fbpx
langitselatan
Beranda » Lautan Garam Cair di Enceladus

Lautan Garam Cair di Enceladus

Pengukuran di salah satu satelit Saturnus, Enceladus meniadakan geyser dari satelit tersebut. Wah.. kok bisa?

Enceladus berdasarkan citra yang diambil Cassini. Kredit: Cassini/NASA/JPL/Space Science Institute
Enceladus berdasarkan citra yang diambil Cassini. Kredit: Cassini/NASA/JPL/Space Science Institute

Erupsi sirkulasi alamiah aliran (plumes) air dari kutub selatan Enceladus bisa jadi disebabkan oleh lautan cair yang mengintip jauh di bawah tanah dan bukan berasal dari erupsi geyser yang berasal dari lautan garam tepat di bawah permukaan si satelit. Bukti keberadaan lautan di bawah permukaan ini sangat menarik, karena keberadaan air yang cair di suatu tempat di tata Surya akan dapat membawa manusia pada pencarian akan tanda kehidupan.

Ketiadaan sodium dalam plumes yang mengalir keluar dari lubang di kutub selatan Enceladus justru mengesapingkan keberadaan geyser dari air yang ada jauh di bawah permukaan. Nick Schneider dari Universitas Boulder, Colorado bersama rekan-rekannya menggunakan teleskop Keck di Mauna Kea, Hawaii, dan Teleskop Anglo-Australian di Sliding Spring, Australia untuk mencari atom dan molekul sodium baik di plumes maupun di salah satu cincin Saturnus, yang diperkirakan mendapatkan materinya dari plumes tersebut, yakni cincin E.

Jika geyserlah yang menyebabkan terjadinya plumes di Enceladus, maka ia akan melontarkan letusan yang kaya garam dan akan menunjukan sinyal kuat dari sodium yang bahkan bisa di deteksi oleh teleskop landas bumi. Namun setelah berjam-jam melakukan pengamatan, emisi oranye yang dicari tidak muncul juga.

Inti Hangat
Karena si oranye ini tak kunjung ditemukan, alternatif lainnya, bisa jadi kauh di bawah tanah terdapat lautan garam cair yang sudah mengalami penguapan dan melepaskan air murni sebagai letusan uap dan meninggalkan garam sebgai residunya jauh di bawah tanah.

Frank Postberg dari Max Planck Institute for Nuclear Physics di Heidelberg, Jerman justru menyukai ide keberadaan lautan ini. Ia dna rekan-rekannya menggunakan data debu-kosmik dari pesawat ruang angkasa Cassini untuk mempelajari butiran di cincin E. Dan hasilnya, mereka menemukan ada presentasi yang sangat kecil dari butiran es disana (sekitar 2%), yang kaya sodium atau mengandung garam.

Butiran garam ini hanya mungkin ada jika ada lautan cair yang berada dekat dengan inti batuan kaya mineral dari Enceladus, jauh di bawah kerak es tebal. Kerak ini bisa memiliki ketebalan sampai 50 km. Selain itu uap air hasil penguapan dari lautan juga akan mengandung gas lainnya, dan gelembung gas tersebutlah yang akan membawa tetesan air asin melalui lobang di kerak Enceladus, dan kemudian membeku saat tiba disitu. Butiran-butiran ini akan keluar menjelajah sampai angkasa dalam plumes bersama dengan butiran es yang miskin garam yang terbentuk laksana butiran salju dari uap air murni.

Butiran yang kaya dengan garam akan segera membekukan air laut akibat tarikan aliran uap air yang kuat. Ketiadaan sodium di dalam plumes sama sekali tidak menjadi kontradiksi karena sejumlah kecil sodium tersebut tidak akan dapat dideteksi oleh Teleskop Keck.

Model Lainnya
Ada model lain yang juga diajukan untuk menjelaskan plumes di Enceladus selain teori keberadaan geyser dan lautan. Salah satunya adalah waduk clathrates – molekul gas yag terkunci dalam kisi-kisi molekul lain – yang berada di bawah pemrukaan. Saat plat tektonik di kerak bergerak dan saling bertabrakan, pecahan kerak dan clathrates melepaskan gas, yang membawa partikel es ke permukaan dan membentuk aliran es. Partikel es ini juga membawa garam di dalamnya. Geologist Susan Kieffer dari Universita Illinois menyatakan, “Sodium bukanlah bukti keberadaan lautan cair. Sodium bisa juga terkunci di dalam es dari model es clathrate”.

Selain garam, di dalam plumes juga terdapat gas lain seperti metana, karbon dioksida, dan nitrogen. Keberadaan gas-gas ini hanya dapat diperhitungkan dalam model clathrate.

Francis Nimmo, peneliti keplanetan dari Universitas California, Santa Cruz, justru menyatakan kalau plumes itu terbentuk langsung dari lapisan es padat, yang dipanaskan oleh gesekan es satu sama lainnya. Namun ia juga menyatakan kalau teori tentang keberadaan lautan itu bisa diterima.

Namun demikian masih ada pertanyaan yag harus dijawab, yakni ketiadaaan sodium di plumes, karena seharusnya ada sodium disana walau sedikit. Selain itu Nimmo juga masih meragukan kalau temperatur di Enceladus cukup hangat untuk menahan keberadaan air yang cair dalam waktu lama. Karena bagaimanapun lautan tersebut tak mungkin selamat dalam rentang waktu lama di sepanjang sejarah Tata Surya.

Scheider sendiri memang menyatakan kalau penjelasan keberadaan lautan dapat menjelaskan sebagian besar data yang ada. Namun demikian ia tidak menutup kemungkinan pada teori lainnya. Karena belum ada satu teori yang mampu menjelaskan semuanya dengan jelas.

Sumber : Nature, Eureka Alert
Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Manager 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute.

3 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini

  • Hmm… berarti kemungkinan untuk berkoloni di Enceladus mulai berkurang…

    Nice artikel! Keereeen!

  • hebat,,,,euy..aku ini pengemarnya langit selatan lo………………!!salut banget…