fbpx
langitselatan
Beranda » Sekilas Peristiwa Langit Tahun 2018

Sekilas Peristiwa Langit Tahun 2018

Siapkan dirimu untuk mengamati berbagai peristiwa langit tahun 2018. Tahun ini Indonesia cukup beruntung bisa menyaksikan Gerhana Bulan Total yang terjadi bulan Januari dan Juli. Untuk Gerhana Matahari, tampaknya kita belum beruntung.

Jangan kuatir. Masih ada hujan meteor tahunan yang akan menyemarakkan langit malam saat Bumi melintasi wilayah sisa debu komet dan peristiwa oposisi planet dan berbagai peristiwa oposisi planet.

Gerhana

Gerhana Bulan Total yang dipotret dari Lampung. Kredit : Jeff Teng
Gerhana Bulan Total yang dipotret dari Lampung. Kredit : Jeff Teng

Musim gerhana 2018 akan dimulai dengan Gerhana Bulan Total yang terjadi di penghujung bulan Januari dan disusul oleh Gerhana Matahari sebagian dua minggu kemudian. Pada tahun 2018 ini, musim gerhana akan diisi oleh 5 gerhana dengan komposisi 3 gerhana matahari dan 2 gerhana bulan.

31 Januari – Gerhana Bulan Total
GBT 31 Januari akan jadi gerhana pertama dalam rangkaian gerhana tahun 2018. Peristiwa GBT 31 Januari secara umum dapat diamati dari seluruh Indonesia sejak Bulan terbit. Khusus untuk sebagian daerah Indonesia bagian barat, Bulan terbit setelah terjadinya kontak pertama ketika Bulan sudah mulai memasuki kerucut penumbra Bumi. Pada saat ini tidak banyak perubahan yang terlihat karena hanya terjadi peredupan.

Saat gerhana Bulan total, Bulan akan memasuki bayangan Bumi dan tampak kemerahan bagi pengamat di Bumi. Untuk GBT 31 Januari, Bulan akan mulai memasuki bayangan Bumi pukul 18:48 WIB dan menghabiskan waktu 3 jam 22 menit dalam umbra Bumi. Keseluruhan gerhana bulan akan terjadi selama 5 jam 17 menit dengan durasi gerhana total 1 jam 16 menit 4 detik.

Peristiwa GBT 31 Januari 2018 bisa diamati dari Asia termasuk Indonesia, sebagian wilayah Eropa, Rusia, Australia, wilayah Pasifik, serta wilayah Amerika barat dan utara.

16 Februari – Gerhana Matahari Sebagian
Sepanjang tahun 2018, sebagian wilayah di Bumi bisa mengamati peristiwa tertutupnya sebagian wajah Matahari. Selama GMS, lokasi yang dilintasi gerhana hanya akan mengalami peredupan atau berkurangnya cahaya Matahari.

Untuk GMS 15 Februari, hanya pengamat di wilayah Amerika Selatan yang cukup beruntung menyaksikan gerhana tersebut. Itupun hanya sebagian kecil Matahari yang ditutupi Bulan. Beberapa negara yang bisa menyaksikan gerhana sebagian tersebut adalah sebagian wilayah Chile, Argentina, Uruguay, bagian selatan Paraguay dan bagian selatan Brasil.  Pengamat di bagian paling selatan Amerika Selatan termasuk pulau Malvinas bisa menglami berkuranganya 30% cahaya Matahari.  Area lain yang dilintasi adalah lautan Atlantik, lautan Pasifik dan sebagian Antartika.

Ingin melakukan pengamatan? Datangi basis penelitian yang ada di Antartika.

13 Juli – Gerhana Matahari Sebagian
Gerhana ketiga tahun 2018 lagi – lagi adalah gerhana Matahari Sebagian (GMS). Gerhana Matahari kedua di musim gerhana ini akan melintasi hanya sebagian kecil wilayah berpenghuni di Australia bagian selatan atau tepatnya di wilayah Viktoria, dan sebagian kecil Australia Selatan. Selain itu, Pulau Tasmania dan sebagian kecil Selandia Baru bagian selatan juga akan mengalami peredupan yang mungkin tidak akan terasa perbedaannya karena cahaya Matahari hanya berkurang < 5%. Lautan India atau Hindia dan Lautan Pasifik jadi wilayah yang akan dilewati GMS.

Puncak gerhana dan bagian terbesar dari GMS 13 Juli lagi-lagi akan terjadi di wilayah tak berpenghuni di Antartika.

28 Juli – Gerhana Bulan Total
Gerhana Bulan kedua dan terakhir di tahun 2018 terjadi tanggal 28 Juli saat Bulan masuk dalam bayang-bayang Bumi dan tampak kemerahan bagi pengamat di Bumi.

Sama seperti peristiwa GBT 31 Januari, seluruh wilayah Indonesia masih bisa mengamati gerhana bulan total yang dimulai tengah malam sampai fajar. Akibatnya, untuk sebagian wilayah Indonesia, tidak seluruh proses gerhana bisa disaksikan.  Bulan terbenam saat masih dalam kondisi gerhana.

Sebagian wilayah Papua bahkan tidak akan dapat mengamati puncak gerhana bulan total karena Bulan sudah terbenam dan Matahari terbit. Wilayah Indonesia barat masih cukup beruntung karena fajar menyingsing saat Bulan sudah ke luar dari bayang-bayang Bumi.

Saat gerhana Bulan total, Bulan akan memasuki bayangan Bumi dan tampak kemerahan bagi pengamat di Bumi. Untuk GBT 28 Juli, Bulan akan mulai memasuki bayangan Bumi pukul 00:14 WIB dan menghabiskan waktu 3 jam 54 menit dalam umbra Bumi. Keseluruhan gerhana bulan akan terjadi selama 6 jam 13 menit dengan durasi gerhana total 1 jam 42 menit. Uniknya ini adalah gerhana bulan paling lama sejak 18 tahun yang lalu.

Peristiwa GBT 28 Juli 2018 bisa diamati dari Amerika Selatan, Eropa, Asia, Australia, Afrika, Lautan Atlantik, Lautan Hindia dan Antartika,

11 Agustus – Gerhana Matahari Sebagian
Musim gerhana tahun 2018 ditutup dengan Gerhana Matahari Sebagian (GMS). Gerhana Matahari ketiga ini akan tampak untuk masyarakat belahan Bumi utara.  Kalau dua GMS sebelumnya melintasi wilayah kutub selatan, kali ini wilayah kutub utara yang disambangi. Negara-negara yang yang bisa menyaksikan GMS adalah adalah wilayah timur laut Eropa, barat laut Asia, bagian utara Canada, Tanah Hijau, Lautan Atlantik, dan Lautan Artik. Puncak gerhana terjadi wilayah Rusia yakni di Laut Siberia Timur.

Oposisi & Konjungsi

4 Maret — Konjungsi Neptunus
Neptunus berada pada jarak terjauhnya dari Bumi dan berada pada sisi berlawanan dari Bumi dan Matahari akan berada di antara Neptunus dan Bumi. Dari sudut pandang pengamat di Bumi, Saturnus akan tampak sangat dekat dengan Matahari dan tidak akan tampak bagi pengamat di Bumi.

9 Mei – Oposisi Jupiter
Planet terbesar di Tata Surya akan berada pada posisi terdekat dengan Bumi dan tampak sangat terang di langit malam. Para pengamat bisa menikmati kehadiran Jupiter di rasi Libra dengan kecerlangan -2,5 magnitudo sejak Matahari terbenam sampai fajar menyingsing. Pengamat juga bisa mengamati satelit-satelit galilean yang mengitari planet raksasa tersebut.

18 April — Konjungsi Uranus
Uranus akan berada pada posisi terjauh dari Bumi dan Matahari ada di antara kedua planet ini. Akibatnya, pengamat di Bumi tidak akan bisa melihat planet cincin yang menggelinding tersebut, karena jaraknya yang sangat dekat dengan Matahari.

27 Juni – Oposisi Saturnus
Planet yang cincinnya tampak indah itu akan berada pada posisi terdekatnya dengan Bumi tanggal 27 Juni. Jadi jangan lewatkan! Saturnus akan tampak lebih terang dibanding waktu lainnya dan akan dapat dinikmati kehadirannya sepanjang malam di rasi Sagittarius. Gunakan teleskop dan kameramu untuk memotret planet cincin ini.

Baca juga:  Fenomena Langit Bulan Juni 2017

27 Juli — Oposisi Mars
Mars akan berada pada posisi terdekatnya dengan Bumi dan tampak sebagai titik merah terang di langit malam.  Saat oposisi, Mars berada pada jarak 0,39 AU atau sekitar 58,5 juta km dengan kecerlangan -2,8 magnitudo.

Jangan kuatir, Mars tidak akan tampak sebesar Bulan. Tidak ada Bulan kembar.  Planet merah ini akan mudah ditemukan di rasi Capricorn sebagai titik merah terang di bawah Bulan purnama.

8 September – Oposisi Neptunus
Tidak mudah untuk mengamati planet es biru ini. Tanggal 8 September menandai posisi terdekatnya dengan Bumi. Saat oposisi Neptunus sedang berada pada jarak 28,93 AU di rasi Aquarius dengan kecerlangan 7,3 magnitudo. Untuk bisa melihat planet es ini, siapkan teleskop dan jangan kecewa jika menemukan Neptunus hanya titik biru di teleskop anda.

24 Oktober – Oposisi Uranus
Setelah Mars, Jupiter, Saturnus dan Neptunus berada pada posisi terdekatnya dari Bumi, kini giliran Uranus, si planet es raksasa lainnya untuk berada dekat dengan Bumi. Planet yang bergerak menggelinding ini akan tampak unik sebagai titik warna biru kehijauan di teleskop. Untuk menemukannya, arahkan teleskop ke rasi Aries. Saat oposisi Uranus sedang berada di rasi Aries dengan kecerlangan 5,7 magnitudo.

26 November — Konjungsi Jupiter
Jupiter berada pada jarak terjauhnya dari Bumi. Saat konjungsi dengan Matahari, Jupiter akan berada pada sisi berlawanan dari Bumi dengan Matahari ada di antara keduanya. Bagi pengamat, Jupiter akan menghilang dari langit malam.

Ekuinoks & Solstice

Ekuinoks dan Solstis dan 4 musim yang terjadi di Bumi. Kredit: langitselatan
Ekuinoks dan Solstis dan 4 musim yang terjadi di Bumi. Kredit: langitselatan

20 Maret – Ekuinoks
Matahari berada di ekuinoks atau di atas garis khatulistiwa. Lamanya siang dan malam menjadi sama yakni 12 jam. Bagi masyarakat di belahan bumi utara, tanggal 20 Maret merupakan Vernal Ekuinoks atau titik balik musim semi yang menandai awal musim semi. Di belahan Bumi selatan, ekuinoks di bulan Maret merupakan ekuinoks musim gugur yang menandai awal musim gugur.

Vernal Ekuinoks akan terjadi tanggal 20 Maret pukul: 23:15 WIB

21 Juni – Solstice (Summer Solstice – Belahan Utara ; Winter Solstice – Belahan Selatan)
Titik balik musim panas bagi masyarakat di Belahan Bumi Utara dan titik balik musim dingin bagi penduduk di Bumi Belahan Selatan. Selain itu, bagi penduduk di belahan selatan, ini merupakan malam terpanjang dan bagi mereka yang berada di utara, ini adalah siang terpanjang.

Titik balik musim panas akan terjadi tanggal 21 Juni pukul: 17:07 WIB

23 September – Ekuinoks
Matahari berada di ekuinoks atau di atas garis khatulistiwa. Lamanya siang dan malam menjadi sama yakni 12 jam. Bagi masyarakat di belahan bumi utara, tanggal 23 September merupakan Ekuinoks Musim Gugur atau titik balik musim gugur yang menandai awal musim gugur. Sebaliknya di belahan Bumi selatan, ekuinoks di bulan September merupakan vernal ekuinoks atau ekuinoks musim semi yang menandai awal musim semi.

Autumnal Ekuinoks akan terjadi tanggal 23 September pukul: 08:54 WIB

21 Desember – Solstice (Winter Solstice – Belahan Utara ; Summer Solstice – Belahan Selatan)
Titik balik musim dingin bagi masyarakat di Belahan Bumi Utara dan titik balik musim panas bagi penduduk di Bumi Belahan Selatan. Selain itu, bagi penduduk di belahan selatan, ini merupakan siang terpanjang dan bagi mereka yang berada di utara, ini adalah malam terpanjang.

Titik balik musim dingin akan terjadi tanggal 22 Desember pukul: 05:22 WIB

Hujan Meteor

4 Januari – Hujan Meteor Quadrantid
Tahun 2018 akan diawali oleh pertunjukkan hujan meteor Quadrantid di langit dari tanggal 28 Desember – 12 Januari. Puncak hujan meteor Quadrantid akan berlangsung tanggal 4 Januari 2018 pukul 04:00 WIB dini hari. Hujan meteor Quadrantid tampak muncul dari rasi Bootes yang terbit pukul 03:00 WIB di arah timur laut. Berbeda dengan hujan meteor lainnya, puncak hujan meteor Quadrantid hanya terjadi beberapa jam.

Saat malam puncak pengamat bisa menikmati setidaknya 50-120 meteor per jam. Akan tetapi, bagi pengamat di belahan Bumi Selatan, hujan meteor Quadrantid tidak sebaik pengamat di Utara dan banyaknya meteor yang bisa dinikmati juga lebih sedikit. Apalagi untuk tahun 2018, Bulan akan jadi sumber polusi cahaya utama karena baru melewati fase purnama atau cembung besar ~ 99%.

23 April – Hujan Meteor Lyrid
Hujan meteor yang berasal dari debu ekor komet Thatcher C/1861 G1 akan mencapai puncak tanggal 23 April dini hari atau tepatnya kisaran pukul 01:00 WIB. Hujan meteor Lyrid bisa dinikmati setelah rasi Lyra yang jadi arah datangnya, terbit pukul 23:00 WIB. Bulan perbani awal sudah terbenam saat tengah malam sehingga pengamat bisa menikmati kehadiran lintasan meteor di langit sampai fajar menyingsing.  Saat puncak, pengamat hanya bisa melihat 18 meteor per jam yang bergerak dengan kecepatan 48,8 km/detik.

6 Mei – Hujan Meteor Eta Aquariid
Dimulai tanggal 19 April – 28 Mei, hujan meteor Eta Aquariid yang berasal dari sisa komet Halley akan mencapai puncak tanggal 6 Mei. Hujan meteor tersebut akan tampak tampak datang dari rasi Aquarius dan bisa diamati setelah lewat tengah malam sampai jelang fajar, setelah rasi Aquarius terbit tengah malam.

Bulan baru akan mencapai fase perbani akhir dan terbit jelang tengah malam pada pukul 22:04 WIB, disusul Rasi Aquarius satu jam kemudian. Di malam puncak, pengamat bisa melihat 40 – 85 meteor setiap jam dengan kecepatan 66,9 km/detik.

30 Juli – Hujan Meteor Delta Aquariid Selatan
Hujan meteor Delta Aquariid merupakan hujan meteor yang berasal dari pecahan komet Marsden dan Kracht Sungrazing. Sama seperti eta Aquariid, hujan meteor delta Aquariid selatan juga tampak berasal dari rasi Aquarius dan akan mencapai puncaknya pada tanggal 30 Juli dengan 16 – 25 meteor per jam.  Tapi jika ingin melakukan pengamatan, hujan meteor Aquariid sudah bisa diamati sejak matahari terbenam sampai fajar menyingsing. Demikian juga Bulan yang terbit pukul 19:50 WIB akan bertengger di langit sampai fajar menyingsing dan menjadi sumber polusi cahaya bagi para pengamat.

Baca juga:  Pahlawan di Tata Surya

30 Juli – Alpha Capricornid
Selain delta Aquariid selatan, pada tanggal 30 Juli hujan meteor alpha Capricornid akan mencapai puncaknya. Hujan meteor yang berlangsung dari 3 Juli sampai 15 Agustus akan tampak datang dari arah rasi Capricorn dan berasal dari komet 45P Honda-Mrkos-Pajdusakova. Dugaan lain asal hujan meteor ini dari asteroid 2002 EX12 yang kemudian dikenal sebagai komet 169P/NEAT.

Puncak hujan meteor Capricornid akan terjadi tanggal 30 Juli dengan laju 5 meteor per jam. Akan tetapi, biasanya ada bola api yang terbentuk dan melintas di langit malam. Rasi Capricorn sudah terbit sejak Matahari terbenam dan pengamat bisa menikmati hujan meteor alpha Capricornid sepanjang malam sampai fajar menyingsing. Lagi-lagi Bulan cembung besar akan jadi sumber utama polusi cahaya untuk hujan meteor yang satu ini.

13 Agustus – Hujan Meteor Perseid
Dimulai tanggal 17 Juli – 24 Agustus, hujan meteor Perseid yang berasal dari debu komet Swift-Tuttle tersebut akan mencapai puncak tanggal 13 Agustus. Di malam puncak diperkirakan 100 meteor akan melintas setiap jam dan tampak datang dari rasi Perseus. Untuk lokasi pengamatan yang bebas polusi cahaya, pengamat bisa menyaksikan setidaknya 50-75 meteor setiap jam.

Rasi Perseus baru akan terbit setelah lewat tengah malam yakni pukul 01:00 WIB. Bulan baru saja melewati fase Bulan baru dan sudah terbenam sejak pukul 19:48 WIB. Langit gelap merupakan kondisi yang sangat tepat untuk melakukan perburuan meteor mulai tengah malam sampai saat fajar menyingsing. Rasi Perseid terbit di arah timur laut.

21 Oktober – Hujan Meteor Orionid
Hujan meteor Orionid yang berasal dari sisa debu komet Halley akan kembali menghiasi langit malam dari 2 Oktober sampai 7 November. Sesuai namanya, hujan meteor Orionid tampak muncul dari rasi Orion si Pemburu dan mencapai puncak pada tanggal 21 Oktober.

Saat malam puncak, pengamat bisa menikmati 25 meteor per jam yang melaju dengan kecepatan 66 km/detik. Rasi Orion terbit pukul 22:16 WIB dan Bulan cembung besar yang sedang mengarah ke barat dan terbenam pukul 02:58 WIB akan jadi polusi cahaya yang mengganggu pengamatan.

5 November – Hujan Meteor Taurid Selatan
Hujan meteor Taurid berasal dari butiran debu Asteroid 2004 TG10 dan sisa debu Komet 2P Encke, berlangsung sejak 10 September – 20 November dan tidak pernah menghasilkan lebih dari 5 meteor per jam. Menariknya, hujan meteor taurid ini kaya dengan bola api.

Puncak hujan meteor yang tampak datang dari rasi Taurus berlangsung tanggal 5 November, hanya dengan 5 meteor per jam yang lajunya hanya 28 km/detik. Hujan meter Taurid bisa diamati setelah Matahari terbenam saat rasi Taurus juga terbit di arah timur sampai jelang fajar saat rasi ini akan terbenam di barat. Cahaya Bulan tidak akan jadi faktor polusi cahaya karena jelang Bulan baru dan Bulan terbit dini hari pukul 03:28 WIB.

12 November – Hujan Meteor Taurid Utara
Hujan meteor Taurid Utara juga tampak datang dari rasi Taurus dan dimulai dari tanggal 20 Oktober – 10 Desember dengan puncak pada tanggal 12 November. Saat malam puncak, Hujan Meteor Taurid Utara akan menghiasi langit dengan 5 meteor per jam dengan laju 29 km/jam. Rasi Taurus terbit setelah Matahari terbenam dan bisa diamati sampai fajar menyingsing. Bulan sabit tipis tidak akan memberi pengaruh pada polusi cahaya alami dan Bulan yang baru melewati fase Bulan baru ini terbenam pukul 21:52 WIB.  Perpaduan hujan meteor Taurid Utara dan Selatan yang masih berlangsung di akhir Oktober dan awal November menjadi atraksi menarik di langit. Apalagi dengan kehadiran fireball.

17 November – Hujan Meteor Leonid
Dulu hujan meteor Leonid pernah berjaya dengan badai Leonid, akan tetapi sekarang pengamat meteor hanya bisa menyaksikan 15 meteor per jam saat puncak pada tanggal 17 November.  Hujan meteor Leonid yang berasal dari sisa debu komet Tempel-Tuttle berlangsung dari tanggal 6 – 30 November dan tampak datang dari arah rasi Leo.

Bagi pemburu meteor, rasi Leo baru akan terbit tengah malam pada pukul 00:21 WIB dan sekitar 30 menit kemudian, Bulan cembung yang menghiasi langit malam akan terbenam. Tepatnya pada pukul 00:50 WIB.  Langit tanpa Bulan mulai tengah malam smapai jelang dini hari akan jadi kondisi ideal untuk berburu meteor yang melintas dengan kecepatan 77 km/detik.

14 Desember – Hujan Meteor Geminid
Di penghujung tahun 2018, hujan meteor Geminid kembali menjadi tontonan menarik dengan 120 meteor per jam saat puncak. Hujan meteor yang tampak datang dari rasi kembar Gemini ini berlangsung dari tanggal 4 — 17 Desember dan puncaknya akan terjadi tanggal 14 Desember. Hujan meteor Geminid yang melaju dengan kecepatan 35 km/detik, bisa dinikmati kehadirannya setelah rasi Gemini terbit antara pukul 20.00 WIB. Bulan sedang menuju fase perbani awal dan terbenam pukul 23:27 WIB. Waktu terbaik untuk pengamatan bisa dilakukan setelah pukul 22:00 WIB saat rasi Gemini sudah cukup tinggi dan mulai tengah malam sampai fajar menyingsing, tidak ada Bulan yang jadi faktor polusi cahaya alami.

Clear Sky!

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini