fbpx
langitselatan
Beranda » Johny Setiawan dan Tim MPIA Menemukan Planet di Bintang Muda TW Hydrae

Johny Setiawan dan Tim MPIA Menemukan Planet di Bintang Muda TW Hydrae

Bagaimana sebuah sistem planet terbentuk? Se-umum apakah keberadaan sistem planet di alam semesta ini? Bagaimana susunannya dan berapa banyak planet mirip Bumi yang mendukung kehidupan ada di Galaksi bimasakti? Atau lebih jauh lagi, adakah kehidupan lain di semesta yang luas ini? Sepanjang dekade terakhir, astronom berhasil menuju pada jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan penemuan sistem ekstrasolar pada bintang serupa Matahari sejak tahun 1995. Semenjak itu berbagai sistem telah ditemukan. Bahkan diketahui memang ada planet yang tergolong planet pendukung kehidupan di sistem bintang Gliese 581.

Nah, bagaimana planet terbentuk? Yang kita ketahui, planet terbentuk dari debu dan gas pada piringan disekeliling bintang tak lama setelah sebuah bintang terbentuk. Planet akan terbentuk melalui proses tabrakan diantara materi-materi debu dari ukuran butiran debu menjadi embrio planet. Saat inti planet tumbuh dan sudah cukup masif, ia akan mulai mengakresi materi gas yang ada di piringan disekelilingnya. Alternatif lainnya, planet-planet raksasa diperkirakan terbentuk dari ketidakstabilan gravitasi di dalam piringan bintang tersebut. Skala waktu pembentukan planet ini juga ditentukan dari proses hamburan di dalam piringan. Dari hasil pengamatan bintang-bintang muda, diketahui kalau piringan tersebut terbentuk dalam waktu 10 juta tahun setelah bintang terbentuk.

Sampai saat ini survei untuk extrasolar planet belum pernah menemukan planet disekitar bintang yang lebih muda dari 100 juta tahun. Satu-satunya planet yang masih muda ditemukan dengan meggunakan teknik direct imaging pada jarak 55 SA di bintang katai coklat 2MASS1207.

Illustrasi artis untuk TW Hydra (T Hya). Kredit : Johny Setiawan (JSW art 2007)

Kali ini, tim astronom dari Max Planck Institute for Astronomy (MPIA) di Heidelberg berhasil menemukan sistem extrasolar termuda dengan metode variasi kecepatan radial. Metode kecepatan radial mendeteksi perubahan kecepatan gaya gravitasi dari exoplanet (yang tak terlihat) saat ia mengorbit bintangnya.

Sistem yang ditemukan tersebut mengitari bintang muda yang masih dikelilingi oleh piringan gas dan debu yang baru saja membentuk dirinya. Penemuan ini akan memberi informasi yang penting bagi kita dalam hal waktu pembentukan planet dan memberi kunci penting dalam memahami bagaimana dan dimana planet terbentuk. Sebuah jawaban dari pertanyaan yang menjadi misteri selama berabad-abad. Tim astronom dari MPIA telah memonitor variasi kecepatan radial dari sekitar 200 bintang dalam pencarian sistem ekstrasolar. Salah satu diantaranya adalah bintang TW Hydrae, yang berusia 8 – 10 juta tahun (sekitar 1/500 umur Matahari). Sama seperti bintang yang masih muda, TW Hydrae juga masih dikelilingi piringan debu dan gas antar bintang, yang diyakini sebagai tempat lahirnya planet-planet.

Tim yang dipimpin Johny Setiawan yang juga astronom asal Indonesia ini berhasil menemukan planet yang mengorbit bintang TW Hydrae di bagian dalam piringan tersebut. Menurut Johnny, planet tersebut ditemukan saat mereka memantau kecepatan radial TW Hydrae. Saat itu mereka mendeteksi adanya variasi periodik yang bukan ditimbulkan oleh aktivitas bintang, namun mengarah pada keberadaan planet. Deteksi dilakukan dengan menggunakan spektograf FEROS pada teleskop 2,2 milik Max-Plank Institute dan ESO di La Silla, Chille.

Baca juga:  Indikasi Exoplanet K2-18b Sebagai Planet Lautan

TW-Hydra b yang baru ditemukan tersebut cukup masif dengan massa sekitar 10 kali massa Jupiter, dan mengelilingi bintang induknya hanya dalam waktu 3,56 hari pada jarak 6 juta km, atau sekitar 4% dari jarak Bumi-Matahari.

Pencarian planet pada bintang muda tentu tak lepas dari masalah aktivitas bintang, karena bintang di usia yang masih muda permukaannya masih tidak stabil. Salah satu contohnya, bintik bintang sangat besar dan bintik tersebut bisa meniru variasi kecepatan radial yang disebabkan oleh planet yang mengorbit. Menurut Ralf Launhart, untuk meniadakan berbagai kesalahan interpretasi, mereka telah meneliti seluruh indikator aktivitas dari TW Hydra secara mendetail. Hasilnya, mereka menemukan kalau karakteristik dari aktivitas bintang sangat berbeda, yakni tidak terlalu umum terjadi dan memiliki periode yang lebih pendek.

Penemuan TW Hydra b justru memberi angin segar dan bukti pertama dalam dunia teori pembentukan planet. Jika didasarkan pada studi statistik, masa hidup piringan antar bintang rata-rata sekitar 10-30 juta tahun. Ini menunjukan, kalau waktu maksimum yang tersedia untuk terbentuknya planet di dalam piringan hanya sampai 30 juta tahun. Dengan demikian TW Hydra b planet gas yang 10 kali lebih masif dari jupiter tersebut, terbentuk dalam waktu yang sangat singkat hanya pada kisaran 8 – 10 juta tahun.

Para peneliti di Max – Planck saat ini juga tengah mengembangkan instrumen generasi baru untuk mendeteksi extrasolar planet dengan teknik lainnya, seperti direct imaging, pengukuran gerak refleks yang sangat halus dari bintang pada bidang langit (astrometri), maupun untuk transit fotometri. Diharapkan di masa depan intrumen ini dapat mendeteksi planet-planet yang tidak dapat terdeteksi oleh metode kecepatan radial.

Semakin banyak penemuan sistem keplanetan tentu akan memberi pemahaman yang lebih luas dan lebih beragam mengenai sistem keplanetan itu sendiri. Di titik itu kita akan menempatkan Tata Surya dalam sebuah konteks universal dan mulai mencari sebuah jawaban lanjutan dari pertanyaan yang tak pernah mati, adakah teman di luar sana?

sumber : Press Release Max Planck Institute

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

11 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini