fbpx
langitselatan
Beranda » Hukum Sains yang Universal

Hukum Sains yang Universal

Sains itu seperti bahasa universal, karena semua yang ada di alam semesta bekerja dengan cara yang sama.  Sains yang kita alami di Bumi, sama dengan sains yang menyebabkan bintang bersinar dan planet bergerak mengelilingi Bumi.

Carina Nebula, awan pembentuk bintang. Kredit : ESO

Matahari terbenam adalah salah satu contohnya. Di Bumi, kita sering melihat indahnya Matahari terbenam yang berwarna kemerahan (merah, oranye dan merah muda) di langit. Ini semua disebabkan karena Matahari berada terlalu rendah di langit sehingga cahaya yang lewat terhalang lebih banyak debu di atmosfer  dan dihamburkan ke berbagai arah. Cahaya itu sendiri terdiri dari bermacam-macam warna pelangi, tapi warna yang dihamburkan berbeda-beda. Debu menghamburkan lebih banyak cahaya biru dibanding cahaya merah. Artinya cahaya biru dihamburkan menyisakan warna merah yang indah kala senja.

Hal yang sama juga terjadi di angkasa. Area yang berdebu di angkasa menyerap dan menghamburkan cahaya biru lebih banyak dari cahaya merah. Pada beberapa bagian yang debuna sangat banyak di alam semesta, seperti misalnya di awan pembentukan bintang, efek ini sangat kuat sehingga tidak ada warna cahaya apapun yang bisa mencapai Bumi. Tapi, para astronom lebih pandai. Mereka menggunakan teleskop khusus yang dapat melihat berbagai tipe cahaya yang tidak dihamburkan atau diserap oleh partikel debu yang besar : cahaya infra merah. (Mata manusia tidak dapat melihat cahaya inframerah, tapi kita menggunakannya di rumah untuk menyalakan televisi dengan kendali jauh a.k.a remote control)

Foto yang ditampilkan di atas merupakan foto awan pembentukan bintang yang dinamai Carina Nebula. Foto baru ini dipotret oleh teleskop bernama Very Large Telescope. Foto ini menunjukkan kepada astronom banyak sekali obyek yang belum pernah mereka temukan sebelumnya di dalam awan.

Fakta menarik : Ilmuwan Isaac Newton merupakan orang pertama yang menyadari hukum sains di Bumi sama dengan hukum yang mengatur obyek di alam semesta.

Sumber : Space Scoop Universe Awareness

Baca juga:  Sidik Jari Bintang Pertama Sebagai Penanda Fajar Kosmis
Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

1 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini

  • Pasti ini bukan komentar, tapi sebuah pertanyaan dari seorang awam. Saya selalu tertarik untuk membaca tulisan tentang astronomi dan alam semesta. Begitu luasnya alam semesta ini, lalu muncul pertanyaan : l. Apakah ada batas alam semesta.?. 2 Begitu terjadi kehancuran/tabrakan satu benda langit, tercipta kembali benda langit yang baru, apakah alam semesta ini akan tetap abadi sengan terciptanya begitu banyak benda2 langit yang baru. ?. Mudah2an mbak Ivie dapat memberi penjelasan atas pertanyaan awam tersebut. Terima kasih.