Setiap planet dalam tata surya kita, termasuk Bumi, memiliki dua sistem kutub. Yang pertama adalah kutub geografis, yakni proyeksi sumbu rotasi di permukaan planet tersebut yang mewujud pada terbentuknya kutub utara geografis dan kutub selatan geografis. Dalam astronomi, kutub-kutub geografis senantiasa menempati garis lintang 90 baik di lintang utara maupun selatan. Di Bumi, kutub utara geografis berada di Samudera Arktik, sementara kutub selatan geografisnya ada di daratan Antartika yang senantiasa berselimutkan es tebal.
Sistem kutub yang kedua adalah kutub magnetis, yakni sepasang titik di permukaan planet dimana garis-garis gaya medan magnetnya masuk ke dalam atau keluar dari dalam tubuh planet tersebut pada posisi tegaklurus permukaan rata-ratanya (inklinasi magnetik 90). Titik dimana garis-garis gaya magnet tersebut masuk ke dalam tubuh planet merupakan kutub utara magnetis, sebaliknya titik dimana garis-garis gaya magnet keluar dari tubuh planet adalah kutub selatan magnetis. Meski demikian tatanama ini tidak sepenuhnya diterapkan, sebab dalam praktiknya nama kutub-kutub magnetis mengacu pada nama kutub-kutub geografis yang berdekatan. Kedua kutub magnetis ini dapat diibaratkan sebagai sepasang ujung berbeda dari sebuah magnet batang raksasa yang tertanam dalam tubuh planet, meski pengandaian ini tidak sepenuhnya tepat. Kutub-kutub magnetis hanya berkaitan dengan sifat kemagnetan benda langit, bukan sifat rotasinya.
Posisi
Di Bumi, kutub utara magnetis terletak di tepi Samudera Arktika sementara kutub selatan magnetis terletak di tepi daratan Antartika. Posisi kutub utara magnetis tak berimpit dengan kutub utara geografis demikian halnya kutub selatan magnetis dengan kutub selatan geografis. Ketakberimpitan ini membuat jarum kompas (yang selalu mengarah ke kutub utara magnetis) senantiasa membentuk sudut tertentu terhadap arah utara sejatinya. Sudut ini dikenal sebagai deklinasi magnetik, yang nilainya berbeda-beda untuk tiap titik di muka Bumi. Â Bila ditelaah lebih lanjut, sumbu geomagnet (yakni garis lurus penghubung kutub utara-selatan magnetis di dalam tubuh Bumi) ternyata tidak berimpit dengan sumbu rotasi Bumi, melainkan membentuk sudut 11,5 derajat. Di sisi lain, sumbu geomagnet sendiri pun tidaklah simetris, sehingga posisi kutub selatan magnetis tidak persis di proyeksi titik-lawan kutub utara magnetisnya, melainkan berselisih jarak hingga 2.700 km.
Ketidakberimpitan dan ketidaksimetrisan semacam ini adalah wajar dalam tata surya kita, tak hanya dialami Bumi saja. Sumbu magnetis Jupiter juga membentuk sudut terhadap sumbu rotasinya, yakni sebesar 10 derajat. Bahkan dalam Uranus dan Neptunus situasinya cukup spektakuler karena sumbu magnetisnya masing-masing membentuk sudut 59 derajat dan 47 derajat terhadap sumbu rotasinya. Sebaliknya sumbu magnetis Saturnus hampir berimpit dengan sumbu rotasinya dimana sudut antara keduanya kurang dari 0,5 derajat.
Pembangkit
Mengapa bisa demikian? Di Bumi, medan magnet Bumi (geomagnet) dibangkitkan oleh aliran konvektif ion-ion Besi dan logam lainnya di inti luar yang sifatnya cair sangat kental. Aliran konvektif itu ditenagai panas internal Bumi dari sebagai hasil peluruhan radioaktif inti-inti atom berat (Uranium dan Thorium) serta sisa panas pembentukan Bumi purba di bawah pengaruh rotasi Bumi. Aliran ion pada hakikatnya adalah aliran partikel bermuatan listrik, sehingga setara dengan aliran listrik. Maka berlakulah kombinasi hukum sirkuit Ampere, hukum Faraday dan gaya Lorentz dalam bentuk mekanisme dinamo dengan produk akhirnya adalah geomagnet dengan struktur sangat besar. Tidak berimpitnya sumbu magnetis dan sumbu rotasi Bumi merupakan akibat dinamika internal inti Bumi yang berujung pada perbedaan kecepatan rotasi antara permukaan dengan inti Bumi.
Mekanisme serupa juga membentuk medan magnet planet lain. Hanya saja pada Uranus dan Neptunus, ion-ion yang mengalir di inti luarnya adalah ion ringan (air, amonia dan metana) dengan ketebalan lapisan konvektif yang lebih tipis sehingga sumbu medan magnetnya bisa membentuk sudut ekstrim terhadap sumbu rotasinya.
Dinamika internal inti Bumi menyebabkan geomagnet memiliki dinamika yang menakjubkan. Salah satunya adalah fenomena pembalikan kutub-kutub magnetis (magnetic reversal). Kutub-kutub magnetis diketahui tidak menempati lokasi yang sama untuk waktu lama, melainkan senantiasa bergeser pada kecepatan tertentu. Sejak pertama kali diidentifikasi dua abad silam, kutub utara magnetis telah bergeser sejauh lebih dari 600 km dengan kecepatan rata-rata 40 km/tahun. Sehingga kutub utara magnetis kian mendekati kutub utara geografis, meski keduanya tak bakal berimpit. Model matematis memperlihatkan posisi kutub utara magnetis yang kini berada di Samudera Arktika bagian Canada bakal bergeser demikian rupa sehingga dalam seabad ke depan akan memasuki Siberia (Russia).
Pembalikan dan Pemusnahan
Dalam jangka panjang, pergeseran kutub-kutub magnetis akan menyebabkan pertukaran posisi dimana yang sekarang menjadi kutub utara magnetis bergeser demikian rupa sehingga kelak menempati lokasi kutub selatan magnetis dan begitupun sebaliknya. Fenomena pembalikan kutub-kutub magnetis ini terhitung kerap terjadi. Sepanjang 5 juta tahun terakhir pembalikan kutub magnetis Bumi terjadi rata-rata setiap 0,2 hingga 0,3 juta tahun sekali. Namun sepanjang setengah milyar tahun terakhir, variasi periodisitas pembalikan kutub magnetis Bumi memiliki rentang dari 5.000 tahun hingga 50 juta tahun. Setiap pembalikan magnetis berlangsung selama ribuan tahun sehingga bukanlah peristiwa tiba-tiba dalam sekejap mata. Pembalikan magnetis juga dapat berlangsung akibat sebab eksternal, misalnya akibat hantaman asteroid/komet raksasa ke Bumi.
Peristiwa pembalikan kutub magnetis Bumi yang terakhir, yang dinamakan peristiwa Brunhes-Matuyama, terjadi pada 0,78 juta tahun silam. Pada masa kini, meski kutub-kutub magnetis terus bergeser, belum ada tanda-tanda bakal terjadinya pembalikan kutub magnetis Bumi berikutnya.
Meski terjadi pembalikan kutub-kutub magnetis, garis-garis gaya geomagnet tidaklah menghilang. Demikian pula magnetosfer beserta lapisan terdalamnya yang dikenal sebagai sabuk radiasi van-Allen. Sehingga berbeda dengan persepsi umum, dalam peristiwa pembalikan kutub magnetis Bumi, planet ini masih tetap dilindungi magnetosfernya dari ancaman eksternal dalam rupa sinar kosmik galaktik maupun radiasi partikel Matahari. Perlindungan ini demikian efektif sehingga bila kita merujuk pada kurva kelimpahan makhluk hidup sepanjang setengah milyar tahun terakhir, tak ada satupun peristiwa pembalikan kutub magnetis Bumi yang bertepatan dengan pemusnahan massal (pengurangan populasi makhluk hidup secara mendadak dan signifikan) baik mayor maupun minor, kecuali oleh sebab eksternal dalam rupa tumbukan asteroid/komet.
Matahari
Pembalikan kutub magnetis bukanlah peristiwa khas Bumi, namun juga terjadi pada benda langit anggota tata surya lainnya. Planet-planet yang memiliki medan magnet juga diindikasikan mengalaminya. Bahkan Matahari pun demikian. Pantauan satelit pengamat Mataharis ecara menerus sejak awal 1980-an mulai dari Uhuru, Solar Max hingga SOHO menunjukkan pembalikan kutub magnetis Matahari berlangsung lebih sering dengan pola mengikuti siklus aktivitas Matahari, yakni rata-rata tiap 11 tahun sekali. Dan setiap kali pembalikan magnetik Matahari terjadi, tidak diikuti dengan aktivitas di luar normal terkecuali peningkatan potensi badai Matahari yang masih tergolong wajar.
Sehingga desas-desus pembalikan kutub magnetis Bumi akan terjadi dan memicu Kiamat 2012 sebagaimana digembar-gemborkan selama ini bakal berbenturan dengan tiga fakta ilmiah. Pertama, sejauh ini tidak ada gejala bakal terjadinya peristiwa pembalikan kutub magnetis Bumi. Kedua, aktivitas pembalikan kutub magnetis Bumi bukanlah peristiwa spontan yang terjadi dalam sekejap mata, melainkan butuh waktu ribuan tahun. Ketiga, mengambil analogi aktivitas dan pembalikan kutub magnetis Matahari dan data-data pemusnahan massal, di masa silam peristiwa pembalikan kutub magnetis Bumi adalah kejadian biasa saja yang kerap terjadi dan tidak disertai bencana dahsyat yang membuat mengurangi populasi makhluk hidup berkurang drastis.
salah satu pembangkit magnet di bumi karena peluruhan senyawa radioaktif, berarti suatu saat jika senyawa ini telah meluruh semua, magnet bumi akan hilang ya mas? efeknya bisa dijelaskan lagi mas? apakah nasib bumi menjadi seperti mars?
menurut pendapat saya, magnet bumi tidak akan hilang, melainkan berkurang. atom yang telah meluruh selanjutnya akan membentuk atom baru melalui proses fusi (penggabungan) atau terurai lagi dalam bentuk yang lebih sederhana. Dalam siklus atom tersebut memberikan kemungkinan sekian persen terbentuknya atom uranium baru. Selain itu, ion2 logam dalam lapisan mantel bergerak juga karena pengaruh rotasi bumi.
Pada saat gaya elektromagnetis bumi berkurang pada titik tertentu, ia tidak akan mempu menahan bumi dari tarikan gravitasi matahari lagi (bumi berada dalam medan magnet matahari yang menyebabkan keduanya saling tolak), & memaksa bumi keluar jalur revolusinya.
Bila bumi hendak berubah menjadi mars, maka yang perlu bumi lakukan adalah mengurangi massanya yang diikuti dengan berkurangnya gravitasi yang mengikat atmosfer sehigga lapas ke angkasa. kemudian adalah meningkatkan suhunya, menguapkan semua air yang dikandungnya ke angkasa pula.
mantap luar biasa..
Mas, gmn cara nentuin letak kutub magnetisnya?
Inti artiketl yang dapat saya tangkap adalah “saat ini matahari terbit dari timur dan nantinya kelak matahari terbit dari barat”.
Itu disebabkan pengambilan bahan bakar panas bumi fosil batubara minyak dan gas bumi secara besar besaran untuk bahan bakar minyak dan dipakai tidak sepatutnya keperluan manusia pribadi bukan bumi. !!!