P4): 01:08:27 WIT

GBT 31 Januari terjadi saat Bulan berada di konstelasi Cancer ketika Bulan sedang menanjak naik. Perlu diketahui, tidak semua area akan mengalami gerhana bulan pada saat Bulan Biru karena untuk area pasifik dan sebagian Australia, gerhana dimulai setelah lewat tengah malam atau tanggal 1 Februari.

Jika cuaca memungkinkan, jangan lewatkan Gerhana Bulan Total Pertama musim gerhana 2018 sekaligus GBT pertama sejak tahun 2015.  Waktu pengamatan yang cukup bersahabat sejak Matahari terbenam sampai tengah malam bisa memberi kesempatan semua orang untuk menikmati gerhana bulan pertama di tahun 2018 ini.

Apakah Gerhana Bulan Total ini akan tampak besar dan berbeda dari GBT lainnya? Jawabannya, tidak juga. GBT 31 Januari akan tampak seperti GBT lainnya, karena perbedaan kenampakan Bulan yang hanya 6,4% itu tidak dapat dikenali dengan mudah oleh mata.

Clear Sky!

[divider_line]
Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini