fbpx
langitselatan
Beranda » Pencarian Extrasolar Planet Terus Berlanjut

Pencarian Extrasolar Planet Terus Berlanjut

Sama seperti setiap manusia yang punya keunikan masing-masing, planet di Tata Surya uga punya keunikannya sendiri. Jika setiap planet dianggap sebagai sebuah dunia baru, maka bisa kita katakan kalau ternyata setiap dunia itu berbeda. Berbeda dalam bentuk, ukuran dan kimianya. Mars yang dingin, dengan pasir merah yang kaku. Venus… si cantik yang menyala dalam dunianya yang diselubungi awan asam sulfur yang tebal, atau lihatlah Uranus dan cincin vertikalnya yang aneh. Atau Saturnus? Dunia kecil dengan cincinnya yang menawan disertai satelit-satelitnya, yang semakin hari semakin mirip Tata Surya kecil. Keanekaragaman yang indah dan menyegarkan.

Ilustrasi planet yang mengelilingi bintang lain. Kredit Gambar : T. Riecken, NASA

Sekarang, bayangkan kalau keanekaragaman itu tidak hanya berada di Tata Surya saja, tapi di ratusan sistem keplanetan lainnya. Bisa jadi ada dunia lain di luar sana, yang akan membuat Venus terlihat bisa dihuni dan Uranus memang lebih positif eh lebih tepat dalam kondisi yang tegak lurus itu. Tapi sampai 20 tahun lalu, para astronom pun maish tak yakin adakah dunia yang lain itu diluar Tata Surya kita. Sekarang, mereka sudah menemukan lebih dari 280 dunia lain, yang setiap planetnya punya keunikan dan kekhasannya. Setiap planet dengan pesonanya yang bisa memikat kita para pengamatnya.

Dan saat ini, masa kejayaan penemuan sistem planet barulah dimulai. Musim gugur tahun ini (2008), astronom akan memulai pencarian planet besar-besaran dengan mengamati sekitar 11000 bintang dekat selama 6 tahun ke depan. Dari jumlah ini, sejumlah kecil diantaranya, atau sekitar 3000 bintang sudah diamati oleh para astronom untuk melacak jejak planet disekelilingnya. Diperkirakan dengan project terbaru NASA yakni MARVELS (Multi-object Apache Point Observatory Radial Velocity Exoplanet Large-area Survey), bisa ditemukan lagi sekitar 150 planet bahkan lebih.

Menurut Jian Ge, kepala investigasi MARVEL dari Universitas Florida, Gainesville, pengamatan dengan MARVELS secara umum akan mencari planet raksasa seukuran Jupiter. Planet-planet raksasa ini seperti tanda lalu lintas di mercusuar yang memberi tanda keberadaan seluruh sistem keplanetan di sebuah bintang. Kok bisa? Sekali kita menemukan sebuah planet raksasa di bintang, maka bisa kita ketahui kalau disekitarnya terdapat planet-planet yang lebih kecil. MARVELS dalam bertugas tidak hanya mengkatalogkan planet-planet tapi juga memberi data yang dibutuhkan para astronom untuk menguji teori pembentukan dan teori evolusi dari sistem keplanetan.

Untuk mengamati sedemikian banyak bintang, MARVELS akan menggunakan teleskop yang bisa memisahkan 60 citra bintang pada saat yang sama, bahkan bisa meningkat sampai 120 citra. Teleskop yang akan ditempatkan di Apache Point Observatory di Sacramento Mountains, New Meksiko tersebut memiliki cermin utama sepanjang 2,5 meter dengan luas medan pandang langit 7 derajat persegi. Area tersebut akan tampak 35 kali lebih besar dari Bulan. Rangkaian sebanyak 60 jalinan kabel serat optik akan membawa cahaya melalui bidang fokus teeleskop ke interferometer yang sangat sensitif. Instrumen ini bisa mendeteksi perubahan yang sangat kecil dalam frekuensi cahaya bintang. Apa bedanya? Bukankah instrumen yang digunakan dalam penemuan ekstrasolar planet juga bisa mendeteksi perubahan cahaya bintang?

Menurut Ge, saat bintang diganggu oleh gaya gravitasi planet yang mengorbit, frekuensi cahaya bintang akan bergeser mendekat dan menjauh, atau dikenal dengan nama Efek Doppler. Kuatnya gravitasi planet seukuran Jupiter akan menghasilkan tarikan yang besar pada bintang induknya, sehingga akan relatif lebih mudah untuk diamati menggunakan metode efek doppler. Nah, jika pengamatan berhasil melihat adanya cahaya yang menguat dan melemah dalam siklus berulang selama beberapa hari, minggu, atau bulan, maka bisa dipastikan ada planet disana.

Selain menemukan planet-planet baru, para peneliti juga penasaran bintang tipe apa yang memiliki planet gas di dalam sistemnya. Teori pembentukan planet memprediksi hanya bintang yang kaya dengan elemen berat seperti silikon, oksigen, dan nikel yang bisa memiliki planet-planet seperti Jupiter. Coba bayangkan, piringan pembentuk planet berada di bintang seperti itu, dan piringan itu ternyata juga kaya dengan elemen berat seperti pada bintang yang ada di pusatnya. Elemen-elemen berat tersebut kemundian membentuk gumpalan batu dalam piringan. Gumpalan-gumpalan padat kemudian bertabrakan dan bergabung membentuk benih planet yang memiliki gravitasi yang kuat untuk mengumpulkan gas disekelilingnya dan tumbuh menjadi sbeuah planet gas.

Karena itu, jika MARVELS menemukan lebih banyak lagi planet gas raksasa di sekeliling bintang yang kaya elemen berat, maka hasil pengamatan akan bisa mendukung teori yang ada tersebut. Tapi, sebagian planet gas raksasa tidak membutuhkan elemen berat tersebut dalam pembentukannya. Nah teori lain menyebutkan kalau planet mirip Jupiter lahir karena ada gangguan dalam piringan pembentuk planet, sehingga memulai keruntuhan gravitasi pada daerah gas dan debu. Tidak dibutuhkan benh untuk itu.

Ini akan jadi tugas MARVELS dalam menguji sejumlah besar bintang yang memiliki fraksi elemen berat yang berbeda, sehingga MARVELS akan bisa memberi kunci dalam membedakan kedua ide tersebut. Tidak hanya itu, data dari MARVELS diharapkan dapat memberi secercah cahaya untuk pertanyaan lainnya, seperti seberapa sering orbit planet gas raksasa mengalami migrasi lebih dekat ke bintang, dan bagaimana sebuah planet bisa memiliki eksentrisitas orbit yang lonjong bukannya lingkaran.

Dalam banyak hal, MARVELS akan bisa memberi petunjuk baru yang membuka pintu dalam menjawab berbagai pertanyaan dan teori yang sudah lama ada.

Sumber : Science@NASA

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini