fbpx
langitselatan
Beranda » Kehadiran Planet Masif di Bintang Muda

Kehadiran Planet Masif di Bintang Muda

Menemukan jejak planet yang sedang terbentuk atau baru terbentuk bukan sesuatu yang mudah. Dibutuhkan mata dengan tingkat ketajaman yang luar biasa untuk itu. Dan itu ternyata bisa dilakukan oleh ALMA atau Atacama Large Millimeter/submillimeter Array yang melihat alam semesya dalam cahaya berbeda yakni cahaya radio.

Ilustrasi kehadiran piringan gas dan debu di sekitar bintang. Kredit: ALMA
Ilustrasi kehadiran piringan gas dan debu di sekitar bintang. Kredit: ALMA

Dalam pengamatannya ALMA berhasil melihat perbedaan  celah pada piringan gas dan debu di sekitar empat bintang muda. Apa yang dilihat ALMA mengindikasikan keberadaan planet yang massanya beberapa massa Jupiter baru saja terbentuk di piringan tersebut.

Memata-matai bintang muda
Penemuan ini dimulai dari ide para astronom yang dipimpin oleh Nienke van der Marel dari Observatorium Leiden untuk mencari tahu bagaimana planet terbentuk di bintang. Untuk itu ia dan tim memilih untuk mengamati dan mempelajari piringan gas dan debu yang berada di sekeliling bintang muda. Piringan gas dan debu inilah yang menjadi palung kelahiran planet setelah bintang terbentuk. Tapi, tidak sembarang teleskop bisa melihat piringan yang tidak saja kecil tapi juga sangat jauh dari Bumi. Dibutuhkan teleskop khusus seperti ALMA untuk bisa menyingkap rahasia mereka.

Piringan yang diamati merupakan tipe khusus yang disebut piringan transisi. Piringan atau cakram tipe ini tidak memiliki kehadiran debu di pusatnya, atau lebih tepatnya di area di sekeliling bintang. Mengapa ada celah seperti ini masih belum dapat dipastikan. tapi ada 2 teori yang dikemukakan untuk menjelaskan fenomena tersebut.

Yang pertama, ketiadaan debu tersebut terjadi karena ada angin bintang dan radiasi yang kuat yang menyapu ataupun menghancurkan keberadaan gas dan debu di area tersebut. Jadi gas dan debu yang tadinya mengelilingi bintang disapu ke luar oleh angin bintang dan radiasi. Proses tersebut dikenal sebagai fotoevaporasi.

Penjelasan kedua memperhitungkan keberadaan planet masif yang sedang dalam proses pembentukan. Jadi ketika sebuah planet bermassa besar terbentuk, ia akan menarik materi di sekelilingnya sebagai materi penyusun dan membersihkan materi di orbitnya. Planet yang sedang terbentuk tidak mudah untuk bisa diamati. Mereka sangat redup. Bahkan pengamatan dalam panjang gelombang milimeter yang dilakukan sebelumnya juga gagal untuk bisa melihat area dimana si planet terbentuk.  Akhirnya, misteti itu bisa tersingkap setelah mata ALMA yang sensitif dan tajam melakukan pengamatan.

ALMA berhasil melihat dan memetakan piringan transisi pada empat bintang muda yakni SR 21, HD 135344B (atau SAO 206462), DoAr 44 dan Oph IRS 48. Hasil pemetaan inilah yang memperlihatkan kalau celah yang ada di piringan tersebut bukanlah fotoevaporasi.

Citra terbaru yang berhasil dipotret ALMA memperlihatkan keberadaan gas yang jumlahnya cukup signifikan di dalam celah debu. Menariknya lagi, piringan gas yang mereka lihat itu juga memiliki celah dengan ukuran tiga kali lebih kecil dari celah debu. Fenomena ini hanya bisa dijelaskan oleh kehadiran planet masif yang baru terbentuk. Selama proses pembentukan, gas dibersihkan dari orbit sedangkan partikel debu justru terperangkap pada jarak yang lebih jauh. Planet masif tersebut diperkirakan memiliki massa beberapa kali massa Jupiter.

Baca juga:  Molekul Pun Tak Bisa Terikat di Planet Jupiter Ultrapanas

Penemuan ini berhasil diamati ALMA hanya dengan menggunakan sepersepuluh kemampuannya. Meskipun ALMA berhasil memperlihatkan dimana planet raksasa terbentuk, masih dibutuhkan pengamatan lanjutan untuk bisa memahami secara utuh proses pembentukan planet.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini