Hujan meteor atau bintang jatuh bukanlah peristiwa langka. Sepanjang tahun, para pengamat di Bumi bisa menikmati beberapa hujan meteor tahunan yang selalu hadir di waktu-waktu tertentu. Salah satunya adalah Hujan meteor Lyrid yang sudah dimulai sejak 16 April dan akan berakhir 25 April.
Hujan meteor terjadi saat Bumi melintasi puing-puing debu komet dan asteroid yang tersisa saat mengorbit Matahari. Ketika debu dan partikel tersebut bersinggungan dengan atmosfer Bumi pada kecepatan yang sangat tinggi, maka penduduk bumi akan melihat lintasan kilatan-kilatan cahaya di langit. Demikian juga dengan hujan meteor Lyrid yang akan mencapai puncaknya pada tanggal 22 April dan bisa diamati dari Indonesia, meskipun cukup rendah di timur laut.
Sejarah Pengamatan Hujan Meteor Lyrid
Bagi penduduk Bumi, Hujan Meteor Lyrid bukan hal yang asing. Kehadiran Hujan Meteor Lyrid sudah terekam sejak 2600 tahun lalu. Semenjak pertama kali dilihat dan direkam, hujan meteor Lyrid diketahui pernah mencapai puncak dengan laju 100 meteor per jam.
Catatan pertama dari Hujan Meteor Lyrid direkam oleh pengamat di Zuo Zhuan, China tanggal 22 Mei 687 SM, dan digambarkan “di hari xin mao bulan ke-4 di musim panas (pada tahun ke-7 Raja Zhuang dari Lu), di malam hari bintang tidak tampak, dan di tengah malam bintang jatuh laksana hujan”, atau singkatnya mereka menyebut hujan meteor Lyrid sebagai “Stars feels like rain”. Laju meteor Lyrid pada tahun 1922, 1945 dan 1982 pernah mencapai kisaran 90 – 100 meteor per jam. Akan tetapi, laju hujan meteor Lyrid semakin semakin menurun dan kini yang bisa dilihat hanya berkisar 10-20 meteor per jam saat hujan Meteor Lyrid berlangsung.
Hujan meteor yang akan mencapai puncaknya pada tanggal 22 April jam 6 UT atau 13:00 WIB tersebut berasal dari debu ekor komet Thatcher C/1861 G1. Komet ini ditemukan oleh A. E. Thatcher, yang dalam perhitungannya menyebutkan kalau komet tersebut merupakan komet periode panjang dengan periode 415 tahun dan baru akan kembali ke Bumi di akhir abad ke-23.
Pada saat komet Thatcher menyambangi Bumi di tahun 1861, perhitungan orbit yang dilakukan Johann Gottfried Galle memprediksi lintasan komet Thatcher akan terjadi dalam rentang 0,2 AU dari Bumi, sebelum komet tersebut mencapai perihelion pada tanggal 3 Juni 1861.
Komet Thatcher memiliki kemiringan orbit hampir 80 derajat terhadap Tata Surya dan ukurannya tidak lebih besar dari butiran pasir. Butiran debu inilah yang memasuki atmosfer Bumi dan melintas cepat dengan kecepatan 49 km/det. Komet Thatcher menghabiskan sebagian besar waktunya jauh dari planet sehingga ia bebas dari gangguan gravitasi planet-planet. Ini jugalah yang menjadi alasan mengapa aliran sisa komet Thatcher tetap stabil.
Pengamatan Hujan Meteor Lyrid
Bagi pengamat di Bumi, waktu terbaik untuk menikmati Hujan Meteor Lyrid adalah tengah malam sampai jelang fajar. Meskipun demikian rasi Lyra yang menjadi arah datang hujan meteor Lyrid sudah terbit sejak pukul 22:00 WIB. Pengamat di Indonesia juga bisa menikmati kehadiran hujan meteor Lyrid sejak rasi Lyra terbit di area timur laut sampai jelang fajar.
Tapi, ada masalah lain!
Di malam puncak hujan meteor Lyrid, Bulan Purnama akan menerangi Bumi dengan cahaya yang ia terima dari Matahari. Kehadiran Bulan Purnama yang terbit sejak Matahari terbenam itu akan menutupi cahaya redup lainnya di langit. Akibatnya hujan meteor Lyrid yang akan melintas sekitar 18 meteor per jam akan tertutupi cahaya Bulan. Dan bagi kamu yang tinggal di area perkotaan, selain cahaya dari Bulan Purnama, masalah lainnya adalah polusi cahaya artifisial.
Untuk mengatasi polusi cahaya, pengamat bisa berburu meteor dari lokasi yang jauh dari temaram lampu kota.
Cahaya terang Bulan Purnama akan dengan cemerlang melakukan tugasnya mengawal penduduk Bumi yang beristirahat dan menutupi cahaya redup lainnya di langit.
Arahkan pandangan ke langit, tepatnya ke arah timur laut dan carilah segitiga musim panas (Vega, Deneb & Altair). Deneb adalah bintang paling cerlang pada rasi Cygnus, Altair pada rasi Aquila dan pusatkan perhatian Vega, bintang paling terang pada rasi Lyra. Dari arah rasi Lyra inilah akan tampak berkas sinar berseliweran dengan cepat. Itulah hujan meteor Lyrid.
Selain Hujan Meteor Lyrid, para pengamat juga bisa menikmati kehadiran hujan meteor Pi Puppid yang akan mencapai puncaknya pada tanggal 23 April. Hujan meteor ini sudah bisa dinikmati kehadirannya sejak Bulan Purnama terbit atau setelah matahari terbenam.
Lagi-lagi cahaya Bulan akan menjadi penghalang. Tapi tidak ada salahnya bukan, berburu hujan meteor Pi Puppid dan Hujan Meteor Lyrid di antara terangnya Purnama.
Untuk menemukan Hujan Meteor Pi Puppid, arahkan pandangan ke rasi Puppis yang berada tak jauh dari rasi Canis Mayor di arah barat daya. Dari rasi Puppis yang berbentuk dek kapal inilah, akan tampak hujan meteor Pi Puppid yang berasal dari sisa debu yang terlontar Komet 26P Grigg-Skjellerup. Hujan Meteor Pi Puppid akan tenggelam bersama dengan terbenamnya rasi Puppis jelang tengah malam.
Selain Hujan meteor Pi Puppid, kehadiran planet-planet seperti Jupiter, Mars dan Saturnus tentunya akan menjadi cerita tersendiri. Kamu bisa menikmati kehadiran Jupiter dan satelit – satelit Galileannya sejak Matahari terbenam sampai pukul 3 dini hari. Planet Mars akan terbit pukul 20:07 WiB disusul Saturnus sekitar 30 menit kemudian. Pasangan Mars dan Saturnus bisa dinikmati kehadirannya sampai fajar menjelang.
Clear Sky
Tulis Komentar