Penentuan awal masa shaum dan Idul Fitri biasanya ditentukan oleh pengamatan Hilal, sabit Bulan tipis yang nampak oleh mata bugil pada langit senja di kaki langit Barat sesaat setelah Bulan melewati fase konjungsi atau dalam bahasa arab dikenal sebagai Ijtimak.
Pada fase ini Bulan tidak dapat terlihat dari Bumi karena permukaan yang nampak dari bumi tidak mendapat sinar Matahari atau yang juga kita kenal sebagai fasa Bulan Baru. Acuan Visibilitas hilal ini memberi implikasi perbedaan setiap bulan islam bisa terdiri dari 29 hari atau 30 hari.
Untuk mengamati penampakan Hilal di penghujung senja di ufuq Barat, ada beberapa kaidah yang sebaiknya diketahui secara umum, yakni:
- Langit cerah atau cukup cerah berawan tipis
- Waktu pengamatan telah melewati waktu konjungsi/ijtimak
- Waktu penampakan hilal umumnya dalam senja nautika (jarak zenith Matahari sekitar 95 atau 96 derajat)
- Pada saat Matahari terbenam dan bahkan Matahari mencapai jarak zenith sekitar 95 atau 96 derajat posisi Bulan masih harus di atas ufuq . Penampakan hilal umumnya dalam langit senja nautika ketika kedudukan Matahari mencapai 5 atau 6 derajat di bawah ufuq atau di bawah horizon Barat. Senja nautika diantara senja sipil dan senja astronomi..
- Ukuran luas sabit Bulan sedemikian rupa sehingga bisa cukup terang dan mudah dideteksi oleh mata bugil manusia.
Dalam penentuan awal Bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, Indonesia menganut sistem Hisab Rukyat. Hisab merupakan sistem penentuan dengan melakukan perhitungan matematis dan astronomis untuk menentukan posisi Bulan untuk mengetahui dimulainya awal bulan dan Rukyat merupakan penentuan yang dilakukan dengan mengamati visibilitas hilal. Pengamatan yang dilakukan bisa menggunakan teleskop ataupun mata bugil setelah matahari terbenam. Hal ini dikarenakan ukurannya yang sangat tipis dan intensitas cahaya hilal yang jauh lebih redup dari Matahari. Jika hilal bisa terlihat, maka itulah awal bulan baru. Seandainya tidak, awal bulan baru dapat ditetapkan untuk mulai keesokan harinya.
Awal Ramadhan 1430 H
Konjungsi Matahari-Bumi -Bulan akan terjadi pada hari Kamis, 20 Agustus 2009 pukul 17:01 wib. Kedudukan B Kedudukan Bulan pada saat Matahari terbenam pada tanggal 20 Agustus 2009, sekitar 1 hingga 3 derajat di bawah ufuq.
Pada tanggal 20 Agustus 2009 secara umum di wilayah Indonesia Bulan terbenam beberapa menit mendahului Matahari. Aturan penetapan awal Bulan berdasarkan kriteria bila konjungsi atau ijtimak berlangsung sebelum maghrib (sebelum Matahari terbenam) tidak bisa dipergunakan untuk memprediksi adanya hilal. Bila aturan itu dipergunakan pada kasus pencarian hilal awal Ramadlan 1430 H bisa keliru (Bulan sudah terbenam, disangka masih di atas ufuq), tinggi Bulan pada saat Matahari terbenam adalah sekitar -2 derajat (di bawah ufuq) tidak selamanya selalu di atas ufuq.
Pada tanggal 21 Agustus 2009 posisi tinggi Bulan saat matahari terbenam sudah mencapai sekitar 10 derajat dan luas sabit Bulan sudah mencapai sekitar 2 %. Dapat disimpulkan, awal Ramadhan 1430 H akan jatuh pada tanggal 21 Agustus 2009 dan Sabtu 22 Agustus 2009 akan menjadi shaum pertama.
Untuk penentuan awal Ramadhan, Departemen Agama akan melakukan sidang istbat hari Kamis, 20 Agustus 2009, dan pelaksanaan pengamatan Hilal juga akan dilaksanakan dari beberapa lokasi di Indonesia oleh tim astronomi dari Bosscha dan juga rekan-rekan astronom amatir yang ada di Indonesia.
Penentuan Awal Syawal 1430 H
Ijtimak akhir Ramadhan 1430 H bertepatan dengan tanggal 19 September pukul 01:44 wib. Posisi Bulan dan Matahari saat terbenam setelah ijtimak, bulan berada cukup tinggi sekitar 4 hingga 5 derajat di atas ufuq. Berdasarkan kondisi ini, diperkirakan Idul Fitri akan jatuh pada tanggal 20 September 2009.
Pada tanggal 19 September 2009 secara umum di wilayah Indonesia Bulan terbenam beberapa menit setelah Matahari terbenam. Pada tanggal 19 September 2009 tinggi Bulan mencapai 5 derajat 22 menit pada saat Matahari terbenam jam 17:51 wib dan luas sabit Bulan hampir mencapai 1%, sedang pada tanggal 20 September 2009 tinggi Bulan menjadi 17 derajat 41 menit (lebih dari 15 derajat) dan luas sabit bulan telah mencapai 4%.
Jadi bisa disimpulkan hilal awal Syawal 1430 H walaupun sulit masih mempunyai kemungkinan untuk bisa dirukyat dari wilayah Indonesia. Bulan mempunyai posisi beda deklinasi lebih dari 5 derajat dari Matahari, jarak busur Bulan dan Matahari cukup besar dan berpeluang untuk bisa dirukyat.
Hasil pengamatan hilal 19 September 2009 akan ikut menentukan apakah Ramadhan 1430 H terdiri dari 29 hari atau 30 hari. Bagi yang berpandangan posisi Bulan sudah cukup memenuhi kriteria tanda awal Bulan Syawal 1430 H maka awal Syawal 1430 H jatuh pada 19 September 2009 setelah maghrib dan shalat Ied 1430 H pada hari Ahad tanggal 20 September 2009.
Sidang itsbat direncanakan akan diselenggarakan tanggal 19 September 2009. Rukyatul hilal Nasional melibatkan beberapa ahli astronomi tersebar dibeberapa titik pengamatan di seluruh wilayah Indonesia (Kupang, Ternate, Semarang, Ujung Pandang, CondroDipo, LhokNga Aceh dan Observatorium Bosscha) dan rukyatul hilal para ahli rukyat dari ormas Islam maupun pemburu Hilal. Hasil pengamatan Hilal mereka menjadi pertimbangan dalam menetapkan awal Syawal 1430 H.
Sumber : RAMADHAN 1430 H 29 ATAU 30 HARI ? oleh Dr. Moedji Raharto, KK Astronomi – FMIPA ITB
Tayangan Hilal dapat dinikmati di website Hilal, Observatorium Bosscha
Assalamu’alaikum wr wb…..
Saya pegawai Kandepag Kab Bangkalan Madura, kebetulan diantara teman2 saya yg ditugasi menghitung akhir Ramadhan 1430 H ini. Hanya saja masih ada yg belum bisa saya kerjakan yaitu dg metode ALMANAK NAUTIKA, karena saya tdk memiliki Datanya. Mohon kalau ALHUSINIYAH memiliki data tersebut saya dikirimi. Atau kalau tahu teman (no telpon; email; facebook) yang bisa membantu, engan senang hati saya akan menghubungi. trims arif rochman, tlp. 031 71778030 email: [email protected]
Pak Arif, Bapak bisa kontak ke Observatorium Bosscha untuk mendapatkan datanya.
Assalamu’alaikum wr. wb.
Dalam hal ini, sebenarnya dulu paling seneng, tapi karena tupoksi kesehariannya kurang diekuni akhirnya seolah-olah jadi ter-
lupakan. Karenanya siapa pun orangnya atau lebih-lebih yang berkomfeten dalam hal ini; sudilah kiranya dapat membantu sa-
ya, untuk menutupi kelemahan ini. Atau dulu yang seangkatan waktu di IAIN ( sekarang UIN ) Sunan Gunung Djati Bandung;
Tahun angkatan masuk : 1983.
Terima Kasih.
Wassalam.
Rahmat Surur
Tulisan yang sangat menarik dan membuka wawasan. Khususnya bagi masyarakat awam seperti saya.
Salut…., keep it up !!!
RAHMAT SURUR
assalamu’alaikum wr. wb.
SUDAH SA’ATNYA UNTUK MEMPERKECIL PERBEDAAN
MEMPRIORITASKAN RASA KEBERSAMAAN MENUJU
TERWUJUDNYA KEKOKOHAN NEGARA KESATUAN
REPUBLIK INDONESIA.
APA MANFA’ATNYA KALAU HANYA CARI-CARI
MASALAH DALAM MEMPERBESAR PERBEDAAN
PADAHAL KITA SATU BAHASA, SATU BANGSA,
DAN SATU TANAH AIR TUMPAH DARAHKU.
WAHAI YANG SELAMA INI BELUM SADAR
AKAN TUJUAN NASIONAL KEBANGSAN KITA
HILANGKANLAH RASA INGIN BEDA DENGAN YG
LAINNYA, KITA ITU UMMAT YANG SATU.
SLAMAT DAN SUKSES BUAT PARA PEMIMPIN
YANG TLAH BERANI MEMPERKECIL PERBEDAAN
MENJUNGJUNG TINGGI RASA PERSATUAN DAN
KESATUAN MENUJU : = TERWUJUDNYA CITA-CITA NASIONAL
TERBINANYA UMMAT YANG BERSATU
TERAYOMINYA KESAHAJAAN MASYARAKAT.
BETAPA INDAHNYA – SEJUKNYA – NYAMANNYA –
DAPAT BERBARENGAN BERHARI RAYA BERSAMA
1 SYAWAL 1430 HIJRIYAH
SEMUTPUN BISA BERSATU
KITA KENAPA TIDAK ?
wassalam.
rahmat surur
pak arif kalau bisa untuk pegawai kua di kabupaten bangkalan perlu mengadakan sendiri pelatihan hisab dan rukyat.
Penetuan hukum apapun semua itu dalam segi apapun ,sendi-sendi apapun,hukum-hukum apapun tidak bersandar pada hukum Alloh SWT dan Rosul Muhammad SAW Hadist.Ijma Ulama dan Qiyas….dengan tidak dilandasi hukum islam yang syar’i dengan aturan islam yang satu walau dengan negara yang kuat tanpa seorang kholifah yang satu negara islam yang ada,tak akan bisa bersatu, karena tak ada wadah/yang memimpin umat ini.sekokoh apapun tidak dengan khilafah tidak akan bisa bersatu, paling banter NIB ( Negara Islam Baru ) itupun tidak seluruh dunia,cuma antar negara,maka penentuan yang baik kalau di suatu negara di belahan bumi yang lain ada yang melihat hilal maka berpuasalah,masa seluruh dunia ini tak ada yang melihat hilal,cukup satu ada yang lihat hilal maka berpuasa dan berbuka,beres toh..emang umat islam cuma ada di indonesia,kenapa harus pada rebutan penentuan hilal kalau di indonesia tidak bisa lihat hilal yang lihat negara lain yang bisa lihat,.malu pada rosul,jaman dulu emang ada teropong,lihat dengan mata telanjang aja bisa,dan penetuan itu pun orang yang lihat hilal itu kan bersyahadat..dijamin kebenarannya bahwa ia melihat hilal,beres..kami berharap islam ini bersatu,mari ……..
Yang terjadi di Indonesia, ada yang harus lebaran dgn melihat hilal ada yg cukup dgn perhitungan dia tahu hilal sudah terbentuk. Dua-duanya gak salah hanya membuat masyarakat jd bertanya-tanya. Inilah yang jd perdebatan bertahun-tahun sehingga ada usaha untuk bisa memberikan kesepakatan bersama yang menjembatani keduanya.
Saya ga tau dengan zaman dahulu tp di masa sekarang ketika ilmu pengetahuan sudah berkembang maka ada upaya pemerintah untuk mengajak serta melakukan pengamatan sehingga hilal yang dilihat memang akurat. Mengapa perlu, sederhananya karena bulan sabit tipis yang dicari sesaat setelah matahari terbenam itu berada sangat rendah sehingga sulit untuk dikenali. Apalagi dengan kondisi langit modern yang sudah berpolusi sehingga melihat hilal tidaklah semudah melihat hilal dari kondisi langit yang bersih. Selain itu… pengamatan hilal juga bisa menjadi pendidikan bagi masyarakat.
Selain itu keberadaan ilmu pengetahuan dapat memberi kontribusi bagi masyarakat dalam hal ini terkait kepercayaan mereka. Kontribusi pengamatan hilal disini sebatas kontribusi ilmu pengetahuan yang didasarkan pada kaidah2 ilmiah. Tapi keputusan awal lebaran dan awal syawal kembali lagi pd kesepakatan dan keputusan dalam sidang istbat yang berusaha menjembatani perbedaan kelompok2 yg ada di Indonesia