fbpx
langitselatan
Beranda » Garis Karman: Batas Ruang Udara & Ruang Angkasa

Garis Karman: Batas Ruang Udara & Ruang Angkasa

Di mana atmosfer berakhir di situlah ruang angkasa dimulai. Tapi menentukan di mana batas ruang angkasa atau antariksa ternyata tidak semudah itu.

Atmosfer Bumi. Kredit: NASA
Atmosfer Bumi. Kredit: NASA

Batas Atmosfer

Kita berada di Bumi, planet ketiga dari Matahari. Planet yang bisa menopang kehidupan inilah yang jadi rumah kita, makhluk hidup di Bumi. Dan Bumi kita ini diselubungi oleh lapisan atmosfer yang tersusun oleh 78% nitrogen, 21% oksigen, dan sisanya diisi oleh berbagai jenis gas dalam jumlah kecil. Di luar selubung atmosfer ini ada ruang vakum yang juga tidak benar-benar vakum karena kita tahu antariksa bukan ruang kosong.

Selubung atmosfer akan semakin menipis seiring dengan pertambahan ketinggian dari Bumi, seiring berkurangnya gravitasi Bumi. Dengan demikian oksigen yang kita butuhkan untuk kehidupan juga akan makin menipis seiring pertambahan ketinggian. 

Sebagai contoh, para pendaki yang mencapai puncak gunung Everest, gunung tertinggi di Bumi yang tingginya 8.848,9 meter di atas permukaan laut. Para pendaki harus membawa serta tabung oksigen dan mulai menggunakannya pada ketinggian 6.500 meter. Demikian pula dengan pesawat udara komersial yang rerata ketinggian jelajahnya pada 30.000-40.000 kaki atau sekitar 8 hingga 11 km. Kabin pesawat komersial memiliki pengaturan tekanan untuk memastikan para penumpang dapat dengan nyaman bernafas. Pada ketinggian jelajah pesawat terbang komersial, kabin pesawat dikondisikan seperti berada pada ketinggian 5.000 hingga 7.500 kaki.  

Bagaimana dengan kondisi udara di ketinggian yang sudah memungkinkan untuk sebuah benda mengorbit mengelilingi Bumi? Stasiun Antariksa yang ketinggiannya beberapa ratus kilometer di atas Bumi, ternyata masih ada cukup partikel udara yang memberikan gaya hambat pada Stasiun Antariksa. Tanpa dorongan roket berkala, hambatan udara bisa menyebabkan ketinggian Stasiun Antariksa terus menurun dan akhirnya kembali memasuki atmosfer Bumi (reentry). 

Bila pada ketinggian orbit rendah masih ada udara meskipun tentu saja sudah sangat renggang. Lantas di mana batas ruang angkasa?

Idealnya, batasannya berada pada area di mana tidak ada lagi selubung atmosfer Bumi. Lapisan atmosfer terluar Bumi atau eksosfer merentang dari 600 km sampai dengan 10.000 km. Itu artinya, setelah 10.000 km kita jelas sudah berada di ruang angkasa. 

Itu kalau kita melihat atmosfer sebagai batas antariksa atau ruang angkasa.

Ruang Udara vs Ruang Angkasa

Berdasarkan perjanjian internasional, “Ruang angkasa, termasuk Bulan dan benda-benda angkasa lainnya, harus bebas untuk dieksplorasi dan digunakan oleh semua Negara tanpa diskriminasi dalam bentuk apa pun, atas dasar kesetaraan dan sesuai dengan hukum internasional, dan harus ada akses bebas ke semua wilayah benda-benda angkasa”.

Singkatnya, ruang angkasa bisa dimanfaatkan dan dijelajahi oleh semua orang tanpa ada batas negara. Akan tetapi, hal yang sama tidak berlaku untuk wilayah udara. Ruang udara atau wilayah udara di atas suatu negara adalah bagian dari atmosfer yang dikendalikan atau merupakan wilayah berdaulat dari negara tersebut. Dengan demikian, jika ada satelit masuk dalam wilayah udara suatu negara, maka bisa jadi satelit ini dianggap sebagai mata-mata dan agresi militer. 

Karena itu, sangat penting untuk menetapkan batas ruang udara dan ruang angkasa dalam batasan yang jelas. Tanpa batasan yang jelas, satelit yang berada di wilayah di atas sebuah negara bisa dianggap sedang memata-matai atau bahkan melakukan agresi militer. 

Dan untuk itu batas tak kasat mata yang jadi garis demarkasi antara wilayah udara dan angkasa luar ditetapkan pada ketinggian 100 km di atas permukaan Bumi. Kita mengenal batas ini sebagai garis Karman, garis batas yang mengawali ruang angkasa. 

Daya Angkat Pesawat

Sesuai namanya, Garis Karman memang diberi nama sesuai nama matematikawan, insinyur kedirgantaraan, dan fisikawan berkebangsaan Hungaria-Amerika yang bekerja di bidang aeronautika dan astronotika. 

Penentuan batas ini bukan dimulai dari keinginan untuk mencari batas antariksa, melainkan dimulai dari permasalahan daya angkat yang dibutuhkan pesawat. Atau lebih tepatnya, von Kármán sedang mencari tahu seberapa tinggi pesawat bisa terbang. 

Pesawat bisa terbang karena adanya daya angkat. Ini adalah gaya yang dihasilkan dengan menciptakan wilayah bertekanan rendah di atas sayap. Jadi perbedaan tekanan udara di atas dan di bawah sayap menciptakan gaya angkat yang mendorong pesawat ke atas. Tekanan udara di atas sayap lebih rendah karena udara bergerak lebih cepat. 

Besarnya gaya angkat bergantung pada banyak faktor, termasuk bentuk sayap, kecepatan pesawat terbang, dan yang terpenting, kepadatan udara di sekitarnya. Pada ketinggian yang cukup tinggi, tidak ada cukup udara untuk memberikan gaya yang diperlukan agar pesawat tetap terbang, dan itu adalah ketinggian tertinggi yang dapat dicapai pesawat. Ketinggian maksimum inilah yang dicari oleh von Karman. 

Garis Karman 

Lapisan atmosfer Bumi dan garisa Karman yang jadi batas antariksa. Kredit: PMF IAS
Lapisan atmosfer Bumi dan garisa Karman yang jadi batas antariksa. Kredit: PMF IAS

Pada akhir 1950-an, Theodore von Kármán melakukan perhitungan terkait seberapa besar daya angkat yang dihasilkan oleh udara dibandingkan dengan ketinggian dan kecepatan pesawat. Salah satu cara agar pesawat bisa menghasilkan daya angkat yang lebih besar adalah dengan menambah kecepatan pesawat. Dari hasil perhitungannya, von Kármán menemukan pada ketinggian 84 km, untuk menghasilkan daya angkat yang cukup di atas ketinggian tersebut, pesawat harus bergerak sangat cepat hingga terbakar. Ini karena memampatkan gas akan menghasilkan panas, dan dengan suhu tinggi pada kecepatan tersebut, tak pelak pesawat akan jadi meteor. 

Batas inilah yang kita kenal sebagai garis Kármán.

Setelah von Kármán, Robert Jastrow membuat pendekatan berbeda dan mengusulkan ketinggian 160 km sebagai garis transisi antara Bumi dan antariksa. Ketinggian ini merupakan batas terendah untuk orbit satelit. Namun pada akhirnya setelah selama beberapa dekade berbagai penelitian berbeda menghasilkan ketinggian yang bervariasi, kesepakatan dibuat. 

Pada tahun 1960-an, Fédération Aéronautique Internationale (FAI) menetapkan ketinggian 100 km  (54 mil laut; 62 mil; 330,000 kaki) di atas permukaan laut, sebagai batas wilayah atau ruang udara dan antariksa atau angkasa luar. Di atas ketinggian ini udara sudah sangat menipis. 

Sampai saat ini, 643 astronaut sudah mencapai garis Karman. Tentunya, di masa depan, akan ada lebih banyak lagi yang menjelajah antariksa. Mungkin, salah satu di antaranya adalah kamu yang sedang membaca tulisan ini. 

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Manager 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini