Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Pluto, Eris, Sedna, Ceres dll merupakan nama dari obyek di Tata Surya baik planet, planet katai, asteroid maupun komet. Nama-nama yang tak asing bagi kita sekaligus. mudah diingat. Nama yang melibatkan kisah para dewa dari berbagai kebudayaan.
Menurut International Astronomical Union atau IAU, masyarakat dan bahkan korporasi memang bertanya bagaimana bisa menamai bintang atau bahkan membeli nama sebuah bintang. Sayangnya nama bintang atau nama planet atau nama benda langit tidak untuk diperjual belikan. Dan meskipun nama bintang bisa memberi kesan membumi, puitis, romantis tapi bagi para astronom lebih penting nomer katalog dan posisi si bintang di langit agar mudah ditemukan.
Tapi, tidak dipungkiri kalau bintang-bintang juga punya nama tradisional yang bahkan dilatari kisah unik dari budaya yang berbeda. Seperti Southern Crux si rasi salib selatan atau rasi layang-layang di Indonesia. Nama populer dari benda langit bisa jadi berbeda di tiap negara karena dinamai berdasarkan kisah setempat namun mengacu pada obyek yang sama. Itu dari nama populer yang dikenal di masyarakat.
Bagi astronom, setiap obyek di langit punya nama ilmiah khusus yang disepakati agar tidak menimbulkan kebingungan. Seperti misalnya nebula Orion yang dikenal secara umum punya nama M42 bagi para astronom. Atau Antares yang adalah Alpha Scorpio. Tujuan penamaan atau penomoran obyek langit ini untuk memudahkan para astronom dalam mengenali obyeknya. Akan tetapi tentu tidak mudah bagi masyarakat awam untuk mengingat nama-nama yang diembel-embeli nomor yang kadang cukup panjang. Keberadaan nama-nama populer seperti nama-nama obyek di Tata Surya dan nama-nama bintang terang menjadi penting sebagai tanda pengenal bagi masyarakat awam. Apalagi dengan semakin banyaknya obyek yang ditemukan. Contoh nyata adalah planet extrasolar. yang hampir mencapai 1000 dan masih belum punya nama selain nama atau kode ilmiahnya.
Pertanyaannya, apakah di masa kini para astronom tak lagi menamai obyek langit dengan nama populer? Bisakah masyarakat berkontribusi untuk menamai obyek tersebut?
Sebenarnya penamaan obyek langit memang bukan hanya hak para astronom. Sejak jaman dahulu masyarakat sudah turut ambil bagian menamai obyek yang ada. Di masa kini masyarakat masih turut berperan dalam penamaan obyek langit seperti contohnya penamaan obyek kecil di Tata Surya melalui pengajuan yang dikirimkan ke IAU untuk kemudian dibahas oleh komisi terkait untuk diputuskan nama apa yang akan digunakan. Contoh yang dekat dengan kita di Indonesia adalah penamaan 4 asteroid dengan nama mantan kepala Observatorium Bosscha maupun nama asteroid yang menggunakan nama lokasi di Indonesia. Semua nama itu terlebih dahulu diajukan dan dikaji sebelum diputuskan untuk digunakan secara luas.
Penamaan benda-benda langit dengan nama sendiri juga bisa dan bisa cepat disetujui kalau si benda langit memang ditemukan oleh si empunya nama. Contohnya komet Shoemaker–Levy 9 yang nama atau bisa kita sbeut kodenya D/1993 F2 dan ditemukan oleh Carolyn dan Eugene M. Shoemaker dan David Levy. Atau Komet Elenin (C 2010/X1) yang ditemukan oleh Leonid Elenin, seorang astronom amatir dari Rusia.
Tapi, yang kemudian menjadi “kontroversi” atau yah sedikit “memanas” di awal tahun 2013 adalah penamaan planet di bintang lain yang kita kenal sebagai planet extrasolar.
Penamaan Planet Extrasolar
Planet extrasolar di bintang serupa Matahari pertama kali ditemukan pada bintang 51 Pegasi oleh Michel Mayor dan Didier Queloz. Sebuah momentum bagi penemuan planet di bintang lain karena sejak itu tercatat telah ditemukan 940 planet.
Untuk mempermudah para astronom dalam mengenali, melakukan studi, penelitian dan pengamatan kembali pada planet yang ditemukan, maka planet diberi kode berdasarkan nama bintang induknya. Planet yang ditemukan di 51 Pegasi diberi kode b artinya dia ini planet pertama yang ditemukan mengitari bintang 51 Pegasi. Jika sebuah bintang punya beberapa planet maka planet yang pertama ditemukan akan diberi kode b dan yang kedua diberi kode c, d, e dst. Seluruh kode planet ditulis dalam huruf kecil. Tapi jika beberapa planet ditemukan pada sebuah bintang secara bersamaan, maka penamaan atau kode b,c, d dan seterusnya diberikan berdasarkan jarak orbit. Planet terdekat diberi kode b, yang berikutnya c,d, dst. Ada lagi planet-planet yang kemudian baik bintang dan planetnya diberi kode berdasarkan nama wahana pencari seperti bintang-bintang yang diamati Kepler yang dinamai berdasarkan nama wahana Kepler dan diberi kode nomer untuk bintang dan huruf b,c,d dll sebagai kode planet yang mengitarinya. Sebelumnya bintang-bintang ini hanya dikenal dari posisinya di langit.
Identitas planet seperti ini mungkin memusingkan bagi masyarakat tapi justru mempermudah para astronom dalam mempelajarinya. Begitu disebut 47 UMa c, maka astronom tahu itu adalah planet kedua yang ditemukan di bintang 47 UMa. Seandainya diberi nama populer saja tentu membingungkan planet itu bintang induknya yang mana.
Tapi bagi masyarakat umum jelas kode seperti ini sedikit membingungkan dan melelahkan. Lebih mudah mengingat nama Pandora seperti yang ada di film Avatar misalnya atau Taotoine seperti di Star Wars. Nama populer memang dibutuhkan terutama untuk planet di bintang-bintang dekat atau planet-planet yang unik.
Pertanyaannya bagaimana menamai planet-planet itu dengan nama populer?
Kontes UWINGU dan Kontroversi Penamaan Planet
Ide menamai planet di bintang lain khususnya planet di bintang-bintang dekat dari Matahari kemudian dijadikan sebuah kontes oleh UWINGU, perusahaan yang didirikan oleh Alan Stern pimpinan penelitian pada misi New Horizon ke Pluto yang juga CEO UWINGU bersama beberapa astronom di Amerika Serikat yang bertujuan mencari dana untuk mendanai riset maupun kegiatan penjangkauan publik.
Semenjak didirikan tahun 2012, UWINGU memberi bantuan pada Astronomers Without Border, Galileo Teacher Training Project, Purdue Multiethnic Training Program dan The Allen Telescope Array at SETI. Untuk bisa memperoleh dana, UWINGU menyelenggarakan kontes pemberian nama pada planet extrasolar yang merupakan tetangga Matahari seperti planet Alpha Centauri Bb, planet yang mengitari bintang Alpha Centauri B. Ide dari kontes ini adalah masyarakat mengusulkan nama dan kemudian melakukan voting pada nama-nama yang diusulkan. Untuk melakukan pengusulan maupun voting, masyarakat harus membayar pada UWINGU. Dana yang diperoleh inilah yang kemudian akan digunakan untuk memberi bantuan pada kelompok-kelompok yang membutuhkan untuk riset ataupun pendidikan astronomi.
Kontes ini memang menarik, dan jelas diminati publik. Lebih dari 1000 nama dinominasikan dan nama yang diajukan pun cukup unik. Ada yang mengusulkan nama pribadi, nama keluarga, nama dewa-dewi, nama tokoh atau nama pemimpin dunia. Ada nama Mao pemimpin China atau Barak Obama, Presiden Amerika Serikat yang diusulkan. Juga ada istilah-istilah tanpa arti yang diajukan. Tujuannya memang baik yakni menyertakan masyarakat dalam dunia sains yang mungkin sering dirasa dimonopoli kalangan saintis.
Akan tetapi, kontes pemberian nama ini mendapat tanggapan berbeda dari IAU, organisasi astronomi internasional yang sejak berdiri tahun 1919 berperan dalam pengembangan astronomi maupun penetapan regulasi bagi kepentingan riset dan komunikasi astronomi.
Di IAU ada Divisi dan Komisi yang mengatur kajian setiap topik yang di antaranya penetapan nama-nama obyek. Kontes yang diselenggarakan UWINGU berbuah reaksi IAU yang mengkhawatirkan keberadaan kontes tersebut dapat memberi persepsi yang salah dari masyarakat. Bagaimana tidak, membayar 4,99 USD untuk mengusulkan nama dan 0,99 USD untuk melakukan voting tentu memberi kesan ada jual beli nama planet meskipun tujuannya tidak seperti itu. Apalagi, hasil kontes penamaan planet tidak akan serta merta jadi resolusi IAU untuk menetapkan nama planet tersebut.
Dalam pernyataannya, IAU menyatakan kalau nama planet tidak diperjualbelikan dan yang berhak menetapkan nama resmi sebuah obyek langit adalah IAU. Kontes yang berlangsung tidak dihentikan hanya dipertegas bahwa hasil dari kontes tersebut tidak serta merta digunakan dan disahkan hasilnya sebagai nama planet karena ada regulasi dan proses yang harus dilewati oleh sebuah nama yang diusulkan untuk menjadi nama planet. Dan IAU merupakan penentu terakhir sebuah nama bisa atau tidak disahkan sebagai nama planet. Dalam pernyataannya, IAU juga menegaskan bahwa keikutsertaan masyarakat memang diperbolehkan dan dianggap penting dalam perkembangan astronomi. Karena itu di tahun 2013, Komisi 53 IAU yang membidangi Planet Ekstrasolar dan anggotanya berkonsultasi terkait pemberian nama populer exoplanet.
Pernyataan IAU ini kemudian dipertegas dengan edaran pada tgl 13 Agustus 2013 terkait penamaan planet dan satelit sebuah planet oleh masyarakat.
Penamaan Planet dan Satelit Planet
Dalam surat edarannya di bulan Agustus 2013, IAU menyatakan bahwa semenjak berdiri di tahun 1919, IAU menjadi penentu resmi bagu penamaan planet maupun satelit yang kemudian diadopsi oleh 11000 astronom profesional dari lebih 90 negara. Salah satu tugas IAU adalah penamaan atau pengkodean obyek untuk kebutuhan sains seperti yang sudah kita ketahui. Meskipun pada awalnya sempat terjadi debat siapa yang berhak memberi nama bagi planet-planet di bintang lain, IAU kemudian menyatakan bahwa masyarakat juga punya peran dalam menentukan nama-nama planet tersebut. Sebelumnya untuk nama exoplanet masyarakat memang belum punya peran apapun. Dan pada akhirnya IAU melihat dan memposisikan dirinya bukan sebagai pemain tunggal dalam penentuan nama tapi IAU tetap berperan sebagai wasit yang menentukan nama apa yang akan digunakan.
Untuk itu, bagi masyarakat yang hendak mengusulkan nama planet bisa langsung menghubungi lewat surel ke [email protected]. Tapi pola penamaan tetap harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Jika sebelumnya IAU tampaknya resisten dengan kampanye yang dilakukan UWINGU, kali ini IAU memberikan regulasi bagi kampanye penamaan planet yang dilakukan oleh organisasi, perusahaan ataupun kelompok masyarakat.
Dalam regulasinya tersebut, setiap kampanye atau proses seleksi nama yang dilakukan oleh organisasi atau kelompok apapun harus berasosiasi dengan IAU sehingga ada koordinasi dalam proses pemilihan nama planet apakah lewat voting atau cara-cara lainnya. Hasilnya akan jadi pertimbangan bagi IAU dalam memutuskan nama tersebut bisa digunakan atau tidak.
Aturan yang diberikan oleh IAU dalam penamaan planet yang harus dipatuhi adalah sebagai berikut:
- Mengacu pada penamaan planet oleh publik lewat voting (prosesnya), Sekretaris Umum IAU harus terlebih dahulu dikontak sejak awal proses kontes atau kampanye.
- Proses yang akan digunakan dalam penamaan harus dikirimkan dalam bentuk proposal ke IAU oleh organisasi pelaksana. Di dalam proses tersebut harus melibatkan ilmuwan atau komunikator sains.
- Organisasi penyelenggara harus menyertakan surat resmi atau legalisasi organisasi atau representatif resmi disertai tujuan pelaksanaan. Dan penyelenggara juga harus menjelaskan alasan mengapa menyelenggarakan proses seleksi nama obyek langit atau sekelompok obyek langit.
- Proses penamaan obyek tersebut tidak diperbolehkan untuk meminta dana ataupun mencari keuntungan dengan tujuan apapun
- Penyelenggaraan penamaan obyek harus menjamin keikutsertaan masyarakat global.
- Pengajuan nama oleh masyarakat (perorangan maupun lewat kampanye) harus mengikuti aturan dan regulasi penamaan yang diambil dari aturan penamaan Benda Kecil di Tata Surya yang ditetapkan IAU dan Minor Planet Center. Lengkapnya di: [http://www.minorplanetcenter.net/iau/info/Astrometry.html#nametype]).
Nama yang diajukan secara umum harus memenuhi :- Penamaan tidak lebih dari 16 karakter
- Dalam satu suku kata
- Mudah diucapkan dalam berbagai bahasa
- Tidak menyinggung jika diadaptasi dalam semua bahasa dan budaya
- Tidak mirip dengan nama obyek astronomi yang sudah ada.
Sebagai Tambahan:
- Nama hewan tidak diperkenankan.
- Nama yang secara prinsip maupun yang murni memiliki keterkaitan komersil tidak diperkenankan.
- Nama perorangan, tempat dan kejadian yang memiliki keterkaitan dengan politik dan militer tidak diperbolehkan dan tidak cocok untuk digunakan.
- Proses penamaan maupun penamaan benda langit harus memenuhi hak intelektual:
- Harus mendapat persetujuan dari penemu, yang juga berpartisipasi dalam proses penamaan.
- Nama yang akan digunakan saat diajukan harus bebas digunakan oleh publik ( tidak terdaftar memiliki copyright dan memiliki royalti seperti nama yang diciptakan dalam fiksi, buku, permainan, film dll)
Setelah nama diajukan, akan ada proses seleksi yang akan dilakukan oleh Komite Eksekutif dalam Grup Kerja IAU dan jika diterima barulah diumumkan nama populer yang akan digunakan untuk sebuah benda langit. Tampak rumit? Sebenarnya tidak tapi sebuah regulasi memang dibutuhkan untuk tidak menimbulkan kekacauan.
Itulah sekelumit cerita tentang penamaan planet. Jadi jika ada yang ingin memberi nama sebuah planet, silahkan diajukan ke IAU
1 komentar