Menjelang akhir tahun 2011, tepatnya di bulan November para pecinta langit berkesempatan menikmati hujan meteor Leonid yang akan mendekati puncaknya minggu ini.
Leonid merupakan hujan meteor yang tergolong produktif setiap tahunnya dan terasosiasi dengan komet 55P/Tempel-Tuttle. Maksutnya, masyarakat bisa menikmati hujan meteor Leonid, ketika Bumi melintasi aliran partikel debu yang tersisa dari komet 55P/Tempel-Tuttle. Partikel-partikel tersebut terlepas dari ketika gas beku komet menguap saat komet mendekati Matahari – dimulai ketika berada lebih dekat dari orbit Jupiter.
Hujan meteor Leonid berlangsung dari tanggal 6 – 30 November dan akan mencapai puncaknya pada tanggal 18 November 2011 jam 03:40 UT atau jam 10:40 wib dengan kecepatan 72 km/detik. Hujan meteor Leonid yang akan tampak muncu dari rasi Leo (Singa) tersebut bisa dinikmati pengamat langit di belahan bumi utara dan selatan setiap tahunnya setelah lewat tengah malam sampai jelang dini hari. Rasi Leo sendiri akan terbit sekitar tengah malam dari timur. Dengan demikian saat yang tepat untuk melakukan perburuan pada setelah jam 2 dini hari ketika rasi leo sudah berada setidaknya 30 derajat di atas horison. Akan lebih menarik kalau pengamat bisa menemukan lokasi pengamatan yang tidak terhalang gedung atau apapun di arah timur.
Malam Puncak
Pada malam puncak hujan meteor leonid, Bulan sedang berada dalam fase kuartir terakhir dan terbit pada jam 23.54 sesaat sebelum rasi Leo terbit. Dengan cahaya Bulan yang cukup terang akan menyulitkan bagi pengamatan Leonid apalagi jika ditambah dengan polusi cahaya perkotaan.
Aktivitas Leonid tahun ini masih cukup tinggi namun sayangnya laju yang tinggi ini hanya bisa dinikmati dengan menggunakan sistem radar dan radio yang sensitif. Secara teoritis ada beberapa puncak.
Jérémie Vaubaillon mengindikasikan jejak debu dari tahun 1800-an ini akan berpapasan dengan Bumi pada tanggal 16 November jam 22:36 UT atau 17 November jam 05:36 wib dengan laju ~200 per jam. Sayangnya partikel debu tersebut sangat kecil sekitar 10 – 100 mikron sehingga tidak akan bisa diamati secara visual atau bahkan tidak terdeteksi sama sekali. Atau bisa dideteksi dengan sistem radar meteor yang sangat sensitif.
Menurut Mikhail Maslov ada dua puncak hujan meteor Leonid yang akan terjadi. Yang pertama tanggal 17 November sekitar jam 21 UT atau 18 November jam 4 dini hari, dengan laju 5 – 10 meteor per jam dan yang kedua pada tanggal 18 November jelang jam 23 UT atau jelang jam 6 pagi wib dengan laju ~ 10 meteor per jam. Namun diperkirakan laju rata-rata Leonid saat puncak bisa mencapai ~ 20 meteor per jam.
Asal Usul
Menelusuri kembali ke tahun 1833, pada tanggal 12 – 13 November, maka saat itu adalah saat dimana hujan meteor Leonid ditemukan sekaligus juga penanda kelahira meteor dalam astronomi. Saat itu, kala senja, beberapa astronom melihat sejumlah meteor di langit dan saat menjelang fajar jumlah meteor yang tampak pun semakin banyak.
Reaksi di masa itu jelas tidak seperti saat ini. Masyarakat pada masa itu justru histeris dan panik karena hujan meteor dikaitkan dengan hari penghakiman akhir, sementara bagi para ilmuwan kehadiran ribuan meteor yang tampak muncul dari rasi Leo ini justru menjadi pengalaman luar biasa.
Penjelasan saat itu penuh dengan berbagai teori yang kemudian berkembang menjadi spekulasi. Di antaranya adalah Matahari menyebabkan terlepasnya gas dari tumbuhan yang baru saja mati beku. Diyakini juga kalau gas yang melimpah itu merupakan hidrogen yang kemudian mengalami pembakaran oleh listrik dan partikel fosfor di udara. Diduga juga kencangnya angin selatan membawa sesuatu yang mengelektrifikasikan udara, yang ketika di waktu fajar yang dingin kemudian menyebabkan terjadinya pelepasan kilatan api yang mengarah ke Bumi.
Hanya D. Olmsted yang memberikan penjelasan yang hampir benar, yakni penampakan meteor dai rasi Leo dan meteor-meteor tersebut beasal dari awan partikel di angkasa, tanpa pernah ada penjelasan awan yang dimaksut itu dari mana.
Di tahun 1867, E.W.L Tempel (Marseilles, France) menemukan komet sirkular dengan kecerlangan 6 magnitudo di dekat rasi Beruang Besar. Sementara pengamatan H. Tuttle (Harvard College Observatory, Massachusetts, USA) pada bulan Januari 1866 juga mengarah pada komet yang sama, sehingga akhirnya komet tersebut dinamai Tempel-Tuttle. Di tahun 1867, T von Oppolzer menghitung periode komet tersebut adalah 33,17 tahun. Dan dari hasil observasi di tahun 1866 pada hujan meteor Leonid, U. J. J. Le Verrier, Dr. C. F. W. Peters, G. V. Schiaparelli, dan von Oppolzer secara terpisah menyimpulkan kalau ada kemiripan antara orbit komet Tempel-Tuttle dan hujan meteor Leonid.
Di tahun 1981, D. K. Yeomans (Jet Propulsion Laboratory, California, USA) mempelajari hubungan komet Tempel – Tuttle dengan hujan meteor Leonid. Ia memetakan distribusi debu disekitar komet tersebut dan mencocokannya dengan data hujan meteor Leonid dari tahun 902 – 1969. Di tahun 1999, David Asher dan Robert McNaught mempublikasikan makalah untuk memprediksikan badai meteor Leonid yang ternyata sesuai dengan kembalinya komet Tempel-Tuttle untuk mendekati Matahari.
Clear Sky!
Tulis Komentar