fbpx
langitselatan
Beranda » Sekilas Peristiwa Langit Tahun 2020

Sekilas Peristiwa Langit Tahun 2020

Selamat datang tahun 2020. Berbagai peristiwa langit tahun 2020 akan menyemarakkan awal dekade kardinal 20-an. Tahun 2020, pengamat di Indonesia berkesempatan mengamati 3 dari 4 Gerhana Bulan Penumbra, dan sebagian Indonesia bisa menikmati Gerhana Matahari Sebagian.

Selain Gerhana, pengamat di Indonesia masih bisa mengamati semarak hujan meteor tahunan dan peristiwa oposisi planet. Untuk yang menyukai pengamatan Bulan Purnama saat perigee, Bulan Purnama 10 Maret dan 8 April akan bersamaan dengan Bulan berada di titik terdekat dengan Bumi.

Fase gerhana sebagian saat Gerhana Matahari Cincin 26 Desember 2019. Kredit: langitselatan
Fase gerhana sebagian saat Gerhana Matahari Cincin 26 Desember 2019. Kredit: langitselatan

Gerhana

Musim gerhana tahun 2020 akan diisi oleh 6 gerhana dengan komposisi 4 gerhana bulan dan 2 gerhana matahari. Sebagai gerhana pembuka, akan ada Gerhana Bulan Penumbra yang terjadi pada pertengahan bulan Januari. Gerhana bulan dan matahari berikutnya akan terjadi pada bulan Juni. Juli, dan Desember.

11 Januari – Gerhana Bulan Penumbra
GBP 11 Januari jadi menjadi gerhana pembuka untuk musim gerhana tahun 2020. Berbeda dari gerhana bulan total maupun gerhana bulan sebagian, Bulan tidak akan menghilang di langit malam. Bahkan tidak mudah untuk bisa mengetahui apakah Bulan sedang berada dalam kondisi Gerhana ataukah hanya Bulan Purnama biasa. Saat gerhana bulan penumbra, Bulan hanya tampak berubah sedikit gelap, atau berkurang kecerlangannya.

Saat Gerhana Bulan Penumbra, Bulan akan masuk dalam kerucut penumbra Bumi, dan tetap menerima sebagian cahaya Matahari untuk dipantulkan. Kontak pertama Gerhana Bulan Penumbra 11 Januari terjadi pukul 00:07:45 WIB dan berakhir pada pukul 04:12:19 WIB. Puncak gerhana terjadi pukul 02:11:10 WIB.

Untuk Gerhana Bulan Penumbra 11 Januari 2019, seluruh masyarakat Indonesia bisa mengamati gerhana ini. Akan tetapi, sebagian masyarakat Papua tidak bisa mengamati GBP sampai akhir karena Bulan sudah terbenam ketika fase akhir gerhana masih berlangsung. Selain Indonesia, sebagian Amerika Selatan, negara-negara di Eropa, Afrika, Asia, dan Australia berkesempatan menikmati gerhana ini.

6 Juni – Gerhana Bulan Penumbra
Gerhana Bulan Penumbra yang terjadi tanggal 6 Juni merupakan gerhana kedua untuk musim gerhana 2020. Kontak pertama Gerhana Bulan Penumbra 6 Juni terjadi pukul 00:45:50 WIB dan berakhir pada pukul 04:04:03 WIB. Puncak gerhana terjadi pukul 02:26:14 WIB.

Untuk Gerhana Bulan Penumbra 6 Juni 2020, seluruh masyarakat Indonesia bisa mengamati gerhana ini. Akan tetapi, sebagian masyarakat Papua tidak bisa mengamati GBP sampai akhir karena Bulan sudah terbenam ketika fase akhir gerhana masih berlangsung. Selain Indonesia, sebagian Amerika Selatan dan Amerika Utara, negara-negara di Eropa, Afrika, Asia, dan Australia berkesempatan menikmati gerhana ini.

21 Juni – Gerhana Matahari Cincin
Setelah terjadi tanggal 26 Desember, Gerhana Matahari Cincin kembali menyambangi penduduk Bumi pada tanggal 21 Juni. GMC ini istimewa karena bertepatan dengan Solstis Bulan Juni atau yang identik dengan Solstis Musim Panas di belahahan utara, saat Matahari tepat berada pada titik tertitinggi di utara.

GMC 21 Juni akan berlangsung selama 6 jam 41 menit 15 detik, dengan durasi cincin selama 39 detik. Lintasan cincin akan dimulai dari Republik Kongo, kemudian melintasi Republik Demokratik Kongo, Republik Afrika Tengah, Sudan Selatan, Sudan, Etiopia, Eritrea, Yaman, Arab Saudi, Oman, berlanjut ke Pakistan, India, Tibet, China, Taiwan, dan berakhir di Lautan Pasifik.

Untuk GMC 21 Jui 2020, Indonesia memang tidak dilewati jalur cincin. Akan tetapi, masyarakat Indonesia masih bisa mengamati Gerhana Matahari Sebagian, kecuali sebagian Lampung dan Bengkulu, serta sebagian pulau Jawa. Ketertutupan Matahari pun beragam. Semakin ke selatan, semakin kecil Matahari yang digerhanai Bulan. Sementara yang berada di bagian utara bisa menikmati gerhana sebagian sampai sekitar 30%.

5 Juli – Gerhana Bulan Penumbra
Gerhana Bulan Penumbra yang terjadi tanggal 5 Juli merupakan gerhana keempat untuk musim gerhana 2020. Selain itu GBP 5 Juli ini merupakan gerhana bulan ketiga dari empat gerhana bulan yang terjadi di tahun 2020.

Kontak pertama Gerhana Bulan Penumbra 5 Juli terjadi pukul 11:07:23 WIB dan berakhir pada pukul 12:52:23 WIB. Puncak gerhana terjadi pukul 11:31:12 WIB.

GBP 5 Juli terjadi saat siang hari di Indonesia. Itu artinya, masyarakat Indonesia tidak ada yang bisa melihat peristiwa ini. Hanya penduduk di benua Amerika, Afrika, dan sebagian Eropa yag bisa menyaksikan peristiwa ini.

30 November – Gerhana Bulan Penumbra
Gerhana Bulan Penumbra terakhir di tahun 2020 ini dimulai pukul 14:32:21 WIB dan berakhir pada pukul 18:53:20 WIB. Puncak gerhana terjadi pukul 16:44:01 WIB.

GBP terakhir di tahun 2020 dimulai saat siang hari di Indonesia, dan berakhir setelah Matahari terbenam. Pengamat di Indonesia bisa mengamati gerhana bulan penumbra terakhir di tahun 2020 saat Bulan terbit dalam kondisi gerhana. Selain Indonesia, sebagian besar negara-negara di Asia dan seluruh benua Amerika bisa menyaksikan gerhana ini.

14 Desember – Gerhana Matahari Total
Gerhana Matahari Total 14 Desember akan menjadi gerhana terakhir di tahun 2020, sekaligus juga gerhana yang ditunggu para pemburu gerhana. Kehadiran korona Matahari dan cincin berlian saat peristiwa gerhana matahari total tentu menjadi atraksi langit menarik setelah sebelumnya disuguhi cincin api. Akan tetapi, peristiwa ini hanya bisa diamati oleh pengamat di sebagian Amerika Selatan dan sebagian Afrika. Lintasan totalitas gerhana juga hanya melintasi Lautan Pasifik, Chili, Argentina, dan lautan Atlantik. 

Oposisi & Konjungsi

10 Januari — Konjungsi Superior Merkurius
Merkurius akan berpapasan dekat dengan Matahari di langit sehingga planet ini menghilang dan tidak tampak bagi pengamat di Bumi. Pada saat konjungsi superior, Matahari berada di antara Merkurius dan Bumi, dan hanya terpisah 1,9° dari Matahari.  Merkurius berada pada sisi terjauhnya dari Bumi, dan terjadi dalam satu siklus sinodik planet tersebut (116 hari). Jika Merkurius bisa diamati, maka planet ini sangat redup dengan diameter piringan 4,7 detik busur.

Peristiwa konjungsi superior Merkurius juga menandai akhir kenampakan planet ini kala fajar dan mulai bertransisi untuk hadir kala senja dalam beberapa minggu lagi. Ketika Merkurius sedang berada pada posisi terjauhnya dari Bumi, ia akan berada pada jarak 1,43 AU dari Bumi.

13 Januari — Konjungsi Saturnus
Saturnus akan berada pada posisi terjauh dari Bumi yakni 11,02 AU, dan Matahari berada di antara kedua planet. Akibatnya, pengamat di Bumi tidak akan bisa melihat planet cincin tersebut karena jaraknya yang sangat dekat dengan Matahari, yakni 0,03°. Jika Saturnus bisa diamati, maka planet ini sangat redup dengan diameter piringan 15 detik busur.

26 Februari — Konjungsi Inferior Merkurius
Merkurius berada sejajar di antara Matahari dan Bumi dan terpisah 3,7° dari Matahari. Pada posisi ini, Merkurius berada pada papasan terdekatnya dengan Bumi dengan jarak 0,64 AU. Karena itu Merkurius tidak akan tampak bagi pengamat karena planet terdekat Matahari ini terbit dan terbenam hampir bersamaan dengan Matahari. Jika bisa diamati, maka piringan Merkurius akan tampak lebih besar dengan diameter 10,6”.

Peristiwa konjungsi inferior Merkurius menandai akhir kenampakan planet ini kala senja dan mulai bertransisi untuk hadir kala fajar dalam beberapa minggu lagi.

8 Maret — Konjungsi Neptunus
Neptunus berada pada jarak terjauhnya dari Bumi yakni 30,92 AU. Neptunus akan berada pada sisi berlawanan dari Bumi dan Matahari berada di antara kedua planet. Dari sudut pandang pengamat di Bumi, Neptunus akan tampak sangat dekat dengan Matahari dengan jarak 1° dan tidak akan tampak bagi pengamat di Bumi. Jika Neptunus bisa diamati, maka planet ini sangat redup dengan diameter piringan 2,2 detik busur.

26 April — Konjungsi Uranus
Uranus berada pada jarak terjauhnya dari Bumi yakni 20,81 AU. Uranus akan berada pada sisi berlawanan dari Bumi dan Matahari berada di antara kedua planet. Dari sudut pandang pengamat di Bumi, Uranus akan tampak sangat dekat dengan Matahari dengan jarak 0,4° dan tidak akan tampak bagi pengamat di Bumi. Jika Uranus bisa diamati, maka planet ini sangat redup dengan diameter piringan 3,4 detik busur.

Uranus akan berada pada posisi terjauh dari Bumi dan Matahari ada di antara kedua planet ini. Akibatnya, pengamat di Bumi tidak akan bisa melihat planet cincin yang menggelinding tersebut, karena jaraknya yang sangat dekat dengan Matahari.

5 Mei — Konjungsi Superior Merkurius
Merkurius akan berpapasan dekat dengan Matahari di langit sehingga planet ini menghilang dan tidak akan tampak bagi pengamat di Bumi. Pada saat konjungsi superior, Matahari berada di antara Merkurius dan Bumi, dan hanya terpisah 0,1°dari Matahari.

Ketika Merkurius sedang berada pada posisi terjauhnya dari Bumi, ia akan berada pada jarak 1,32 AU dari Bumi. Jika Merkurius bisa diamati, maka planet ini sangat redup dengan diameter piringan 5,1 detik busur.

Peristiwa konjungsi inferior Merkurius menandai akhir kenampakan planet ini kala fajar dan mulai bertransisi untuk hadir kala senja dalam beberapa minggu lagi.

4 Juni — Konjungsi Inferior Venus
Venus berada sejajar di antara Matahari dan Bumi dan terpisah 0,48° dari Matahari. Pada posisi ini, Venus berada pada papasan terdekatnya dengan Bumi dengan jarak 0,29 AU. Karena itu Venus tidak akan tampak bagi pengamat karena planet terdekat Matahari ini terbit dan terbenam hampir bersamaan dengan Matahari. Jika bisa diamati, maka piringan Venus akan tampak lebih besar dengan diameter 57,8 detik busur.

Peristiwa konjungsi inferior Venus menandai akhir kenampakan planet ini kala senja dan mulai bertransisi untuk hadir kala fajar dalam beberapa minggu lagi.

1 Juli — Konjungsi Inferior Merkurius
Merkurius berada sejajar di antara Matahari dan Bumi dan terpisah 4,4° dari Matahari. Pada posisi ini, Merkurius berada pada papasan terdekatnya dengan Bumi dengan jarak 0,56 AU. Karena itu Merkurius tidak akan tampak bagi pengamat karena planet terdekat Matahari ini terbit dan terbenam hampir bersamaan dengan Matahari. Jika bisa diamati, maka piringan Merkurius akan tampak lebih besar dengan diameter 12”.

Peristiwa konjungsi inferior Merkurius menandai akhir kenampakan planet ini kala senja dan mulai bertransisi untuk hadir kala fajar dalam beberapa minggu lagi.

14 Juli – Oposisi Jupiter
Planet terbesar di Tata Surya akan berada pada posisi terdekat dengan Bumi dan tampak sangat terang di langit malam. Saat oposisi, Jupiter akan berada pada jarak 4,14 AU dengan diameter piringan 46,6 detik busur. Para pengamat bisa menikmati kehadiran Jupiter di rasi Sagittarius dengan kecerlangan -2,7 magnitudo sejak Matahari terbenam sampai fajar menyingsing. Pengamat juga bisa mengamati satelit-satelit galilean yang mengitari planet raksasa tersebut.

Baca juga:  Planet Jupiter, Raja Planet di Tata Surya

Bagi pengamat di Bumi, Jupiter bisa diamati sejak Matahari terbenam sampai fajar.

21 Juli – Oposisi Saturnus
Planet yang cincinnya tampak indah itu akan berada pada posisi terdekatnya dengan Bumi tanggal 21 Juli. Saat oposisi, Saturnus akan berada pada jarak 8,99 AU dengan diameter piringan 18,5 detik busur.

Jadi jangan lewatkan! Saturnus akan tampak lebih terang dibanding waktu lainnya dengan kecerlangan 0,1 magnitudo dan dapat dinikmati kehadirannya sepanjang malam di rasi Sagittarius. Gunakan teleskop dan kameramu untuk memotret planet cincin ini. Cincin Saturnus akan tampak miring 21º terhadap arah pandang pengamat.

Bagi pengamat di Bumi, Saturnus bisa diamati sejak Matahari terbenam sampai fajar.

17 Agustus — Konjungsi Superior Merkurius
Merkurius akan berpapasan dekat dengan Matahari di langit sehingga planet ini menghilang dan tidak akan tampak bagi pengamat di Bumi. Pada saat konjungsi superior, Matahari berada di antara Merkurius dan Bumi, dan hanya terpisah 1,75°dari Matahari.

Ketika Merkurius sedang berada pada posisi terjauhnya dari Bumi, ia akan berada pada jarak 1,35 AU dari Bumi. Jika Merkurius bisa diamati, maka planet ini sangat redup dengan diameter piringan 5 detik busur.

Peristiwa konjungsi inferior Merkurius menandai akhir kenampakan planet ini kala fajar dan mulai bertransisi untuk hadir kala senja dalam beberapa minggu lagi.

12 September – Oposisi Neptunus
Tidak mudah untuk mengamati planet es biru ini. Tanggal 12 September menandai posisi terdekatnya dengan Bumi. Saat oposisi Neptunus sedang berada pada jarak 28,92 AU di rasi Aquarius dengan kecerlangan 7,8 magnitudo. Untuk bisa melihat planet es ini, siapkan teleskop dan jangan kecewa jika menemukan Neptunus hanya titik biru di teleskop anda. Saat oposisi, Neptunus tampak sedikit lebih besar dengan diameter pirinan 2,4 detik busur.

Bagi pengamat di Bumi, Neptunus bisa diamati dengan teleskop sejak Matahari terbenam sampai fajar.

14 Oktober — Oposisi Mars
Mars akan berada pada posisi terdekatnya dengan Bumi dan tampak sebagai titik merah terang di langit malam.  Saat oposisi, Mars berada pada jarak 0,42 AU atau sekitar 63 juta km dengan kecerlangan -2,6 magnitudo dan diameter piringan lebih besar yakni 22,3 detik busur.

Jangan kuatir, Mars tidak akan tampak sebesar Bulan. Tidak ada Bulan kembar.  Planet merah ini akan mudah ditemukan di rasi Pisces sebagai titik merah terang ditemani Bulan purnama di rasi Aquarius.

Bagi pengamat di Bumi, Mars bisa diamati sejak Matahari terbenam sampai fajar.

26 Oktober — Konjungsi Inferior Merkurius
Merkurius berada sejajar di antara Matahari dan Bumi dan terpisah 0,9° dari Matahari. Pada posisi ini, Merkurius berada pada papasan terdekatnya dengan Bumi dengan jarak 0,67 AU. Karena itu Merkurius tidak akan tampak bagi pengamat karena planet terdekat Matahari ini terbit dan terbenam hampir bersamaan dengan Matahari. Jika bisa diamati, maka piringan Merkurius akan tampak lebih besar dengan diameter 10”.

Peristiwa konjungsi inferior Merkurius menandai akhir kenampakan planet ini kala senja dan mulai bertransisi untuk hadir kala fajar dalam beberapa minggu lagi.

31 Oktober – Oposisi Uranus
Uranus, si planet es raksasa akan berada pada jarak terdekatnya dengan Bumi yakni 18,79 AU.  Planet yang bergerak menggelinding ini akan tampak unik sebagai titik warna biru kehijauan di teleskop. Untuk menemukannya, arahkan teleskop ke rasi Aries. Saat oposisi Uranus sedang berada di rasi Aries dengan kecerlangan 5,7 magnitudo dan diameter piringannya 3,8 detik busur.

Bagi pengamat di Bumi, Neptunus bisa diamati dengan teleskop dari pukul 19:10 WIB – 04:01 WIB.

20 Desember — Konjungsi Superior Merkurius
Merkurius akan berpapasan dekat dengan Matahari di langit sehingga planet ini menghilang dan tidak akan tampak bagi pengamat di Bumi. Pada saat konjungsi superior, Matahari berada di antara Merkurius dan Bumi, dan hanya terpisah 1,45°dari Matahari.

Ketika Merkurius sedang berada pada posisi terjauhnya dari Bumi, ia akan berada pada jarak 1,45 AU dari Bumi. Jika Merkurius bisa diamati, maka planet ini sangat redup dengan diameter piringan 4,6 detik busur.

Peristiwa konjungsi inferior Merkurius menandai akhir kenampakan planet ini kala fajar dan mulai bertransisi untuk hadir kala senja dalam beberapa minggu lagi.

21 Desember — Konjungsi Jupiter – Saturnus
Papasan duo planet raksasa Jupiter dan Saturnus saat Titik Balik Desember atau Solstis Musim Dingin yang menandai Matahari berada pada titik tertnggi di selatan ini menjadi peristiwa menarik.  Kedua planet akan tampak sangat dekat dan hanya terpisah 0,1º. Saking dekatnya, peristiwa ini dikenal sebagai appulse.

Kedua planet sudah bisa diamati sejak Matahari terbenam, dan terus bergeser ke arah barat dan terbenam pukul 20:07 WIB (Saturnus), disusul Jupiter 1 menit kemudian.

Ekuinok & Solstis

Ekuinok, Solstis dan 4 musim yang terjadi di Bumi. Kredit: langitselatan
Ekuinok, Solstis dan 4 musim yang terjadi di Bumi. Kredit: langitselatan

20 Maret – Ekuinok
Matahari berada di ekuinoks atau di atas garis khatulistiwa. Lamanya siang dan malam menjadi sama yakni 12 jam. Bagi masyarakat di belahan bumi utara, tanggal 20 Maret merupakan Vernal Ekuinok atau titik balik musim semi yang menandai awal musim semi. Di belahan Bumi selatan, ekuinok di bulan Maret merupakan ekuinok musim gugur yang menandai awal musim gugur.

Vernal Ekuinoks akan terjadi tanggal 20 Maret pukul: 10:50 WIB, ketika Matahari berada di rasi Pisces.

21 Juni – Solstice (Summer Solstice Belahan Utara ; Winter Solstice – Belahan Selatan)
Titik balik musim panas bagi masyarakat di Belahan Bumi Utara dan titik balik musim dingin bagi penduduk di Bumi Belahan Selatan. Selain itu, bagi penduduk di belahan selatan, ini merupakan malam terpanjang dan bagi mereka yang berada di utara, ini adalah siang terpanjang.

Titik balik musim panas akan terjadi tanggal 21 Juni pukul: 04:34 WIB, ketika Matahari berada di rasi Geimini.

22 September – Ekuinok
Matahari berada di ekuinoks atau di atas garis khatulistiwa. Lamanya siang dan malam menjadi sama yakni 12 jam. Bagi masyarakat di belahan bumi utara, tanggal 22 September merupakan Ekuinok Musim Gugur atau titik balik musim gugur yang menandai awal musim gugur. Sebaliknya di belahan Bumi selatan, ekuinok di bulan September merupakan vernal ekuinok atau ekuinok musim semi yang menandai awal musim semi.

Autumnal Ekuinoks akan terjadi tanggal 22 September pukul: 20:31 WIB, ketika Matahari berada di rasi Virgo.

21 Desember – Solstice (Winter Solstice – Belahan Utara ; Summer Solstice – Belahan Selatan)
Titik balik musim dingin bagi masyarakat di Belahan Bumi Utara dan titik balik musim panas bagi penduduk di Bumi Belahan Selatan. Selain itu, bagi penduduk di belahan selatan, ini merupakan siang terpanjang dan bagi mereka yang berada di utara, ini adalah malam terpanjang.

Titik balik musim dingin akan terjadi tanggal 21 Desember pukul: 17:02 WIB, ketika Matahari berada di rasi Sagittarius.

Hujan Meteor

4 Januari Hujan Meteor Quadrantid
Tahun 2020 akan diawali oleh pertunjukkan hujan meteor Quadrantid di langit dari tanggal 28 Desember – 12 Januari. Puncak hujan meteor Quadrantid akan berlangsung tanggal 4 Januari 2019 pukul 15:20 WIB. Hujan meteor Quadrantid tampak muncul dari rasi Bootes yang terbit pukul 02:45 WIB di arah timur laut. Bulan yang terbenam tengah malam tidak akan mengganggu pengamatan.

Berbeda dengan hujan meteor lainnya, intensitas maksimum hujan meteor Quadrantid hanya terjadi beberapa jam. Quadrantid berasal dari puing-puing Komet Wirtanen saat berpapasan dengan Bumi pada tahun 1974. Saat malam puncak, pengamat bisa menikmati setidaknya 50-120 meteor per jam. Akan tetapi, bagi pengamat di belahan Bumi Selatan, hujan meteor Quadrantid tidak sebaik pengamat di Utara dan banyaknya meteor yang bisa dinikmati juga lebih sedikit.

22–23 April – Hujan Meteor Lyrid
Hujan meteor yang berasal dari debu ekor komet Thatcher C/1861 G1 akan mencapai puncak tanggal 22 April pukul 14:00 WIB. Hujan meteor Lyrid bisa dinikmati setelah rasi Lyra yang jadi arah datangnya, terbit pukul 22:00 WIB.  Saat Lyrid mencapai intensitas maksimum, pengamat hanya bisa melihat 18 meteor per jam yang bergerak dengan kecepatan 48,8 km/detik.

Bulan Sabit tipis pada tanggal 22 April dini hari, dan Bulan baru tanggal 23 April akan memberikan kondisi optimal untuk berburu hujan meteor Lyrid. Waktu terbaik untuk pengamatan mulai tengah malam sampai fajar.

5 Mei Hujan Meteor Eta Aquariid
Dimulai tanggal 19 April – 28 Mei, hujan meteor Eta Aquariid yang berasal dari sisa komet Halley akan mencapai maksimum tanggal 5 Mei. Hujan meteor tersebut akan tampak tampak datang dari rasi Aquarius dan bisa diamati setelah lewat tengah malam sampai jelang fajar, setelah rasi Aquarius terbit pukul 01:26 WIB.

Bulan sedang menuju purnama dan terbenam pukul 03:34 WIB. Di malam puncak, pengamat bisa melihat 40 – 85 meteor yang berasal dari sisa komet Halley setiap jam dengan kecepatan 66,9 km/detik.

27-28 Juli — Hujan Meteor Piscis Austrinid

Hujan meteor Piscis Austrinid akan menjadi hujan meteor pertama yang berada pada puncak aktivitas di bulan Juli dengan maksimum 5 meteor setiap jam. Hujan meteor yang berlangsung sejak 15 Juli sampai 10 Agustus akan tampak datang dari rasi Piscis Austrinus dengan  kecepatan 35 km/detik.

Hujan meteor Piscid Austriid bisa diamati mulai pukul 19:48 WIB sampai fajar menyingsing. Kehadiran Bulan kuartir pertama menjadi polusi cahaya alami bagi pengamat. Bulan terbenam tengah malam, karena itu waktu terbaik pengamatan bisa dimulai tengah malam saat rasi Piscis Austrinus sudah berada di meridian pengamat.

29 Juli – Hujan Meteor Delta Aquariid Selatan
Hujan meteor Delta Aquariid merupakan hujan meteor yang berasal dari pecahan komet Marsden dan Kracht Sungrazing. Sama seperti eta Aquariid, hujan meteor delta Aquariid selatan yang berlangsung dari 12 Juli – 23 Agustus, juga tampak berasal dari rasi Aquarius. Hujan meteor ini akan mencapai puncaknya pada tanggal 29 Juli dengan 25 meteor per jam dengan kecepatan 41 km/det.

Tapi jika ingin melakukan pengamatan, hujan meteor Aquariid sudah bisa diamati sejak pukul 19:48 waktu lokal sampai fajar menyingsing. Bulan kuartir pertama yang menuju purnama baru terbenam tengah malam. Karena itu waktu terbaik untuk pengamatan mulai tengah malam sampai fajar saat rasi Aquarius mencapai meridian dan menuju ke barat.

Baca juga:  Unsur Kehidupan dan Badai di Planet Asing

29 Juli – Alpha Capricornid
Selain delta Aquariid selatan, pada tanggal 29 Juli hujan meteor alpha Capricornid akan mencapai puncaknya. Hujan meteor yang berlangsung dari 3 Juli sampai 15 Agustus akan tampak datang dari arah rasi Capricorn dan berasal dari komet 45P Honda-Mrkos-Pajdusakova. Dugaan lain asal hujan meteor ini dari asteroid 2002 EX12 yang kemudian dikenal sebagai komet 169P/NEAT.

Puncak hujan meteor Capricornid akan terjadi tanggal 29 Juli dengan laju 5 meteor per jam. Akan tetapi, biasanya ada bola api yang terbentuk dan melintas di langit malam. Rasi Capricorn sudah terbit sejak Matahari terbenam dan pengamat bisa menikmati hujan meteor alpha Capricornid sepanjang malam sampai fajar menyingsing.

Bulan kuartir pertama yang menuju purnama baru terbenam tengah malam. Karena itu waktu terbaik untuk pengamatan mulai tengah malam sampai fajar saat rasi Aquarius mencapai meridian dan menuju ke barat.

12 Agustus – Hujan Meteor Perseid
Dimulai tanggal 17 Juli – 24 Agustus, hujan meteor Perseid yang berasal dari debu komet Swift-Tuttle tersebut akan mencapai puncak tanggal 12 Agustus. Di malam puncak diperkirakan 100 meteor akan melintas setiap jam dan tampak datang dari rasi Perseus. Untuk lokasi pengamatan yang bebas polusi cahaya, pengamat bisa menyaksikan setidaknya 50-75 meteor setiap jam.

Rasi Perseus baru terbit tengah malam yakni pukul 00:18 WIB dari arah timur laut. Bulan kuartir terakhir yang baru terbit tengah malam beriringan dengan rasi Perseus akan menjadi faktor polusi cahaya utama dalam berburu meteor.

8 Oktober — Hujan Meteor Draconid
Hujan meteor minor yang tampak datang dari rasi Draco ini akan berlangsung dari tanggal 6 – 10 Oktober. Puncaknya tanggal 8 Oktober dengan laju 10 meteor per jam. Hujan meteor Draconid berasal dari sisa debu komet 21P Giacobini-Zinner. Hujan meteor ini bisa dinikmati setelah Matahari terbenam sampai rasi Draco terbenam pukul 21:32 WIB.

Bulan baru terbit pukul 22:52 sehingga tidak akan mengganggu pengamatan dengan cahayanya. Rasi Draco bisa ditemukan di arah utara. Agak sulit untuk menemukan rasi yang satu ini karena posisinya yang cukup rendah di horison. carilah lokasi pengamatan yang bebas polusi cahaya untuk berburu meteor Draconid.

10 Oktober – Hujan Meteor Taurid Selatan
Hujan meteor Taurid berasal dari butiran debu Asteroid 2004 TG10 dan sisa debu Komet 2P Encke, berlangsung sejak 10 September – 20 November dan tidak pernah menghasilkan lebih dari 5 meteor per jam. Menariknya, hujan meteor taurid ini kaya dengan bola api.

Puncak hujan meteor yang tampak datang dari rasi Taurus berlangsung tanggal 10 Oktober, hanya dengan 5 meteor per jam yang lajunya hanya 28 km/detik. Hujan meter Taurid bisa diamati setelah Matahari terbenam saat rasi Taurus juga terbit di arah timur sampai jelang fajar saat rasi ini akan terbenam di barat.

Hujan meteor Taurid Selatan bisa diamati tanpa ada gangguan cahaya yang dipantulkan Bulan sampai tengah malam, ketika Bulan kuartir terakhir terbit. Pada saat yang sama, rasi Taurus yang jadi arah datang hujan meteor ini sudah berada di titik tertitingginya di langit dan bisa menampilkan atraksi meteor yang menarik untuk diamati.

11 Oktober – Hujan Meteor delta Aurigid
Hujan meteor delta Aurigid berlangsung dari 10 – 18 Oktober dan mencapai puncak dengan 3 meteor per jam pada tanggal 11 Oktober. Tampak datang dari rasi Auriga, hujan meteor delta Aurigid bergerak dengan kecepatan 64 km/detik. Masih belum diketahui asal hujan meteor Aurigid.

Hujan meteor Aurigid bisa diamati setelah rasi Auriga berada di atas horison mulai pukul 22:26 WIB sampai fajar menyingsing. Bulan kuartir terakhir yang terbit tengah malam akan jadi polusi cahaya utama bagi pengamatan.

20-21 Oktober – Hujan Meteor Orionid
Hujan meteor Orionid yang berasal dari sisa debu komet Halley akan kembali menghiasi langit malam dari 2 Oktober sampai 7 November. Sesuai namanya, hujan meteor Orionid tampak muncul dari rasi Orion si Pemburu dan mencapai puncak pada tanggal 21 Oktober.

Saat malam puncak, pengamat bisa menikmati 25 meteor per jam yang melaju dengan kecepatan 66 km/detik. Rasi Orion terbit pukul 22:14 WIB di arah timur dan bisa diamati sampai fajar menyingsing. Bulan kuartir pertama yang terbenam sebelum Orion terbit, tidak akan menjadi sumber polusi cahaya yang mengganggu pengamatan.

12 November – Hujan Meteor Taurid Utara
Hujan meteor Taurid Utara juga tampak datang dari rasi Taurus dan dimulai dari tanggal 20 Oktober – 10 Desember dengan puncak pada tanggal 12 November. Saat malam puncak, Hujan Meteor Taurid Utara akan menghiasi langit dengan 5 meteor per jam dengan laju 29 km/jam.

Rasi Taurus terbit setelah Matahari terbenam dan bisa diamati sampai fajar menyingsing. Bulan sabit baru akan terbit pukul 02:43 WIB sehingga tidak akan menjadi faktor polusi cahaya. Perpaduan hujan meteor Taurid Utara dan Selatan yang masih berlangsung di akhir Oktober dan awal November menjadi atraksi menarik di langit. Apalagi dengan kehadiran fireball.

17 November – Hujan Meteor Leonid
Hujan meteor Leonid tahunan yang satu ini berlangsung dari 6 – 30 November dan malam puncak akan terjadi pada tanggal 17 – 18 November. Pengamat yang berburu leonid bisa menikmati 15 meteor per jam yang melaju dengan kecepatan 71 km/det.  Hujan meteor Leonid yang berasal dari sisa debu komet Tempel-Tuttle akan tampak datang dari arah rasi Leo.

Bagi pemburu meteor, rasi Leo baru akan terbit tengah malam pada pukul 00:21 WIB. Bulan yang baru saja melewati fase Bulan Baru sudah terbenam sejak pukul 20:04 WIB sehingga tidak ada polusi cahaya Bulan yang akan mengganggu pengamatan.

21 November – Hujan Meteor alpha-Monocerotid
Hujan meteor ?-Monocerotid berlangsung dari tanggal 15 – 25 November dan mencapai puncak pada tanggal 21 November. Hujan meteor yang tampak muncul dari rasi Canis Minor ini memiliki laju meteor per jam yang beragam saat mencapai maksimum. Meskipun demikian, pengamat bisa mengamati setidaknya 5 meteor per jam saat malam puncak hujan meteor.

Hujan meteor ?-Monocerotid berasal dari puing-puing komet C/1917 F1 (Mellish) dan bisa diamati mulai pukul 21:31 WIB ketika rasi Canis Minor terbit sampai fajar menyingsing.  Waktu terbaik untuk mengamati puncak hujan meteor ?-Monocerotid adalah pukul 04:00 WIB saat titik arah datang meteor berada pada titik tertinggi di langit.

Bulan kuartir pertama terbenam pukul 23:46 WIB sehingga mulai tengah malam sampai fajar menyingsing, tidak ada lagi gangguan cahaya Bulan.

2 Desember — Hujan Meteor Pheonicid
Hujan meteor Pheonicid berlangsung dari tanggal 28 November – 9 Desember dan mencapai puncak pada tanggal 2 Desember. Hujan meteor yang tampak muncul dari rasi Pheonix ini memiliki laju meteor per jam yang beragam saat mencapai maksimum. Meskipun demikian, pengamat bisa mengamati setidaknya 12 meteor per jam saat malam puncak hujan meteor.

Hujan meteor Pheonicid berasal dari puing-puing komet D/1819 W1 (Blanpain) dan bisa diamati sejak Matahari terbenam sampai kisaran pukul 03:00 WIB.  Waktu terbaik untuk mengamati puncak hujan meteor Pheonicid adalah pukul 20:00 WIB saat titik arah datang meteor berada pada titik tertinggi di langit.

Bulan cembung besar yang terbit pukul 19:36 WIb akan menjadi faktor polusi cahaya utama.

6 Desember — Hujan Meteor Puppid-Velids
Hujan meteor Puppid-Velids berlangsung dari tanggal 1 – 15 Desember dan mencapai puncak pada tanggal 6 Desember. Hujan meteor yang tampak muncul dari rasi Puppis ini memiliki laju 10 meteor per jam saat mencapai maksimum.

Hujan meteor Puppid-Velids baru bisa diamati setelah rasi Puppis yang jadi radian hujan meteor ini terbit pada pukul 20:32 WIB dan bisa diamati sampai fajar menyingsing. Waktu terbaik untuk mengamati puncak hujan meteor Puppid-Velids adalah pukul 03:00 WIB saat titik arah datang meteor berada pada titik tertinggi di langit.

Bulan yang terbit tengah malam akan menjadi faktor utama polusi cahaya alami di langit malam.

14 Desember – Hujan Meteor Geminid
Hujan meteor Geminid akan menjadi merupakan atraksi menarik di langit malam dengan 150 meteor per jam pada saat mencapai maksimum.

Hujan meteor yang tampak datang dari rasi kembar Gemini ini berlangsung dari tanggal 4 — 20 Desember dengan intensitas maksimum akan terjadi tanggal 14 Desember. Hujan meteor Geminid  yang berasal dari puing-puing asteroid 3200 Phaethon, melaju dengan kecepatan 35 km/detik dan bisa dinikmati kehadirannya setelah rasi Gemini terbit pukul 19:58 WIB.

Waktu terbaik untuk mengamati puncak hujan meteor Geminid adalah pukul 02:00 WIB saat titik arah datang meteor berada pada titik tertinggi di langit. Bulan tidak akan menjadi faktor pengganggu karena baru terbit dini hari pukul 04:49 WIB.

22 Desember – Hujan Meteor Ursid
Hujan meteor Ursid akan jadi atraksi terakhir tahun 2020. Hujan meteor Ursid yang berlangsung dari tanggal 17 – 26 Desember, akan tampak datang dari rasi Ursa Minor.  Artinya, hanya pengamat di belahan Bumi Utara atau di atas garis khatulistiwa yang bisa menikmati lintasan meteor Ursid.

Rasi Ursa Minor akan terbit lewat tengah malam bagi pengamat di belahan Bumi Utara. Untuk pengamat di belahan Bumi Selatan, Ursa Minor terbit hampir bersamaan dengan Matahari terbit. Jadi hujan meteor Ursid tidak akan teramati oleh pengamat yang tinggal di bawah garis khatulistiwa.

Puncak hujan meteor Ursid terjadi tanggal 22 Desember 2019 dan meteor yang melintas di langit akan bergerak dengan kecepatan 33 km/jam. Di malam puncak pengamat hanya bisa melihat 10 meteor per jam dari sisa komet 8P/Tuttle yang dilintasi Bumi.

Clear Sky!

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini