Mungkinkah alam semesta itu tidak sendiri? Adakah alam semesta yang lain?
Dahulu kita berpikir kalau Bumi itu sendirian. Tapi perkembangan pengetahuan dan teknologi membawa manusia untuk melihat keberadaan planet-planet lain yang menjadi keluarga Tata Surya, dan membuka cakrawala kita akan luasnya alam semesta. Bumi tak lagi sendiri. Planet-planet di Tata Surya pun tak lagi sendiri. Di luar sana ada bintang-bintang lain yang juga ditemukan memiliki planet seperti halnya Matahari.
Dan manusia pun dibawa untuk memahami awal mula alam semesta dari kisah cahaya yang datang dari masa lalu. Kalau dahulu kita bertanya, apakah ada planet lain di bintang lain, maka tak ada salahnya sebuah pertanyaan lain muncul. Adakah alam semesta lain selain alam semesta yang belum seutuhnya kita kenali saat ini?
Hipotesa tentang multiverse aka multisemesta menyebutkan bahwa kita hidup dalam alam semesta paralel yang di dalamnya terdapat lebih dari satu alam semesta. Sederhananya, multisemesta merupakan kumpulan alam semesta yang jumlahnya bisa tak berhingga.
Hipotesa multisemesta diyakini kebenarannya oleh sejumlah ahli fisika teori karena memang ia masih berupa teori yang belum bisa dibuktikan. Bahkan teori multisemesta masih mengundang perdebatan. Bagi para pendukungnya, teori ini merupakan langkah lanjutan bagi cerita inflasi alam semesta sementara bagi para penentang, teori multisemesta bukanlah fisika dan tidak ilmiah melainkan ranah metafisika yang tidak dapat diuji. Perlu diingat, sains selalu dilandaskan pada data yang dikumpulkan dan prediksi yang dapat diuji. Sekarang bagaimana menguji keberadaan multisemesta?
Untuk itulah Matthew Johnson dan rekan-rekannya dari Perimeter Associate Faculty melakukan penelitian untuk membawa hipotesa multisemesta ke dalam ranah pengujian.
Seperti apakah multisemesta itu?
Menurut Johnson, model inflasi alam semesta membuka ruang bagi keberadaan multisemesta. Inflasi merupakan periode pemuaian alam semesta dalam waktu sekejap yang bahkan lebih cepat dari satu kedipan mata. Dalam periode inflasi, alam semesta mengembang atau memuai dari ukuran yang lebih kecil dari atom menjadi seukuran galaksi dalam sekejap. Jika inflasi terjadi maka ada teori yang juga mengatakan bahwa inflasi itu tidak akan pernah berhenti, yang dikenal sebagai inflasi abadi. Dalam inflasi abadi, ada medium yang diisi oleh inflaton yang merupakan energi yang menyebabkan alam semesta mengalami percepatan dalam pemuaian.
Dalam model multisemesta, pada mulanya adalah medium hampa yang kemudian dididihkan oleh energi yang ada di dalamnya. Energi tersebut berupa energi gelap, energi vakum, medan inflasi, atau juga oleh medan Higgs. Sama seperti air yang dididihkan dalam panci, energi tinggi tersebut kemudian menguap dan membentuk gelembung. Setiap gelembung merupakan ruang hampa lainnya dengan energi yang lebih rendah. Energi yang ada menyebabkan gelembung memuai dan bertumbuh.
Saat gelembung mengalami pemuaian, maka kumpulan gelembung-gelembung semesta itu akan terpisah oleh pemuaian ruang. Akibatnya, dalam model multisemesta, gelembung-gelembung semesta bisa jadi sangat langka karena terpisah jauh satu sama lainnya, atau malah padat seperti busa.
Gelembung- gelembung tersebut merupakan alam semesta dalam multisemesta dimana salah satunya adalah gelembung semesta dimana kita berada.
Membawa Teori MultiSemesta dalam Ranah Pengujian
Dalam penelitiannya, Johnson membangun kasus langka dimana gelembung semesta kita bertabrakan dengan gelembung semesta lainnya. Ia melakukan simulasi seluruh alam semesta dan memulainya dengan multisemesta yang memiliki 2 gelembung semesta di dalamnya. Kedua gelembung kemudian bertabrakan dan tentunya menyisakan memar atau tanda luka akibat tabrakan tersebut. Tanda inilah yang kemudian dicari sebagai bukti keberadaan multisemesta.
Tanda atau memar yang dihasilkan dalam tabrakan gelembung semesta itu berupa memar melingkar pada CMB atau gelombang mikro kosmik latar belakang. Memar melingkar itu bisa dilihat berbentuk seperti piringan pada peta CMB dimana intensitas cahayanya sedikit berbeda.
Tapi perlu diingat, simulasi multisemesta dan keberadaan gelembung semesta tidak menyertakan dan memperhitungkan semua atom, bintang, maupun galaksi di dalamnya. Artinya, pemodelan dilakukan hnya dalam skala besar dimana gravitasi dan gaya lainnya yang dibutuhkan saja yang diperhitungkan.
Tampaknya ini hanya sebuah langkah kecil dalam hal simulasi komputasi. Akan tetapi langkah kecil ini sebenarnya merupakan lompatan besar untuk kosmologi multisemesta. Dengan pemodelan ini, multisemesta bukan lagi hipotesa dan teori melainkan sudah memasuki tahap pengujian. Tak hanya itu, menurut Johnson, pemodelan yang ia buat sudah mencapai kemampuan untuk mengesampingkan model-model multisemesta tertentu jika model tersebut ternyata tidak mampu memperlihatkan apa yang yang seharusnya tampak sesuai yang diprediksikan.
Contohnya, tabrakan sebuah gelembung semesta dengan gelembung lainnya akan menyisakan memar pada CMB. Jika ternyata memar melingkar tersebut tidak ditemukan pada CMB, maka jelas beberapa model tidak dapat dikatakan valid untuk diperhitungkan dalam model multisemesta.
Berangkat dari pemodelan tersebut, Johnson dan timnya mulai melakukan pencarian jejak peninggalan tabrakan antara gelembung yang mungkin tersisa. Meskipun belum ada bukti nyata dari kehadiran piringan aka memar melingkar tersebut yang berhasil ditemukan pada CMB, namun untuk pertama kalinya teori multisemesta dibawa ke ranah saintifik untuk diuji dan dicari tanda-tandanya.
Apa signifikansi multisemesta? Apakah ini menandakan kita benar-benar tidak sendiri dan ada kehidupan lain di semesta lain? Mungkin saja! Karena jika memang multisemesta itu benar dan ada semesta lainnya selain semesta kita, maka tentu diharapkan akan ada planet-planet lain disana yang siapa tahu bisa memiliki kehidupan. Tapi rasanya itu masih terlalu jauh. Karena teori multisemesta sendiri belum diterima secara luas dan belum bisa dibuktikan lewat pengamatan apakah benar kita hanya salah satu gelembung semesta. Menurut Johnson, dengan simulasi yang ia lakukan, kita bisa mengetahui seandainya kita berada dalam gelembung semesta.
Tapi yang perlu diingat juga, Johnson sendiri memulai simulasi dengan mengasumsikan multisemesta yang memiliki dua gelembung semesta yang kemudian bertabrakan. Dari tabrakan itulah ada memar yang tersisa yang diharapkan menempel di jejak alam semesta kita. Tapi bagaimana jika seandainya multisemesta itu memiliki gelembung-gelembung yang bahkan tak pernah saling bertemu? Atau bagaimana jika multisemesta dimulai dengan banyak gelembung semesta dan gelembung semesta kita tak pernah gelembung lainnya apalagi bertabrakan?
Tidak ada jawabannya saat ini. Dan kalau bicara tentang kita tidak sendirian maka … memang saat ini kita tidak sendirian bahkan di alam semesta kita sendiri mengingat ada ribuan planet yang sudah ditemukan dan akan terus ditemukan yang memiliki kemungkinan untuk membentuk kehidupan.
Alhamdulillah, ketemu sudah jawaban ttg multiverse, apakah alam semesta parallel itu termasuk dimensi lain?atau memang berbeda dimensinya?barangkali juga ada mahluknya?
Terimakasih atas artikel multiverse
Ini yg menjadi daya tarik astronomi. Penasaraaaann.
saya sering membaca bahwa universe itu terbatas, tetapi tidak diketahui batasnya.
mungkin batasnya tidak seperti dinding balon yang memuai, tetapi lebih menyerupai batas heliosphere matahari, batas atam dan inti atom?
semua batasan tsb adalah samar-samar
ditunggu artikel-artikel selanjutnya yang berkaitan dengan universe,..
Saya menangkap 2 pengertian yang berbeda dari multiverse.
Apakah multiverse itu merupakan multi semesta yang sedari awal sudah ada dan berdiri sendiri-sendiri?
Ataukah multiverse merupakan satu semesta yang ter-copy oleh percabangan garis waktu seperti dalam film-film?