Saya merasa bersemangat sekali ketika ditawari untuk menulis profil SAC untuk langitselatan, salah satu situs astronomi favorit saya, karena selalu memudahkan pembaca untuk memahami ilmu-ilmu yang disampaikan dengan bahasa yang sederhana. Sebenarnya, banyak teman-teman SAC lain yang lebih pantas dan mampu menulis daripada saya, apalagi latar belakang pendidikan saya tidak tinggi. Hanya percaya diri dan kecintaan terhadap astronomilah yang membuat saya berani memperkenalkan Surabaya Astronomy Club di sini, hehehe ….
Sebagai salah satu ilmu pengetahuan tertua, Astronomi adalah ilmu yang menarik. Hanya saja, seringkali kita mendapat berita yang salah tentang astronomi, baik dari budaya masyarakat maupun media publik modern. Karena, ilmu Astronomi belum populer di negeri ini, dan satu-satunya perguruan tinggi yang memiliki jurusan Astronomi di Indonesia baru ITB. Syukurlah, saat ini banyak perguruan tinggi atau institusi lain yang mulai merintis klub maupun komunitas astronomi di seluruh penjuru negeri ini, salah satunya Surabaya Astronomy Club (SAC), sebuah komunitas pencinta astronomi amatir yang berpusat di kota pahlawan, Surabaya.
Berdirinya SAC bermula dari percakapan via milis antara beberapa mahasiswa dan aktivis Surabaya yang kuliah dan beraktivitas di Jakarta dan telah tergabung dalam HAAJ (Himpunan Astronomi Amatir Jakarta), dan akhirnya pada 8 September 2006 sepakat untuk mendirikan sebuah organisasi resmi. SAC menyadari pentingnya membangun sebuah komunitas astronomi, yang selain untuk menyalurkan hobi, juga berpartisipasi menyebarkan dan mengembangkan ilmu, terutama Astronomi, khususnya di kota Surabaya dan umumnya di kota lain.
Kendati telah berdiri sejak 2006, baru lima tahun kemudian SAC benar-benar menampakkan aktivitasnya. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menarik peminat Astronomi di Surabaya untuk bergabung. Berkembangnya media sosial turut membantu mewujudkan tujuan tersebut. Dari fanpage hingga grup Facebook telah dibuat. Dan akhirnya, bertepatan dengan Gerhana Bulan Total pada 16 Desember 2011, first gathering anggota SAC baru terwujud. Meskipun baru dihadiri enam anggota saja, tapi kami sudah bermimpi hingga “langit ketujuh”, bertekad untuk memajukan ilmu Astronomi mulai dari Surabaya, saat itu juga! Sejak itu, kegiatan demi kegiatan terus diselenggarakan rutin oleh “Laskar Tropong” (sebutan untuk para anggota SAC). Setiap ada event Astronomi, kami selalu mengadakan pengamatan. Kami memiliki istilah-istilah yang mungkin asing bagi para penggemar Astronomi daerah lain, mulai dari “Cangkruk sambil Ngamat” (Cak Mat), Hujan Meteor (Humet), Gerhana Matahari (Germat), Gerhana Bulan (Gerbul), dsb.
Yah, begitulah, seringkali kami menyingkat atau memplesetkan istilah-istilah umum dalam kegiatan Astronomi, dan mengalihbahasakannya menjadi khas Suroboyoan. Dan untuk menambah nuansa khas Suroboyoan ini, setiap anggota SAC diwajibkan memanggil sesama anggota dengan sebutan “Cak” untuk laki-laki dan “Ning” untuk perempuan, yang maknanya kira-kira sama dengan “Kakak”.
Seiring waktu, aktivitas SAC yang semakin berkembang mengundang simpati dari berbagai pihak, di antaranya media cetak yang sering meliput kegiatan kami. Kemudian, kami diundang untuk mengudara di sebuah radio lokal terkemuka, 93,8 Shams FM. Dan tepat pada ulang tahunnya yang keenam, SAC diajak syuting oleh program televisi swasta “Laptop Si Unyil” untuk menampilkan sebuah kegiatan kreatif: membuat teleskop sederhana. SAC memang merancang sebuah kegiatan yang memperkenalkan pada publik bahwa Astronomi Tidak Mahal (biasa disingkat dengan “ATM”). Beberapa peranti sederhana yang telah dibuat antara lain adalah teleskop dari pipa paralon, dari karton bekas rol kain, dari botol air mineral; inklinometer dari busur penggaris yang dimodifikasi; filter matahari, dsb.
Walaupun berpusat di kota Surabaya, SAC tidak menutup kesempatan para peminat dari wilayah lain untuk bergabung. Sudah ada SAC perwakilan cabang Sidoarjo, Bangil, Bandung, Serang, Makasar, Madura, dsb. SAC juga telah beberapa kali ikut serta dalam kegiatan bertaraf nasional maupun internasional, di antaranya mengirimkan perwakilan untuk HAI di Bosscha dan dua kali ikut menyelenggarakan pengamatan bulan serentak sedunia, INOMN
Perkembangan SAC yang pesat bukan berarti tanpa hambatan. Kegiatan yang umumnya dilakukan malam hingga pagi hari membuat sebagian anggota tidak bisa mengikuti setiap kegiatan. Begitu juga dengan minimnya pengetahuan Astronomi, karena saat ini mayoritas anggota SAC tidak berlatar belakang pendidikan Astronomi. Syukurlah, para pakar astronomi dari berbagai komunitas maupun perorangan berkenan untuk selalu berbagi ilmu dengan kami. Selain itu, minimnya fasilitas pendidikan di Surabaya pun jadi hambatan. Jangankan fasilitas pendidikan seperti TMII atau observatorium seperti Bosscha, atau Science Centre di Yogyakarta, taman pintar pun belum tersedia di kota terbesar kedua di Indonesia yang menyabet penghargaan Adipura ini. Bukan bermaksud menyalahkan siapa-siapa, tetapi hingga saat ini belum ada pengembangan untuk kemajuan pendidikan di bidang ini.
Mungkin masih butuh waktu lama bagi SAC untuk menjadi salah satu sentral komunitas Astronomi di Indonesia, apalagi di dunia. Tapi, semangat juang darah Suroboyoan kami sangat kuat, tidak pernah ada pesimisme, hanya ada tekad untuk maju untuk mencapai prestasi. Bahkan, angan-angan untuk dua puluh tahun ke depan pun sudah SAC cetuskan. “Mungkin SAC tidak akan bisa mengungguli NASA, ESA, dsb. Namun, asal kita terus berlari mengejar, kita tidak akan pernah tertinggal!”
selamat buat sac, semoga makin berkembang tiap harinya 🙂 ijin dong buat nampilin tulisan ini di duniaastronomi.com juga. trims