langitselatan
Beranda » 3I/ATLAS: Komet Antarbintang Yang Menyudahi Kunjungannya

3I/ATLAS: Komet Antarbintang Yang Menyudahi Kunjungannya

Akhir Oktober 2025, komet antarbintang 3I/ATLAS mencapai jarak terdekatnya dengan Matahari. Saat ini tamu antarbintang ini pun akan segera meninggalkan Tata Surya.

Komet 3I/ATLAS yang dipotret dipotret Gemini Selatan 27 Agustus 2025. Kredit: NOIRLab
Komet 3I/ATLAS yang dipotret dipotret Gemini Selatan 27 Agustus 2025. Kredit: NOIRLab

Kunjungan “singkat” yang menyisakan banyak cerita mengejutkan sekaligus memicu berbagai spekulasi. Menyusuri kembali jejak tamu antarbintang ketiga di Tata Surya ini, 3I/ATLAS pertama kali ditemukan bulan Juni 2025 dari pengamatan teleskop ATLAS di Hawaii. 

Saat ditemukan, 3I/ATLAS memperlihatkan karakter yang tidak biasa. Komet ini melesat dengan kecepatan hampir 60 km/detik dalam orbit hiperbola yang ekstrem. Kecepatan dan orbitnya ini membuat komet yang awalnya diberi nama A11pl3Z berbeda dari komet-komet yang datang dari awan Oort. 

Data ini tak pelak membawa para astronom pada sebuah informasi kalau komet yang kemudian diberi nama 3I/ATLAS ini merupakan tamu jauh yang sedang mengunjungi Matahari dari ruang antarbintang. Jika demikian, maka setelah berpapasan pada jarak terdekat 1,3 sa dengan Matahari, 3I/ATLAS akan meninggalkan Tata Surya dan tentu saja tak pernah kembali. 

Kemiripan dengan Komet di Tata Surya

Komet 3I/ATLAS yang dipotret oleh Teleskop Virtual pada tanggal 5 November 2025. Kredit: Virtual Telescope

Sejak tamu jauh ini ditemukan, teleskop landas Bumi maupun antariksa diarahkan untuk mengamati komet ini, termasuk teleskop Webb dan SPHEREx. Tak cuma dari Bumi, pengorbit di Mars seperti ExoMars Trace Gas Orbiter (TGO) dan Mars Express juga menargetkan komet ini untuk diamati.

Seiring perjalanan mendekati Matahari, objek beku ini mengalami peningkatan kecepatan. Fenomena umum yang terjadi mengingat makin dekat dengan perihelion, pengaruh gravitasi Matahari juga semakin mendominasi. Komet semakin terang seiring pertambahan jarak mendekati Matahari. Radiasi Matahari mengubah es pada komet menjadi gas, proses yang kita kenal sebagai sublimasi yang menyebabkan erupsi gas yang lepas dari selubung komet. Erupsi gas ini membentuk halo di sekitar komet, koma, dan ekor komet yang merentang panjang. Debu yang memantulkan cahaya menyebabkan terjadi peningkatan kecerlangan pada komet. 

3I/ATLAS juga memperlihatkan perilaku yang sama dengan komet yang datang dari awan Oort. Tapi, ada keanehan. Komet 3I/ATLAS mengalami lonjakan kecerlangan yang tidak terduga disertai pelepasan materi yang sangat besar. Terjadi jet atau semburan materi ke Matahari. 

Lonjakan kecerlangan ini diamati oleh wahana kembar STEREO-A dan STEREO-B, SOHO, dan satelit cuaca GOES-19. Pengamatan ini memang hanya dimungkinkan dengan teleskop antariksa mengingat semakin dekat komet 3I/ATLAS dengan Matahari, maka komet ini juga akan hilang dari langit malam alias tidak bisa diamati. Pengamat di Bumi baru bisa menyaksikan kembali komet 3I/ATLAS pada kisaran akhir November dan awal Desember saat komet ini semakin jauh meninggalkan Matahari.

Peristiwa ini memang terjadi pada komet di Tata Surya. Tapi, yang pasti peningkatan kecerlangan pada 3I/ATLAS ini tidak biasa. 

Kok bisa? 

Lonjakan kecerlangan komet 3I/ATLAS terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan dan melebihi peningkatan kecerlangan komet-komet dari awan Oort pada jarak yang sama. Apa penyebabnya masih belum diketahui dengan pasti. Tapi, para astronom memberikan beberapa mekanisme berbeda untuk menjawab perubahan kecerlangan dadakan tersebut. 

Lonjakan kecerlangan yang terjadi tiba-tiba ini bisa jadi disebabkan oleh kecepatan tinggi 3I/ATLAS saat mendekati Matahari, atau sebaliknya, fenomena ini bisa memberi petunjuk baru terkait sifat internal komet. Jadi, apabila komposisi 3I/ATLAS berbeda dari inti komet di Awan Oort, maka itu artinya sistem keplanetan asal komet ini juga punya komposisi berbeda dari Tata Surya. 

Keanehan pada sifat atau properti inti komet seperti pada komposisi, bentuk, atau struktur, diperkirakan berkontribusi pada lonjakan kecerlangan tersebut. Perbedaan pada komposisi, bentuk, dan struktur memang bisa terjadi karena semua itu diperoleh dari sistem induk darimana 3I/ATLAS datang, maupun diperoleh selama perjalanan di ruang antarbintang. 

Komposisi 3I/ATLAS

Perburuan komet 3I/ATLAS bukan sekedar tentang memotret dan mengetahui ke mana komet ini bergerak, tapi juga seberapa mirip komet ini dengan yang ada di Tata Surya. Apakah komposisi komet yang datang dari ruang antarbintang ini sama dengan yang datang dari awan Oort di Tata Surya?

Bisa mengetahui komposisi komet tamu kita ini penting karena ia membawa jejak komposisi dari sistem keplanetan asalnya sebelum mengembara sampai ke Tata Surya.  

Seiring dengan pengamatan yang dilakukan, muncul juga ide dan spekulasi kalau 3I/ATLAS merupakan teknologi asing dari luar angkasa. Menarik memang. Siapa yang tak ingin bersua dengan kehidupan lain? Atau mengetahui teknologi yang dibangun di luar sana. Akan tetapi, lagi-lagi bukti tidak mendukung ide ini. Kita masih sebatas menemukan planet di zona laik huni. Belum ada kehidupan lain atau teknologi asing yang kita temukan.

Pun demikian dengan 3I/ATLAS.

Hasil pengamatan justru memperlihatkan hasil yang menarik. Tamu antarbintang ini merupakan objek alami, namun dengan komposisi dan aktivitas yang sangat tak biasa.

Data pengamatan SPHEREx maupun Teleskop Antariksa James Webb menunjukkan bahwa koma 3I/ATLAS didominasi oleh karbon dioksida (CO?). Perbandingan perbandingan CO??:?H?O pada 3I/ATLAS sekitar?8?:?1, dan menandai komet ini punya rasio tertinggi yang pernah tercatat pada komet. Pada komet-komet yang ada di Tata Surya, justru ait yang mendominasi aktivitas sublimasi. Sementara pada 3I/ATLAS, peran itu justru didominasi CO? serta senyawa volatil lain yang jarang ditemukan pada komet dari Tata Surya. Dominasi karbondioksida ini mungkin terjadi karena inti komet telah mengalami radiasi dan evolusi yang signifikan pada lingkungan yang berbeda dari Tata Surya. 

Tidak hanya itu. Pengamatan yang dilakukan ExoMars Trace Gas Orbiter (TGO) dan Mars Express saat 3I/ATLAS melintasi Mars pada jarak 30 juta km, berhasil menangkap jejak koma dan jalur lintasan yang memberi informasi usia objek yang sangat tua. Diperkirakan usianya miliaran tahun lebih tua dari Tata Surya. 

Kejutan tak sampai di situ. Para astronom menemukan jejak nikel (Ni) tanpa besi (Fe) di koma komet ini. Umumnya, jika ada nikel pada spektrum, maka besi juga akan menyertainya. Ini karena keduanya berasal dari sumber logam yang sama dalam proses pembentukan. Tanpa beso, maka bisa dipastikan kalau 3I/ATLAS mungkin datang dari sistem dengan bintang induk yang punya rasio logam berbeda, atau dari wilayah sabuk es yang lebih tua dari Tata Surya. 

Para astronom juga mencatat adanya semburan air seperti selang pemadam kebakaran yang dengan kekuatan penuh menghentikan kebakaran kosmik. Fenomena ini umum terjadi juga pada komet di Tata Surya. Tapi… ada tapinya. Pada komet-komet di Tata Surya, aktivitas ekstrem ini terjadi pada jarak sangat dekat dengan Matahari. Sementara pada komet 3I/ATLAS, fenomena ini justru terjadi pada jarak yang lebih jauh dari “jarak umum” ke Matahari. Lagi-lagi, ada mekanisme yang belum kita pahami. 

Selain itu, dari pemetaan inframerah yang dilakukan Teleskop Webb, ada jejak H?O, CO, OCS, dan es debu, yang memperlihatkan keaktifan komet seiring perjalanannya mendekati dan kemudian menjauhi Matahari. 

Hasil ini tak pelak menyatakan pada kita kalau 3I/ATLAS bukan sekedar tamu antarbintang. Ini adalah laboratorium bergerak dari ruang antarbintang.

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Manager 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini