Apakah ada komet es yang besar menghantam Neptunus dua abad lalu? Inilah gambaran yang muncul dari hasil pengukuran terakhir gas di atmosfer si planet biru raksasa.
Hasil pengukuran tersebut sekaligus menjadi hasil pertama yang disumbangkan misi Herschel, satelit inframerah milik ESA khususnya untuk penelitian Tata Surya seperti yang disampaikan Paul Hartogh pada pertemuan American Astronomical Society di Florida.
Tabrakan Komet
Dalam pengukurannya, Herschel juga mengungkapkan adanya keanehan dari tingginya kadar karbon monoksida di lapisan stratosfer Neptunus. Keadaan ini bisa jadi petunjuk untuk melacak tabrakan komet.
Ide tabrakan komet ini pertama kali disampaikan oleh Emmanuel Lellouch dari Observatorium Paris 5 tahun lalu. Ia mengajukan ide tersebut berdasarkan hasil pengamatan teleskop radio 30-meter di gunung Pico Veleta, Spanyol. Hasil awal yang didapat Lellouch ternyata justru mendapat konfirmasi dari Herschel sehingga Hartogh dan Lellouch pun semakin yakin akan terjadinya tabrakan komet es di Neptunus tersebut.
Atmosfer Neptunus
Seperti halnya atmosfer plant raksasa lainnya di Tata Surya, atmosfer Neptunus terdiri dari hidrogen dan helium disertai sejumlah metana, air, amonia dan es. Yang berbeda, Neptunus memiliki sejumlah besar es dibanding planet gas lainnya.
Pada ketinggian yang paling tinggi di atmosfer Neptunus, terdapat 80% hidrogen dan 19% helium dan sejumlah kecil metana. Atmosfer Neptunus sendiri terdiri dari troposfer di bagian bawah dan stratosfer di lapisan atasnya.
Temperatur di troposfer akan meurun seiring dengan ketinggian sedangkan di stratosfer terjadi yang sebaliknya dimana temperatur meningkat seiring ketinggian.
Anomali Karbon Monoksida
Kelimpahan karbon monoksida di lapisan stratosfer ini tentunya mengundang tanya dan kengintahuan para ilmuwan. Bagaimana ini terjadi? dan dari mana asalnya?
Ada beberapa alternatif yang diajukan, salah satunya Neptunus diperkirakan karena planet biru ini memiliki waduk gas yang stabil dan dalam yang mengalami kebocoran dan keluar secara perlahan-lahan. Akan tetapi, dalam pengamatan Lellouch sebelumnya, ia menemukan jumlah karbon monoksida 2 kali jumlah yang ada di stratosfer dan di troposfer. Nah, karena stratosfer merupakan lapisan teratas di atmosfer Neptunus, kelimpahan karbon monoksida di lapisan tersebut tampaknya bukan berasal dari internal planet.
Lantas darimanakah kelimpahan karbon monoksida tersebut?
JIka bukan dari dalam planet, tentunya karbon monoksida ini berasal dari sumber di luar planet, dalam hal ini dari tabrakan komet es ke planet raksasa tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Leigh Fletcher dari Universitas Oxford yang meneliti kelimpahan karbon monoksida di atmosfer Neptunus dari hasil perhitungan misi inframerah AKARI milik Jepang.
Hujan Deras Meteorite
Menurut Fletcher, sumber lain sehingga Neptunus memiliki kelimpahan karbon monoksida juga dimungkinkan dari hujan debu dan mikro meteorit secara terus menerus yang selalu dialami planet-planet. Saat partikel-partikel tersebut masuk dan mengikis atmosfer Neptunus, mereka menyimpan air yang terkandung di dalamnya beserta sejumlah kecil karbon monoksida.
Dalam perhitungan Lellouch, ia menemukan kalau lapisan stratosfer Neptunus jauh lebih kaya dengan karbon monoksida dibanding air, sehingga ia lebih meyakini sumber karbon monoksida tersebut berasal dari tabrakan komet, Hal ini juga disebabkan karena temperatur tabrakan komet lebih tinggi dari pada mikro meteorite. Dengan demikian lingkungan di sekelilingnya siap untuk mengalami “shock kimia” dan oksigen yang awalnya terikat pada komet es akan dibebaskan untuk membentuk karbon monoksida.
Tabrakan Komet
Secara umum, kimiawi interaksi ini memang masih sulit dipahami, namun Lellouch kemudian mengacu pada Shoemaker Levy 9 yang menabrak Jupiter tahun 1994 dan memperkaya atmosfer Jupiter dengan lebih banyak karbon monoksida dibanding air.
Perhitungan Herschel juga konsisten dengan hasil kalkulasi dari pengamatan dengan teleskop radio, dan Lellouch memprediksikan ada komet 2 km yang menabrak Neptunus 200 tahun lalu. Ukuran komet dan waktu tabrakan ini cukup sesuai untuk menyebarkan karbon monoksida di lapisan stratosfer seperti yang teramati saat ini.
Ukuran yang kecil menyebabkan Neptunus tidak memiliki gaya gravitasi seperti yang dimiliki Jupiter. Namun keberadaannya yang dekat dengan sabuk Kuiper membuat kemungkinan Neptunus ditabrak obyek es besar sangat mungkin terjadi. Bahkan menurut Luke Dones dari Southwest Research Institute, di Boulder, Colorado, tabrakan komet 2 kilometer memang bisa terjadi setiap 2000 tahun dan dengan demikian tabrakan 200 tahun lalu akan menjadi hal yang mengejutkan. Namun demikian, hal itu bukanlah hal yang mustahil untuk terjadi.
Sumber : Nature, ESA
1 komentar