fbpx
langitselatan
Beranda » Badai Debu Yang Menyelubungi Mars

Badai Debu Yang Menyelubungi Mars

Oposisi Mars akhir Juli merupakan saat yang tepat untuk mengamati planet merah ini lebih dekat. Akan tetapi, badai debu yang sedang menyelubungi Mars akan menyembunyikan fitur permukaan planet merah tersebut!

Kenampakan planet Mars di bulan Mei dan Juni. Tampak badai debu di Mars mulai menutupi permukaan planet tersebut, meski ada perbedaan rotasi karena waktu pengambilan yang berbeda. Kredit: Jefferson Teng
Kenampakan planet Mars di bulan Mei dan Juni. Tampak badai debu di Mars mulai menutupi permukaan planet tersebut, meski ada sedikit perbedaan rotasi karena waktu pengambilan yang berbeda. Kredit: Jefferson Teng

Buktinya bisa dilihat pada citra Mars yang dipotret Jefferson Teng pada laman ini. Citra yang diambil pada pertengahan Mei dan Juni tersebut memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan. Mars sebelum dilanda badai debu dan masih bisa diamati fitur permukaannya dan Mars yang sudah diselimuti debu. Fitur permukaan pun hilang di balik tebalnya debu yang menutupi Mars.

Bukan hanya pengamat dari Bumi yang tidak dapat melihat wajah Mars. Rover yang ada di permukaan Mars pun tak punya kesempatan untuk melihat cahaya Matahari.

Bertahanlah Opportunity!

Matahari yang perlahan menghilang dalam pandangan rover Opportunity saat badai debu menyelimuti Mars. Kredit: NASA/JPL-Caltech/TAMU
Matahari yang perlahan menghilang dalam pandangan rover Opportunity saat badai debu menyelubungi Mars. Kredit: NASA/JPL-Caltech/TAMU

Dari pantauan Mars Reconnaissance Orbiter (MRO), badai debu di Mars dimulai pada akhir Mei dan terus berlangsung sampai saat ini. Badai debu tersebut bertambah besar dan sejak 20 Juni, sudah menyelubungi seluruh permukaan planet merah tersebut.

Kondisi ini jelas mempengaruhi penjejak Opportunity yang berada di tepi barat Kawah Endeavour. Untuk bisa bertahan hidup, Opportunity membutuhkan cahaya Matahari agar panel surya bisa membangkitkan listrik yang dibutuhkan penjejak NASA tersebut. Debu yang menghalangi cahaya Matahari, mengharuskan Opportunity menghentikan seluruh aktivitasnya untuk menghemat daya yang masih tersisa sampai badai berlalu.

Tak cuma itu. Supaya bisa bertahan dengan sisa listrik yang ada, Opportunity pada akhirnya memasuki mode aman dan bertahan dalam kondisi minimal. Semua modul lain dimatikan dan pada tanggal 12 Juni, rover ini pun masuk mode tidur agar dapat menghemat sisa bahan bakar selama cahaya Matahari tidak bisa diterima.

Sisa listrik yang dibangkitkan panel surya dan cahaya Matahari yang diterima itu sangat penting. Jika terlalu minim, alarm yang dipasang pada sistem Opportunity untuk membangunkan rover tersebut agar dapat melakukan pengecekan sisa daya dan melakukan kontak ke Bumi, bisa mati. Jika demikian, tim Opportunity di Bumi akan mengalami kesulitan untuk membangunkan rover tersebut, atau bahkan bisa jadi Opportunity hilang kontak.

Opportunity yang mendarat pada tahun 2004 sudah melewati lebih dari 5000 hari Mars dan melampaui masa kerja 90 hari yang ditentukan saat diutus ke Mars. Selama 15 tahun sejak diluncurkan pada tahun 2003, Opportunity sudah melewati banyak sekali rintangan cuaca di Mars. Badai debu yang jauh lebih besar pada tahun 2007 juga bisa ia lewati.

Selain badai debu, Opportunity juga harus melewati musim dingin yang cukup mencekam di Mars. Saat musim dingin, masalah terbesar adalah temperatur yang rendah dan cahaya Matahari yang terbatas. Jika rover gagal menyalakan pemanas maka sistemnya bisa mengalami kegagalan fungsi. Tapi Opportunity mampu melewati semua itu.

Selama badai debu yang terjadi tahun 2018 ini, Opportunity yang berada di sisi barat Kawah Endeavour sedang mengalami musim panas. Karena itu temperatur sekeliling tidak akan mencapai titik terendah. Tantangannya hanyalah bagaimana bertahan selama debu menutupi seluruh permukaan Mars.

Itu Opportunity.

Swafoto rover Curiosity dari situs pengeboran Duluth di lereng Gunung Sharp, Kawah Gale. Kredit: NASA/JPL-Caltech/MSSS
Swafoto rover Curiosity dari situs pengeboran Duluth di lereng Gunung Sharp, Kawah Gale. Kredit: NASA/JPL-Caltech/MSSS

Di sisi lain Mars, ada rover Curiosity yang tampaknya cuma terhalang pandangannya karena debu. Rover yang berada di Kawah Gale ini tidak akan mengalami kendala bahkan bakar selama badai karena sumber dayanya bukan dari cahaya Matahari. Curiosity memperoleh daya dari generator radioisotop termoelektrik membangkitkan listrik dari peluruhan radioisotop plutonium-238.

Baca juga:  Mengungkap Cerita Bintang dan Debu di Nebula Carina

Selama badai debu berlangsung, Curiosity menjadi pengamat terdekat bagi Bumi untuk memahami badai di Mars. Diharapkan Curiosity bisa menjawab beberapa pertanyaan yang masih jadi misteri seperti mengapa badai debu di Mars bisa berlangsung lama selama beberapa bulan dan ada yang singkat hanya seminggu. Selain itu, rover ini akan mengumpulkan debu yang saat badai berlangsung untuk dipelajari. Contoh debu bisa diambil dari yang ada di angkasa atau di permukaan Mars.

Iklim di Mars

Jika dibanding dengan Bumi, Mars memang jauh lebih dingin. Atmosfer Mars yang tipis menyebabkan planet ini tidak memiliki selimut termal untuk mempertahankan energi panas. Selain itu, jarak yang jauh dari Matahari menyebabkan planet ini dingin dan hanya menerima 43% radiasi matahari.

Meskipun atmosfer Mars 100 kali lebih tipis dari Bumi, atmosfer planet merah tersebut masih bisa mendukung terjadinya cuaca, awan, dan angin. Mars juga mengalami empat musim seperti halnya Bumi dan disebabkan oleh sumbu rotasi Mars yang miring 25º. Mirip Bumi yang sumbu rotasinya miring 23,5º. Akan tetapi, orbit Mars yang lebih lonjong dari Bumi menyebabkan Mars butuh waktu hampir 2 tahun atau hampir dua kali periode revolusi Bumi. Akibatnya, musim di Mars juga hampir dua kali lebih lama dibanding panjang satu musim di Bumi.

Seperti halnya Bumi, Mars juga punya empat musim dengan lama setiap musim yang berbeda-beda. Orbit Mars yang lonjong juga menyebabkan perbedaan antara titik terdekat dan terjauhnya bervariasi sekitar 19%. Karena itu, musim dingin di belahan selatan lebih lama dan lebih ekstrim dibanding musim dingin di belahan utara.

Suhu rata-rata Mars berkisar antara -60º Celsius. Tapi, ketika musim dingin tiba, area kutub Mars bisa mencapai -125º C. Sementara itu musim panas di area ekuator hanya mencapai 20º C dan di malam hari turun sampai -73º Celsius.

Saat Mars mendekati perihelion atau jarak terdekat dengan Matahari, bagian utara akan mengalami musim dingin dan bagian selatan mengalami musim panas. Sebaliknya ketika Mars mendekati aphelion atau titik terjauh dari matahari, musim panas berlangsung di utara dan belahan selatan akan mengalami musim dingin yang ekstrim.

Perubahan musiman juga terjadi karena bertambah dan berkurangnya karbondioksida di tudung es Mars, pergerakan debu di atmosfer, dan uap air yang bergerak dari permukaan ke atmosfer dan sebaliknya. Ketika musim dingin tiba, temperatur di area kutub yang dingin menyebabkan karbondioksida di atmosfer berkondensasi jadi es di permukaan. Es itu kemudian bersublimasi jadi gas dan kembali ke atmosfer saat musim panas.

Di kutub utara, tudung es CO2 lenyap saat musim panas dan menyingkap keberadaan es H2O abadi raksasa. Berbeda dari kutub utara, es di kutub selatan saat musim panas, meskipun sebagian besar bersublimasi jadi gas, masih ada es CO2 yang tersisa. Siklus karbondioksida ini mengakibatkan perubahan massa atmosfer sekitar beberapa puluh persen selama setahun di Mars.

Baca juga:  Selamat Datang di Danau Kuno Mars, Perseverance!

Badai Debu

Peta global Mars yang memperlihatkan badai debu di planet merah tersebut pada tanggal 6 Juni 2018. Titik biru merupakan lokasi Opportunity. Kredit: NASA/JPL-Caltech/MSSS
Peta global Mars yang memperlihatkan badai debu di planet merah tersebut pada tanggal 6 Juni 2018. Titik biru merupakan lokasi Opportunity. Kredit: NASA/JPL-Caltech/MSSS

Ketika Mars mendekati perihelion dan belahan selatan Mars mengalami musim panas, terjadi badai debu yang bahkan bisa menyelubungi seluruh planet. Badai debu di mars bisa berlangsung singkat hanya satu minggu atau bahkan bertahan sampai berbulan-bulan.  Sebelum kita memahami bagaimana badai debu terjadi. Perlu diketahui kalau debu merupakan komponen yang memang ada di atmosfer Mars. Jumlah debu di atmosfer akan meningkat saat musim gugur dan dingin di Utara atau musim semi dan panas di Selatan, dan berkurang ketika musim semi dan panas berlangsung di Utara atau musim gugur dan dingin di Selatan.

Badai debu di Mars terjadi ketika musim panas di Selatan atau saat Mars mendekati perihelion. Badai yang terjadi ini dimulai ketika Matahari menghangatkan atmosfer. Jadi, partikel debu di udara menyerap sinar Matahari dan menghangatkan atmosfer Mars di sekelilingnya. Kantung udara hangat itu kemudian mengalir ke area dingin dan menghasilkan terbentuknya angin.

Angin kencang yang dihasilkan menghembuskan lebih banyak debu dari permukaan, yang kemudian menyerap sinar Matahari, menghangatkan atmosfer, dan pada akhirnya menghasilkan angin kencang yang meniup lebih banyak debu ke udara. Siklus tersebut pada akhirnya menghasilkan badai debu di Mars.

Teori lain menyebutkan kalau badai debu di Mars terjadi akibat momentum Mars yang dipengaruhi oleh planet lain, menghasilkan badai debu yang menyelubungi seluruh planet ketika momentum meningkat saat awal terjadinya badai debu. Dari hasil pengamatan, badai debu global yang bisa menyelubungi planet tidak terjadi ketika momentum mengecil saat awal badai debu.

Selama terjadinya badai debu pada tahun 2018, Mars mengalami kehilangan 10% air dan orbiter MRO juga berhasil mengamati cahaya ultraungu Matahari memecah molekul air (H2O) menjadi hidrogen dan oksigen. Molekul hidrogen yang lepas dari air ini kemudian hilang di angkasa disapu angin Matahari.

Potret permukaan Mars yang diambil oleh Curiosity memperlihatkan area pengeboran Duluth pada tanggal 21 Mei, sebelum badai debu berlangsung (kiri) dan setelah badai debu menutupi area tersebut tanggal 17 Juni (kanan). Kredit: NASA/JPL-Caltech/MSSS
Potret permukaan Mars yang diambil oleh Curiosity memperlihatkan area pengeboran Duluth pada tanggal 21 Mei, sebelum badai debu berlangsung (kiri) dan setelah badai debu menutupi area tersebut tanggal 17 Juni (kanan). Kredit: NASA/JPL-Caltech/MSSS

Ketika badai debu terjadi dan menyelubungi seluruh planet Mars, langit akan tampak berkabut dan merah. Kondisi inilah yang dilihat Opportunity, ketika langit yang tadinya cerah akhirnya perlahan tertutup debu sampai cahaya Matahari terhalang. Curiosity juga berhasil melihat langit kemerahan akibat badai debu.

Jadi bagaimana kondisi Opportunity? Kita tunggu kabarnya setelah badai debu di Mars berlalu!

Fakta Menarik:

Sejak tahun 1924, tercatat 9 badai debu pernah menyelubungi planet Mars dan lima di antaranya terjadi pada tahun 1977, 1982, 1994, 2001, dan 2007. Itu yang berhasil dideteksi. Yang tidak terdeteksi tentu lebih banyak lagi. Saat ini, selain Curiosity yang terus memantau keadaan di Mars, masih ada 6 orbiter yang mengawasi Mars dari luar angkasa, yakni ExoMars Trace Gas Orbiter (ESA), MAVEN (NASA), Mars Express (ESA), Mars Odyssey (NASA), Mars Orbiter Mission atau Mangalyaan (ISRO), dan MRO (NASA).

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

1 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini