Teleskop yang sudah dibicarakan di atas dipakai pada daerah optik yang disebut daerah visual, yaitu daerah kasatmata yang tampak oleh mata. Sementara itu kita mengetahui bahwa cahaya sebenarnya terdiri atas berbagai panjang gelombang, di mana tiap-tiap panjang gelombang membawa energinya sendiri-sendiri. Besarnya energi yang dibawa pada setiap panjang gelombang tidak sama, tetapi berpuncak pada panjang gelombang tertentu. Panjang gelombang berapa yang memancarkan energi maksimal bergantung pada suhu objek tersebut, semakin tinggi suhunya semakin pendek panjang gelombangnya dan semakin biru warnanya. Tidak semua objek memancarkan energi maksimalnya pada daerah visual (daerah visual didefinisikan berada pada rentang panjang gelombang 380 – 750 nanometer. Satu nanometer sama dengan satu per semilyar meter). Banyak sekali objek yang memancarkan energi maksimalnya pada daerah ultraviolet (lebih pendek dari 300 nanometer) atau daerah inframerah (antara 750 nanometer hingga sekitar 1 mm), sehingga apabila kita mengamati objek-objek tersebut hanya pada daerah visual akan banyak sekali informasi yang tidak kita peroleh. Oleh karena itu diciptakan berbagai alat untuk dapat mendeteksi keseluruhan rentang energi gelombang elektromagnetik (Gambar 2), pada daerah-daerah ultraviolet, inframerah, dan radio.
Daerah panjang gelombang yang panjang, dalam skala beberapa mm hingga kurang lebih 20 m, adalah daerah yang disebut daerah radio. Pada daerah ini objek-objek yang memancarkan energinya dalam panjang gelombang radio dideteksi dengan menggunakan teleskop radio.
Gelombang radio dari objek-objek astronomi ditemukan pada tahun 1932, namun astronomi radio baru lahir dan berkembang setelah Perang Dunia II. Dengan menggunakan teknologi RADAR (Radio Detection and Ranging) yang dikembangkan pasukan sekutu untuk mendeteksi gerakan pasukan jerman, astronomi radio menjadi disiplin ilmu baru yang dibangun di atas teknologi perang.
Seorang insinyur Bell Telephone Laboratory (perusahaan telekomunikasi yang didirikan oleh Alexander Graham Bell), Karl Jansky, pada tahun 1932 menguji antena radio baru yang dibangun sebagai sarana komunikasi trans-atlantik. Setiap hari ia mendapatkan sinyal radio tak dikenal yang memiliki periode 23 jam 56 menit, yang sangat cocok dengan periode sideris (waktu yang dibutuhkan sebuah bintang di langit untuk kembali ke tempatnya semula) Bumi. Jansky telah memperoleh sinyal dari langit, dari objek-objek radio di alam semesta. Sinyal-sinyal ini kemudian ditemukan berasal dari Bima Sakti dan paling kuat dalam arah Pusat Galaksi.
Teknologi pendeteksian gelombang radio kemudian digunakan dalam Perang Dunia II. Setelah perang, ahli-ahli fisika yang mengembangkan teknologi ini kemudian menggunakan alat-alat yang mereka ciptakan dan keahlian mereka untuk membangun disiplin baru, astronomi radio.
Antena radio pun dibangun untuk keperluan ini, dan kita pun mengenalnya sebagai ikon sains. Siapa yang tidak pernah melihat foto Teleskop Radio Very Large Array di New Mexico, Amerika Serikat, atau Telesko Radio Arecibo di Puerto Rico (Kalaupun belum, paling tidak setelah membaca artikel ini Anda pasti sudah melihatnya, karena fotonya saya pampang pada Gambar 8)?
Prinsip kerja teleskop radio persis sama dengan teleskop optik. Sinyal diterima oleh antena berbentuk mangkuk yang permukaannya berbentuk parabola. Sinyal kemudian difokuskan pada titik api mangkuk dan dari situ perangkat elektronik akan mengubah sinyal tersebut menjadi sinyal elektronik. Hasil yang diperoleh umumnya berupa peta kontur intensitas energi pada frekuesi tertentu.
Gelombang radio terbukti sangat berjasa dalam studi Galaksi kita. Di sekitar matahari dan bintang-bintang terdapat awan gas dan debu yang kita namakan materi antar bintang dan seringkali awan-awan tebal ini menghalangi pengamatan optik, akibatnya penglihatan kita sangat terbatas apabila melakukan pengamatan dalam daerah optik karena cahaya dari objek-objek jauh yang redup tak dapat menembus awan ini. Namun gelombang radio dapat menembus awan ini, sebagaimana diprediksikan oleh astronom Belanda yang bermarkas di Observatorium Leiden, Jan Oort, yang kemudian mengundang muridnya, Henrik van de Hulst untuk menyelidiki lebih lanjut sifat-sifat gelombang radio yang dapat diharapkan.
Pada tahun 1945, van de Hulst menunjukkan bahwa pembalikan arah momentum sudut (spin) dari atom Hidrogen akan menghasilkan energi pada panjang gelombang 21 cm. Pembalikan ini merupakan kejadian yang sangat langka, hanya 1 kali dalam jutaan tahun. Akan tepati tetapi karena Hidrogen adalah unsur paling berlimpah di alam semesta ini, pasti akan ada banyak sekali fenomena pembalikan arah spin yang terjadi di Galaksi kita dan dapat dideteksi di Bumi.
ggunakan antena peninggalan Jerman, grup Leiden berhasil membuktikan prediksi van de Hulst pada tahun 1951. Kerjasama antara Tim Belanda dengan Tim Australia kemudian berhasil memetakan intensitas energi dan kecepatan dari awan-awan Hidrogen ini. Dari hasil penelitian ini, kita berhasil memperoleh potret diri Galaksi kita (Gambar 9). Lengan-lengan spiral yang semula hanya hipotesis berdasarkan kenampakan galaksi lain kini berhasil dipetakan, membuktikan bahwa Galaksi kita adalah sebuah galaksi spiral.
Penelitian pada panjang gelombang radio kini digunakan untuk mempelajari sifat-sifat materi antar bintang dan benda-benda eksotis seperti pulsar (pulsating radio source, sumber radio berdenyut) dan quasar (quasi-stellar radio source, sumber radio menyerupai bintang). Tidak hanya itu, pengetahuan kita tentang struktur galaksi kita pun bertambah banyak berkat penelitian astoronomi radio ini.
Waah..Wah..Wuuahh…
Moga dnia antariksa di indonesia mkin brkmbang pesat seiring brjlnx wktu n tknologi d dunia n gag ktingglan ma ngra2 ttnga. . .
Mga2 antrksa d indo bs brkmbang lyakx nasa d amrika…
Ayo majuuu! Hahaha
(ber andai2 dkit bleh kan? 😎 )
btw,radio telescope d indo pa udh ad y?N klo udh ad,lokasix dmana y?