Perhelatan kompetisi roket air 2016 di kota Ambon telah usai dilaksakanan. Namun sharing ilmu roket ini masih berlanjut. Masih ada satu lagi tempat yang saya singgahi untuk berbagi ilmu roket ini yaitu ke Saparua, tempat kelahiran pahlawan Pattimura. Kami berangkat sekitar pukul 06.00 pagi sehari setelah acara puncak perhelatan Festival Pendidikan Maluku 2016 digelar di Taman Budaya Kota Ambon dengan menghadirkan pembicara Bpk. Anies Baswedan dan Ibu Najelaa Shihab pada tanggal 29 Januari 2016. Setelah bermobil menuju dermaga yang berada di Tulehu, perjalanan dilanjutkan melalui jalur laut menggunakan speedboat. Kami menggunakan dua speedboat berukuran kecil. Ini adalah kali pertamanya saya berpetualang menggunakan speedboat di perairan Maluku.
Selama perjalanan, sesekali tampak ikan indosiar beterbangan di sisi kapal. Bentuk aerodinamis dari ikan ditambah dengan sirip lebarnya yang terkembang membuat ikan eksotis ini mampu melayang lama di atas permukaan laut. Sayang, saya tidak sempat mengabadikannya dengan kamera ponsel saya. Lebih dari sejam kami meluncur di perairan Maluku sebelum akhirnya mendarat di pelabuhan Haria, Saparua.
Saya berangkat tidak sendiri. Heka Leka yang memandu kami ada 6 orang antara lain Imanuel, Ega, Heny, Au, Ice, Stanley, dan Thomas. Selain tim Heka Leka, ibu Arlina Rahardjo dari Petra Surabaya turut berkesempatan berbagi ilmu tentang pentingnya perpustakaan. Ibu yang berusia lebih dari 60 tahun ini akan melakukan presentasi di SDN 2 Saparua di depan para guru-guru yang telah diundang. Selain kami, ada Ibu Ifa H. Misbach dari Universitas Pendidikan Indonesia dan Pak M. Chozin Amirullah dari staf ahli kementerian pendidikan yang ikut berpetualang di bumi Saparua.
Saya sendiri akan melakukan ujicoba peluncuran di Lapangan Merdeka, Saparua yang bersebelahan dengan Benteng Duurstede yang masih kokoh berdiri di atas karang hingga kini. Ada dua SMA yang diundang antara lain SMA Kristen Saparua dan MAN Siri Sori Islam. Kami tiba sekitar pukul 09.30 di lokasi acara. Posisi Lapangan Merdeka berada di depan SDN 2 Saparua. Sesi paralel pun dimulai, Ibu Arlina dengan materi perpustakaannya di ruang kelas SDN 2 Saparua dan sesi langitselatan di Lapangan Merdeka, Saparua.
Saat kami tiba di Lapangan, baru satu sekolah yang hadir yaitu MAN Siri Sori Islam. Mengingat kedatangan kami sebenarnya sudah terlambat, kami memutuskan untuk memulai sesi pengenalan roket yaitu mengenai peluncur, pembuatan bermacam jenis peluncur, badan roket, cara meluncurkan roket air lengkap dengan penjelasan safety prosedurnya. Sesi pembuatan badan roket dan peluncuran saya delegasikan kepada ketua Amboina Astronomy Club, Thomas S. Amarduan. Sesi penjelasan ini, kami buat dalam dua sesi singkat. Sesi pertama untuk adik-adik MAN dan sesi kedua untuk SMA Kristen Saparua yang datang terlambat.
Setelah penjelasan pembuatan peluncur dan badan roket, kami pun bergerak ke tengah lapangan untuk melakukan simulasi peluncuran. Banyak pertanyaan yang muncul dari para siswa antara lain, “Bagaimana jika kita meluncurkan botol tanpa air, bagaimana kalau air diisi penuh, bagaimana jika tekanan sampai 7 bar, dan pertanyaan lainnya” Seluruh pertanyaan ini tidaklah saya jawab langsung. Semua pertanyaan saya jawab dengan meminta mereka untuk mencobanya sendiri dengan peluncur yang kami bawa dari kota Ambon. Proses inquiry terjadi dengan sendirinya dimana pembelajaran dilakukan melalui hasil penemuan dari siswa itu sendiri. Cara seperti inilah yang coba saya sharing kepada guru-guru sains yang kebetulan juga turut menemani siswa yang mengikuti kegiatan ini. Cara yang saya kenalkan ini terbilang efektif. Beberapa siswa yang sedari awal saya perhatikan memiliki minat dalam kegiatan ini membuat sendiri roket air dari bahan-bahan yang ada di sekitar lapangan seperti botol minuman soda bekas. Untuk sirip roket, mereka menggunakan sirip bekas dari sebuah roket yang telah bocor setelah menghantam Lapangan Merdeka. Roket ini sebelumnya membumbung tinggi di wilayah udara Benteng Saparua. Ekspresi keingintahuan dan rasa penasaran sangat jelas terlihat.
Sore harinya, kami meninggalkan Saparua setelah sebelumnya makan siang di Sekolah PAUD yang dibuat oleh Heka Leka serta soan di rumah kediaman Pattimura. Kami tidak langsung ke pelabuhan Tulehu, Ambon Sebuah pulau tak berpenghuni yang berpasir putih lembut menjadi tempat istirahat kami selama kurang lebih sejam. Penduduk setempat memberi nama pulau ini dengan nama Pulau Molana.
Setelah puas berenang di Pulau Molana, tim pun bergerak pulang. Gelombang laut ternyata tidak seramah saat berangkat. Gelombang besar membuat speed boat bergerak lincah kekiri dan ke kanan mengikuti bagian lembah dari ombak-ombak yang bergolak. Tak jarang speed boat yang kami tumpangi berlompatan saat menerjang ombak. Kami tiba di pelabuhan Tulehu sesaat setelah Adzan Magrib berkumandang. Acara hari ini ternyata belumlah berakhir. Sebuah undangan dadakan muncul dari Kepala Dinas P dan K Provinsi Maluku. Bpk. M. Saleh Thio menjamu kami makan malam di salah satu rumah makan di kota Ambon. Kegiatan hari ini kami akhiri dengan menyantap hidangan laut yang manis bersama-sama. Sebuah sinergi mulai terjalin sebagai upaya mencerdaskan anak bangsa, khususnya bagi pendidikan di Maluku.
Tulis Komentar