fbpx
langitselatan
Beranda » Indikasi Materi Gelap dari Matahari

Indikasi Materi Gelap dari Matahari

Alam semesta yang kita amati hanyalah sekitar 5% saja dari komposisi total alam semesta, dan sisanya diisi oleh 27% materi gelap dan 68% energi gelap. Pemahaman gelap disini bukanlah materi berwarna gelap, melainkan materi yang belum diketahui dan tidak dapat dilihat tapi diketahui keberadaannya dari pengaruh gravitasi yang ditimbulkannya.

Matahari. Kredit: NASA
Matahari. Kredit: NASA

Dari pengamatan, memang diketahui ada materi tak dikenal dan tak terlihat yang berperan penting dalam alam semesta. Buktinya, obyek yang berada jauh dari pusat galaksi memiliki kecepatan gerak hampir sama dengan kecepatan gerak obyek di area pusat galaksi. Perlu diingat semakin jauh sebuah benda maka geraknya pun semakin lambat. Dari sinilah pengamatan lanjutan dilakukan dan diketahui ada materi gelap di halo galaksi yang turut berperan menjaga obyek-obyek di area luar tersebut. Karena dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan obyek di pusat galaksi, maka seharusnya benda-benda yang jauh dari pusat galaksi sudah tercerai berai.

Materi Gelap di Lingkungan Matahari
Pertanyaannya, dalam skala yang lebih kecil yakni di lingkungan Matahari apakah materi gelap ini ada? Para astronom memang meyakini bahwa materi gelap ada dimana-mana termasuk di lingkungan Matahari meskipun ada juga penelitian yang menyatakan sebaliknya.

Tahun 2012, Christian Moni Bidin dari Departamento de Astronomía, Universidad de Concepción, Chile, dalam penelitiannya dengan teleskop 2,2 meter MPG/ESO di Observatorium La Silla, menyatakan bahwa setelah melakukan pemetaan gerak lebih dari 400 bintang sampai jarak 13 000 tahun cahaya, “tidak tampak” adanya massa tambahan dari materi tak terlihat atau materi gelap. Menurut Christian Moni Bidin, massa yang ia lihat bisa dijelaskan sepenuhnya oleh materi normal yang tampak.

Akan tetapi, tampaknya apa yang dinyatakan Christian Moni Bidin memperoleh sanggahan. Dalam penelitiannya, Christian Moni Bidin mengasumsikan kalau kecepatan bintang sama dimanapun ia berada. Asumsi ini hanya berlaku pada bintang muda yang mengorbit bidang galaksi. Tidak demikian dengan bintang yang mengorbit di atas atau di bawah bidang galaksi. Semakin jauh sebuah obyek maka ia akan melambat. Dengan demikian, materi gelap masih tetap ada untuk ditemukan dan dipecahkan misterinya.

Materi Gelap di Lingkungan Tata Surya
Pertanyaan lainnya, bagaimana dengan keberadaan materi gelap di lingkungan Tata Surya? Adakah usaha untuk menemukan materi gelap di Tata Surya? Apakah ada ataukah Tata Surya bebas dari materi gelap?

Sayangnya untuk bisa mendeteksi kehadiran materi gelap di Tata Surya bukan perkara mudah, Matero gelap memang seharusnya memiliki pengaruh gravitasi pada orbit planet dan wahana antariksa. Sayangnya, kita masih belum bisa mendeteksi keberadaannya, mengingat pengaruhnya lebih kecil dibanding pengaruh gravitasi yang diberikan oleh Matahari dan planet-planet yang ada di Tata Surya. Dan ini tidak hanya berlaku di area sekitar Bumi tapi di seluruh area di Tata Surya.

Baca juga:  Berbagi Pengetahuan di Festival Anak Bertanya 2019

Tapi, hal tersebut tidak menghentikan para astronom untuk mencari bukti kehadiran materi gelap di Tata Surya atau lebih tepatnya di dekat Matahari.

Di tahun 2012, astronom dari University of Zürich, ETH Zurich, Universitas Leicester dan NAOC Beijing menemukan sejumlah besar materi gelap di dekat Matahari. dan belum lama ini, para astronom dari Universitas Leicester dan Institut Astronomi di Edinburgh, UK menemukan potensi keberadaan materi gelap di dekat Matahari dari hasil analisa data teleskop selama 12 tahun.

Indikasi Keberadaan Materi Gelap
Keanehan itu muncul dari pengamatan sinar X yang dilakukan oleh observatorium ESA memperlihatkan adanya perubahan dalam aliran sinar-X yang mengindikasikan adanya  kecocokan “jika” axion yang berinteraksi dengan medan magnetik Bumi.

Axion merupakan partikel hipotetik yang diajukan untuk menjelaskan anomali dalam salah satu masalah fisika, khususnya terkait teori gaya nuklir kuat yang merupakan satu dari empat gaya dasar di alam semesta.  Jika axion memang ditemukan keberadaannya, maka partikel bermassa rendah ini diduga merupakan komponen dalam materi gelap.

Axion merupakan partikel yang sangat ringan dan tidak bermuatan. Ia diduga terbentuk di inti matahari dan nyaris tidak berinteraksi dengan materi normal. Dengan demikian axion akan memiliki gaya dan tenaga untuk melintasi ribuan kilometer plasma Matahari dan lepas ke angkasa. Tapi, axion akan berinteraksi dengan medan magnetik seperti meda magnetik di sekeliling Bumi dan ia akan berubah menjadi foton sinar X.  Foton inilah yang diyakini dilihat oleh para peneliti yang mengindikasikan keberadaan axion.

Penelitian untuk mengetahui keberadaan axion ini dipimpin oleh astronom  George Fraser dari Universitas Leicester, UK. Beliau meninggal 2 hari setelah mengajukan makalah terkait penemuan indikasi materi gelap di Matahari ke Monthly Notices of the Royal Astronomical Society.

Dalam penelitian yang dilakukan almarhum bersama Andy Lawrence dari Institut Astronomi di Edinburgh, UK, dan  Andy Read dari Leicester, mereka menemukan hasil yang janggal yang tidak dapat dijelaskan dengan metode konvensional. Tapi teori axion justru bisa menjelaskannya. Meskipun demikian, Andy Read juga menyatakan, hasil yang mereka ajukan masih berupa hipotesa, dan pada umumnya hipotesa selain masih perlu diuji juga belum tentu dapat dibuktikan berdasarkan pengamatan sehingga gagal menjadi sebuah bukti.

Tim yang dipimpin alm. George Fraser tersebut menggunakan data yang diambil oleh teleskop XMM-Newton saat melintasi meda magnet kuat pada sisi Bumi yang menghadap Matahari. Pada saat melintas XMM-Newton melihat sinyal sinar-X yang lebih intens ketika berada pada sisi yang berhadapan dengan Matahari dibanding saat berada di sisi Bumi yang membelakangi Matahari. Padahal, sinyal latar belakang seharusnya sama dimanapun si satelit berada.

Perbedaan ini menjadi daya tarik tersendiri untuk dicari jawabannya. Salah satu teori yang dikaji adalah interaksi antara angin Matahari dan medan magnetik Bumi. Akan tetapi interaksi tersebut tidak mampu menjawab perbedaan yang terjadi. Pada akhirnya mereka pun melihat axion sebagai sumber dari perbedaan tersebut.

Baca juga:  Sains Pun Bisa Jadi Sihir Yang Menyenangkan

Salah satu aspek yang tidak biasa dalam analisa ini terjadi ketika teleskop XMM-Newton menangkap foron sinar-X kala ia tidak secara langsung melihat ke Matahari, melainkan saat sedang berada di sudut kanannya. Padahal, foton seharusnya bergerak pada arah yang sama dengan axion asal mereka. Tapi menurut para peneliti hal tersebut tidak aneh karena partikel axion bisa saja tersebar dan berakhir di teleskop. Tak hanya itu, para astronom juga menunjukan petunjuk dari sinyal serupa yang dihasilkan oleh teleskop sinar-X Chandra milik NASA.

Pro Kontra
Hipotesa keberadaan keberadaan axion tersebut jelas mengundang pro kontra. Tidak semua orang dapat diyakinkan dengan mudah. Astronom Peter Coles dari University of Sussex, UK, menyatakan bukti yang ditemukan tersebut “situasional”.

Bagi Igor Garcia Irastorza yang bekerja di CERN Axion Solar Telescope (CAST), di markas laboratorium fisika CERN, tak jauh dari Jenewa, Swiss, sinyal yang dilihat oleh XMM-Newton memang menarik. Akan tetapi, jenis axion yang sesuai dengan sinyal tersebut akan berbenturan dengan pengamatan astrofisika lainnya. Selain itu, sifat dan karakter dari partikel seharusnya berbeda dari teori yang berkembang selama beberapa dekade.

Untuk meneguhkan penemuan tersebut, dibutuhkan pengujian ulang dengan percobaan axion lainnya yang sepenuhnya bekerja dengan cara berbeda.

Dan perjalanan untuk membuktikan keberadaan materi gelap di sekitar Matahari pun masih butuh perjalanan panjang.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini