fbpx
langitselatan
Beranda » Planet Yang Mengintip dari Beta Pictoris

Planet Yang Mengintip dari Beta Pictoris

Dunia exoplanet memang sedang gencar-gencarnya menemukan planet-planet baru. Tak hanya yang jauh dari Bumi. Kali ini para astronom melihat planet berukuran Saturnus  sedang mengintip dari balik puing-puing yang tak jauh dari Tata Surya.

Ilustrasi sistem di Beta Pictoris. Kredit: NASA Goddard Space Flight Center/F. Reddy
Ilustrasi sistem di Beta Pictoris. Kredit: NASA Goddard Space Flight Center/F. Reddy

Tak jauh itu.. skala astronomi bukan skala kehidupan kita sehari-hari. karena si planet tersebut mengintip dari sistem di bintang Beta Pictoris yang jaraknya 63 tahun cahaya dari Bumi. Dekat? Ups, lumayan dekat kalau dibandingkan dengan sebagian besar tetangga-tetangga Bumi lainnya. Tapi yang jelas itu jarak yang “tidak terbayangkan bagi manusia”. Setidaknya jika manusia bisa menjelajah ke sana, butuh waktu 63 tahun perjalanan untuk mencapai planet tersebut.

Beta Pictoris, bintang induk dari planet berukuran Saturnus tersebut, bisa dilihat dengan mata tanpa alat dari langit selatan. Pada tahun 2012, sebuah planet telah ditemukan mengorbit bintang tersebut dari jarak 1,2 miliar km. Saat ditemukan, sistem Beta Pictoris masih dikellilingi piringan debu. Dalam pengamatan kali ini, para astronom melihat ada serumpun obyek yang justru berada lebih jauh lagi dari bintang induknya, pada jarak 13 miliar km atau tiga kali jarak Neptunus – Matahari!

Karbon Monoksida di Beta Pictoris
Dari mata teleskop Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) di Chile Utara, para astronom melihat kehadiran gerombolan sisa-sisa komet yang saling bertabrakan setiap lima menit. Selain menjadi saksi mata kehancuran bongkahan-bongkahan komet tersebut, para astronom juga menemukan hal lain yang mengejutkan. Gumpalan yang dilihat para astronom tersebut merupakan bongkahan gas karbon monoksida dalam piringan debu Beta Pictoris. Penemuan tersebut jadi kejutan karena seharusnya gas karbon monoksida sudah hancur oleh cahaya bintang.

Molekul karbon monoksida (CO) hanya dapat bertahan untuk waktu yang singkat sekitar 100 tahun sebelum dihancurkan oleh sinar ultra ungu.  Menemukan keberadaan karbon monoksida dalam sestem yang sudah berusia 20 juta tahun tentu menimbulkan pertanyaan. Bagaimana gas Co ini muncul dan tetap ada?

Tampaknya, tabrakan yang terjadi secara terus menerus antara obyek-obyek es kecil seperti komet menjadi kunci perbaharuan gas karbon monoksida secara berkala.

Dari pengamatan ALMA, piringan di sekeliling Beta Pictoris diliputi oleh gas karbon monoksida. Kehadiran karbon monoksida memang paradoks. Di satu sisi gas ini merupakan gas yang berbahaya bagi kehidupan manusia di Bumi, tapi kehadiran karbon monoksida juga bisa menjadi indikasi untuk Beta Pictoris sebagai habitat yang baik bagi kehidupan. Tabrakan komet besar-besaran yang sedang dialami planet di Beta Pictoris merupakan cara sang planet mempersiapkan diri untuk kehadiran air sebagai komponen pendukung kehidupan.

Kehadiran komet yang membombardir sebuah planet menjadi indikasi penting persiapan sebuah planet untuk memiliki air karena memang demikianlah yang terjadi pada Bumi di masa lalu. Bombardir komet dan asteroid membawa air ke Bumi dan mempersiapkan Bumi untuk tumbuhnya kehidupan. Komet dan obyek es lainnya memang membawa sejumlah senyawa kimia di dalam dirinya seperti CO dan gas lainnya. Ketika obyek-obyek tersebut bertabrakan di lingkungan bintang muda yang kacau, gas yang ada di dalamnya akan terlepas. Dan komet maupun obyek es berukuran planet merupakan tambang karbon monoksida di sistem planet yang masih muda.

Tapi, ada kejutan lain lagi!

Para astronom tak hanya melihat kehadiran karbon monoksida di piringan debu Beta Pictoris, tapi juga berhasil memetakan lokasinya di dalam piringan.  Hasilnya, gas karbon monoksida tersebut terkonsentrasi pada gumpalan padat yang massanya hampir mencapai massa Saturnus dan berada 13 miliar km dari sang bintang. Mengapa si gumpalan berada sedemikian jauh masih menjadi misteri lainnya.

Tapi obyek yang berupa gumpalan gas karbon monoksida merupakan petunjuk penting akan apa yang terjadi di area terluar sistem keplanetan yang masih terhitung sangat muda tersebut.

Bagaimana mereka terbentuk? Menurut Mark Wyatt dari Universitas Cambridge, UK, ada dua cara hingga gerombolan gas karbon monoksida tersebut terbentuk. Yang pertama adalahtarikan gravitasi sebuah obyek yang saat ini masih belum terlihat alias sebuah planet yang sedang mengintip dari balik persembunyiannya. Planet yang diduga memiliki massa seperti Saturnus tersebut mengumpulkan tabrakan komet dalam satu area.  Atau kemungkinan lainnya, yang tampak merupakan serumpun puing-puing tabrakan dasyat antara dua planet es seukuran Mars.

Petunjuk dari teori yang dibangun tersebut menjadi cerita lain untuk pencarian lebih banyak lagi planet di sekeliling Beta Pictoris. Kehadiran gas karbon monoksida merupakan langkah awal untuk menemukan molekul pra-orgnaik lainnya yang lebih kompleks yang dilepaskan oleh obyek es di bintang tersebut. Karena komet tidak hanya disusun oleh karbon monoksida. Meskipun penyusun utama komet adalah campuran debu dan air es, tapi masih ada komponen lainnya seperti karbon dioksida, amonia, dan metana di dalamnya, yang menanti untuk ditemukan.

Pengamatan lanjutan yang akan dilakukan ALMA akan menjadi petunjuk penting bagi astronom untuk memahami kondisi awal ketika Tata Surya terbentuk.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute.

3 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini

    • banyak. kota2 di belahan utara dan selatan pada lintang tinggi memiliki perbedaan siang dan malam yg panjang 🙂

    • kota2 yang berada di belahan bumi utara atau selatan. kalau di khatulistiwa panjang siang dan malam selalu sama. Semakin mendekati kutub, panjang siang dna malam bisa cukup ekstrim perbedaannya