fbpx
langitselatan
Beranda » Afrika Selatan, Pintu Astronomi di Benua Hitam

Afrika Selatan, Pintu Astronomi di Benua Hitam

Sudah hampir mendekati satu bulan gempita Piala Dunia melanda masyarakat dunia. Satu per satu tim pun pulang setelah mengalami kegagalan. Namun kegembiraan mereka yang masih terus lolos ke babak berikutnya pun semakin terasa melanda masyarakat global terutama mereka yang mencintai permainan sepakbola ini.

Teleskop yang ada di SAAO, Sutherland. kredit : ivie

Pembukaan Piala Dunia yang berlangsung tanggal 11 Juni 2010 beberapa minggu lalu seakan membuka mata dunia betapa Afrika Selatan si benua hitam yang mungkin dianggap “terbelakang” mampu untuk melangsungkan sebuah pertandingan kelas dunia.

Warna warni yang disuguhkan dari negara pelangi ini mampu menghentak dunia untuk berpaling dan melihat kalau Afrika Selatan tak seperti yang mereka bayangkan. Misi yang dibawa pun bukan hanya untuk mempertontonkan pada dunia kalau Afrika Selatan mampu jadi tuan rumah, namun memperkenalkan Afrika secara keseluruhan. Sebuah benua yang mungkin terpinggirkan yang menggeliat untuk maju.

Ada banyak masalah itu tak bisa dipungkiri. Berbagai cerita tentang aksi kriminalitas dan “kekurangan” di sana sini pasti ada apalagi untuk negara berkembang seperti Afrika Selatan. Jangan bandingkan kemampuan mereka dengan negara-negara maju seperti Eropa atau Jepang – Korea yang sukses melaksanakan piala dunia. Perbedaan itu ada, tapi itu hanya tantangan untuk maju. Tapi langkah awal sudah diambil. Dan langkah yang diambil tak hanya dengan menunjukkan pada dunia kalau Afrika Selatan bisa menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010.

Afrika Selatan juga berhasil menunjukan pada dunia kalau ia layak dan pantas menjadi tuan rumah bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Dan sekali lagi bukan sekedar untuk sebuah negara tapi untuk seluruh benua hitam itu.

Afrika Selatan atau lebih tepatnya South African Astronomical Observatories (SAAO) pada bulan Mei 2010 lalu terpilih menjadi tuan rumah bagi kantor IAU untuk pengembangan astronomi. Apa alasannya ?

Saat ini SAAO adalah rumah bagi beberapa teleskop riset ternama di dunia seperti SALT dan menjadi pionir bagi berbagai program untuk edukasi dan penjangkauan di berbagai jenjang. Dengan berada di SAAO, IAU OAD (IAU Office for Astronomy Developement) akan berkesempatan untuk belajar dari pengalaman Afrika Selatan sehingga dapat memberi kontribusi yang mendasar dalam mengembangkan astronomi secara global.

Apakah penetapan ini bukan sekedar karena Afrika Selatan akan menjadi tuan rumah Piala Dunia sehingga momen yang sama dipakai oleh IAU untuk menetapkan Afsel sebagai kantor mereka untuk pengembangan astronomi? Tampaknya jawabannya bukan sekedar sebuah prestise Piala Dunia tapi terkait langsung dengan perkembangan astronomi yang melaju terus di Benua Hitam tersebut. Tak bisa dipungkiri Afrika Selatan memang jadi negara yang memimpin perkembangan astronomi di Afrika secara khusus. Perkembangan yang memberi kesempatan pada para pecinta astronomi dari Afrika untuk belajar dan melakukan penelitian serta menjalin kerjasama internasional.

Menengok Astronomi di Afrika Selatan

Baca juga:  IAU GA 2012, Pertemuan Astronom Sedunia
SALT, teleskop berdiameter 11 meter. teleskop optik terbesar di bumi selatan. kredit : ivie

Perkembangan astronomi di Afrika Selatan sendiri dimulai di Cape saat kunjungan seorang astronom yang sedang dalam perjalanan menuju Thailand di tahun 1685. Pada saat itu perjalanan dengan kapal membutuhkan navigasi langit yang lebih baik agar bisa menuntun sang astronom tiba di tempat tujuannya.

Untuk itu pada tahun 1820 dibangunlah Royal Observatory at the Cape of Good Hope yang sekarang dikenal sebagai South African Astronomical Observatory dengan tujuan untuk memetakan langit selatan seakurat mungkin.

Pada masa-masa itu, para astronom di Cape dikenal dalam hal pengukuran jarak bintang, penentuan bentuk bumi belahan selatan, pembuatan peta fotografi langit pertama, membuat instrumen yang akurat pada saat itu untuk penentuan posisi bintang, membuat katalog posisi dan jarak bintang yang cukup akurat untuk bintang-bintang dekat serta menjadi pionir dalam pengamatan spektroskopik bintang di langit selatan.

Di tahun 1869, Thomas Maclear mendapatkan penghargaan Royal Medal untuk pengukuran busur meridian di Cape of Good Hope dan di tahun 1903, David Gill juga mendapat penghargaan yang sama atas penelitiannya mengenai Matahari dan paralaks Bintang. Di era 70-an, Republic Observatory di Johannesburg dan Radcliffe Observatory di Pretoria bergabung dengan Royal Observatory membentuk South African Astronomical Observatory yang saat ini berlokasi di Sutherland.

Di masa kini, astronom memang sudah tidak lagi menghabiskan waktunya untuk memetakan langit namun pekerjaan itu bergeser pada bagaimana memahami alam semesta. Mengungkap pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana sebuah planet terbentuk, apakah lubang hitam itu ada? Bagaimana sifatnya dan pengaruhnya di alam semesta? Apa itu materi gelap? Bagaimana sifat materi ketika berada dekat dengan bintang katai putih, bintang neutron dan lubang hitam? Apa hubungan supernova dan ledakan sinar gamma? Pada skala yang lebih luas lagi, pertanyaan yang muncul sering kali terkait bagaimana alam semesta terbentuk dan berevolusi?

Nah untuk menjawab semua pertanyaan itulah para astronom masa kini mencari jawabannya di antara luasnya semesta. Dan perjalanan astronomi di Afrika Selatan terus berkembang dan tak kan bisa lepas dari kerjasama internasional untuk bisa mewujudkannya.

SAAO di Cape Town memiliki teleskop reflektor dan refraktor tua 0.4 dan 0.6 meter. Sementara itu di Sutherland, teleskop-teleskop yang berdiam di sana merupakan teleskop reflektor dengan diameter cermin 1.9m, 1.4m, 1.0m, 0.75m, 0.5m dan sekarang 11 meter. Semua teleskop ini ketika dilengkapi instrumen modern justru menjadi instrumen yang sangat baik dalam mempelajari langit. Dan dalam masa kerjanya, teleskop-teleskop tersebut digunakan oleh para astronom yang berkunjung dari seluruh dunia untuk melakukan penelitian. Menarik bukan?

Pada tanggal 1 September 2005, Afrika memberi kejutan pada dunia dengan cahaya pertama aka first light dari SALT (the Southern Africa Large Telescope) yang berdiameter 11 meter dan didesain khusus untuk kebutuhan spektroskopik. Pada saat cahaya pertama, SALT berhasil mengambil citra globular cluster 47 Tucanae, open cluster NGC 6152, galaksi spiral NGC 6744, dan nebula Lagoon dengan resolusi hanya 1 detik busur. SALT kemudian diresmikan pada tanggal 10 November 2005 dan mulai saat itu ia pun bertugas untuk mengungkap rahasia alam semesta sebagai teleskop otik terbesar di bumi belahan selatan.

Baca juga:  IAU GA 2012, Pertemuan Astronom Sedunia

Dan di masa depan, bersama negara-negara seperti Argentina, Australia, Canada, China, Eropa ( Inggris, Belanda, Italia), India dan New Zealand, Afrika Selatan juga ambil bagian dalam proyek pembangunan Square Kilometer Array (SKA) yang merupakan pembangunan teleskop radio terbesar di abad 21. Bersama negara-negara tersebut, Afrika Selatan berada dalam daftar untuk menjadi rumah bagi SKA. Namun saat ini sebagai bagian dari proyek teleskop radio di negara tersebut dan mengikuti kesuksesan Hartebeesthoek Radio Astronomy Observatory di dekat Johannesburg, proyek Karoo Array Telescope (MeerKAT) pun telah dibangun di dekat Carnarvon dan Williston, Cape Utara tak jauh dari lokasi yang diajukan sebagai rumah SKA.

MeerKAT, proyek teleskop radio di Afrika Selatan. kredit : MeerKAT

Pada bulan April 2010, MeerKAT Precursor Array (MPA – atau dikenal juga sebagai KAT-7) menjadi tonggak sejarah bagi Afrika Selatan saat ke-4 teleskop di MPA terhubung bersama-sama sebagai satu sistem terintegrasi dan menghasilkan citra interferometrik pertama dari obyek astronomi.

Keberadaan SALT, SKA di masa depan maupun HESS gamma ray telescope yang selesai dibangun tahun 2004 di Namibia, bukanlah sekedar kebanggaan akan keberadaan fasilitas modern dan maju di benua hitam tersebut. Keberadaan fasilitas ini sekaligus menjadi pemicu dan inspirator bagi perkembangan sains di tengah masyarakat sekaligus juga sebagai jaringan kerjasama dunia. Mengapa demikian? Karena fasilitas-fasilitas ini tak sekedar dibangun untuk dipakai oleh masyarakat satu negara atau benua. Semua orang yang tertarik untuk melakukan riset dengan menggunakan alat-alat tersebut pun bisa mengajukan proposal untuk melakukan pengamatan disana.

Mimpi untuk memajukan Afrika seakan menjadi mimpi bersama dari para astronom di benua hitam tersebut. Mimpi yang coba diwujudkan satu langkah demi satu langkah semenjak berabad-abad lampau. Penetapan IAU Office for Astronomy Development, justru menjadikan Afrika Selatan sebagai pintu bagi perkembangan Astronomi dunia khususnya di belahan Bumi Selatan.  Dan kini….. Afrika Selatan pun bukan lagi melangkah namun ia sudah mulai melompat dan menunjukan pada dunia kalau mereka punya visi akan masa depan yang lebih baik.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

5 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini