Bintang variabel Cepheid selama ini kita kenal sebagai lilin penentu jarak dalam astronomi. Tahun 1784, John Goodricke untuk pertama kalinya menemukan bahwa bintang delta Cepheid berubah cahayanya secara berkala. Tahun 1894, Belopolsky juga menyadari kalau kecepatan radial bintang tersebut berubaha secara berkala seirama perubahan cahayanya. Dan di tahun 1914, Shapley mengemukakan hipotesa bahwa bintang ini berdenyut. Periode denyutnya berkisar antara 1-50 hari. dari sinilah ditemukan hubungan antara luminositas dan periode perubahan cahaya.
Semakin kecil rapat massa bintang, makin panjang periodenya (denyut yang makin lambat). Umumnya, bintang yang rapat massanya kecil, memiliki ukuran yang besar. Dan bintang yang berukuran besar pada umumnya memiliki luminositas yang besar. Dengan demikian bintang variabel Cepheid yang luminositasnya besar berubah-ubah cahayanya dengan periode yang besar.
Pada tahun 1912, Henrietta Levitt menemukan bahwa di Awan Magellan Kecil, galaksi kecil di luar Bima Sakti memiliki banyak sekali bintang variabel Cepheid . Karena jarak yang jauh, maka seluruh bintang yang ada di sana jaraknya sama dari pengamat. Dari sinilah Henrietta menemukan hubungan antara periode dan luminositas Cepheid yakni, makin terang suatu Cepheid periodenya akan makin besar luminositasnya. Henrietta kemudian menemukan bahwa bintang variabel Cepheid dapat digunakan sebagai penentu jarak di dalam astronomi. Untuk mengetahui jarak, digunakanlah bintang variabel Cepheid di dalam Bima Sakti yang sudah diketahui jaraknya dan memiliki luminositas yang sama sebagai perbandingan. Kombinasi dengan pengukuran kecepatan, parameter Cepheid bisa digunakan sebagai alat untuk mengukur rotasi galaksi Bima Sakti.
Gerak bintang-bintang Cepheid di dalam Bima Sakti menjadi perdebatan selama bertahun-tahun, karena jika rotasi Bima Sakti diperhitungkan bintang-bintang Cepheid akan tampak runtuh menuju Matahari dengan kecepatan rata-rata 2km/detik. Perdebatan yang muncul mempertanyakan apakah fenomena ini merupakan gerak Cepheid yang sebenarnya, sebagai konsekuensi untuk meperumit pola rotasi Bima Sakti ataukah gerak tersebut merupakan efek dari atmosfer Cepheid.
Pengukuran baru yang dilakukan oleh Nicholas Nardetto menunjukan rotasi Bima Sakti itu jauh lebih sederhana dari yang dipikirkan sebelumnya. Pengamatan yang dilakukan menggunakan spektograf HARPS dicapai oleh instrumen HARPS (High Accuracy Radial Velocity Planetary Searcher) pada teleskop 3.6 meter di La Silla, Chille, menunjukan gerak keruntuhan Cepheid pada Matahari hanyalah gerak semu yang berasal dari parameter intrinsik Cepheid.
Para astronom ini juga menemukan bahwa deviasi dalam pengukuran kecepatan Cepheid memiliki hubungan dengan elemen kimia di atmosfer Cepheid. Hasil pengamatan yang jika digeneralisir pada seluruh Cepheid di Bima Sakti akan menunjukan kalau sebenarnya rotasi Bima Sakti itu sederhana dan simetri terhadap sumbunya.
Sumber : ESO
Tulis Komentar