Setahun lalu, 20 April 2023, siang di kota Biak Numfor berubah gelap bak senja meskipun awan tebal menutupi langit. Itulah suasana ketika totalitas Gerhana Matahari Hibrida.
Tahun 2023 memang cukup istimewa buat masyarakat Indonesia karena jalur Gerhana Matahari Hibrida melintasi wilayah timur Indonesia. Sementara itu, seluruh Indonesia masih bisa menyaksikan gerhana matahari sebagian. Biak Numfor merupakan salah satu wilayah yang dilintasi jalur totalitas Gerhana Matahari Hibrida (GMH).
Gerhana Matahari. Peristiwa ini bukan sesuatu yang langka karena terjadi minimal dua kali dalam setahun. Tapi, bisa dibilang langka atau jarang terjadi dari suatu lokasi. Lintasan gerhana Matahari hanya melewati sebagian kecil area di Bumi. Tak pelak, peristiwa ini jadi kejadian langka yang bahkan menakutkan bagi masyarakat yang menyaksikannya. Terutama di masa lalu. Bayangkan saja siang tiba-tiba jadi gelap seperti malam. Di masa kini, peristiwa gerhana Matahari Total justru jadi aktivitas wisata untuk berburu gerhana dan untuk penjangkauan publik. Utamanya adalah memperkenalkan interaksi Matahari-Bumi-Bulan kepada masyarakat.
Seperti gerhana sebelumnya yang melintasi Indonesia, tim langitselatan kembali melakukan perjalanan berburu totalitas gerhana. Di tahun 2023, setelah mempertimbangkan beberapa lokasi yang bisa jadi tujuan, akhirnya langitselatan memilih Kota Biak Numfor. Dan tentu saja perjalanan langitselatan tidak hanya untuk mengamati gerhana melainkan melakukan edukasi gerhana pada masyarakat umum.
Dalam perjalanan tersebut, ekspedisi LS memperoleh dukungan dan pendanaan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Biak Numfor yang menyelenggarakan Festival Gerhana Matahari Total 2023 dalam rangkaian Sail Cendrawasih. Dalam festival ini tim LS ikut ambil bagian untuk mengedukasi publik dan tentu saja melakukan pengamatan Gerhana Matahari bersama masyarakat.
Perjalanan
Perjalanan menuju Biak dimulai dari bandung dan Jakarta. Tim yang terdiri dari 7 orang ini bertemu di Bandara Soekarno-Hatta untuk kemudian menuju Biak pada malam hari. Tentu saja seluruh peralatan dibawa dari Bandung setelah melakukan persiapan selama satu bulan lebih. Dalam persiapan itu bukan hanya instrumentasi yang disiapkan, tapi juga kaos, 500 kacaMatahari, serta infografik gerhana yang dibagikan kepada siswa dan masyarakat umum.
Tiba di Soetta dan bertemu tim yang berangkat dari Jakarta, tim LS pun menanti saat check-in dengan makan malam. Saat check-in, ada kejadian yang bikin panik sekaligus jadi kenangan. Salah satu bagasi kami ternyata kelebihan berat. Pilihannya, bongkar dan dibuat jadi dua bagasi atau kirim lewat kargo. Tentu saja kargo bukan pilihan. Selain beda terminal dan waktu yang sudah tidak memungkinkan, pertimbangan lain tentu saja bisa-bisa kargo baru tiba setelah gerhana selesai. Untunglah kami saat itu masih punya satu tas cadangan yang bisa digunakan untuk membagi tripod menjadi ke dalam dua tas. Hasilnya bagasi tersebut bisa didaftarkan sebagai bagasi tercatat, tapi ada satu koper yang tidak bisa didaftarkan untuk bagasi tercatat karena waktu check-in sudah berakhir. Akibatnya kami kelebihan satu koper yang dibawa ke kabin. Dan ya tentunya ini jadi masalah meski akhirnya bisa diselesaikan setelah sempat ditahan petugas saat berada di Gate.
Tapi, akibat kekacauan bagasi ini, tim LS jadi penumpang terakhir yang masuk ke pesawat. Saat pemeriksaan keamanan, petugas sudah meminta salah satu dari tim untuk langsung naik ke pesawat dan memberitahukan Kru Kabin kalau masih ada yang tertahan di bagian keamanan. Tentu saja kami tertahan karena koper yang tidak dicatatkan dalam bagasi tercatat itu memuat benda-benda tajam. Akibatnya, kami harus mengeluarkan benda-benda tersebut sebelum ke pesawat.
Kericuhan berikutnya, tim tertahan karena kelebihan muatan ke kabin. Tapi masalah ini akhirnya bisa diselesaikan dengan mencatatkan koper yang memang seharusnya didaftarkan sebagai bagasi tercatat.
Tapi, permasalahan belum selesai. Saat kami akan menuju pesawat, kami ditahan petugas karena sudah tidak bisa ke pesawat dan harus menunggu di Gate. Tentu saja kami bingung, yang terpikir, bagasi dan salah satu rekan kami ada di pesawat tersebut. Apa kami terlambat dan tidak bisa berangkat? Berbagai kemungkinan sudah kami perhitungkan. Dan rupanya rekan yang sudah duluan di pesawat juga bingung karena kami belum juga tiba sementara waktu keberangkatan hampir tiba. Tak hanya itu, kru kabin mengumumkan nomor pesawat yang berbeda dari yang ada di tiket. Sampai-sampai dia pun bertanya, “Ini penerbangan ke Biak kan?”
Dan ternyata….. yang dimaksud harus menunggu lagi itu karena penumpang di pesawat diminta turun akibat adanya permasalahan teknis. Akhirnya pesawat harus diganti dan penerbangan ditunda.
Akhirnya, kami pun berangkat ke Biak setelah tertunda sekitar satu jam. Di dalam penerbangan tersebut kami juga bertemu rekan-rekan pengamat lainnya yang tentu saja ikut menuju ke Biak.
Edukasi Masyarakat
Tiba di Biak, langit menunjukkan awan yang cukup tebal. Sesuai perkiraan dan peta cakupan awan di sepanjang jalur gerhana dari data EUMETSAT. Hari pertama kami tiba diisi dengan koordinasi bersama Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Biak Numfor Bapak Turbey Onny Dangeubun. Satu hal yang menarik, karena Festival Gerhana Matahari Total merupakan bagian dari Sail Cendrawasih, maka kedatangan kami tidak hanya berurusan dengan Dinas Pariwisata tapi juga melibatkan dinas lainnya termasuk Dinas Pendidikan.
Sore hari tanggal 16 April 2023, tim LS melakukan survei di area sekitar hotel untuk persiapan star party yang dilaksanakan di area hotel Nirmala Beach. Saat melakukan survei, tim LS memotret Venus saat Matahari terbenam, dengan kondisi cuaca cukup cerah. Malam harinya, tim LS melakukan pengamatan dan pemotretan langit malam dari area Hotel Nirmala Beach. Meskipun masih ada lampu yang menerangi area halaman hotel, namun secara umum tingkat polusi cahaya masih minim sehingga bentang galaksi Bimasakti, dan rasi-rasi bintang seperti rasi Crux (Salib Selatan), Centaurus, rasi Carina masih tampak dan bisa dipotret. Keesokan harinya, Tim LS menyelenggarakan Star Party dalam kondisi cuaca yang tidak bersahabat. Meskipun demikian, bintang-bintang terang masih tampak.
Tanggal 17 April 2023, tim langitselatan melakukan edukasi Gerhana Matahari di SMA YPK 1 yang dihadiri oleh siswa dan guru. Untuk edukasi gerhana, Pemkab Biak Numfor memusatkan kegiatan pada tiga sekolah berbeda dengan pengajar dari tiga tim berbeda yakni langitselatan, Planetarium dan Observatorium Jakarta, dan USTJ (Universitas Sains dan Teknologi Jayapura). Dalam pelaksanaannya, tim LS memberikan ceramah singkat terkait interaksi Matahari – Bumi – Bulan yang mencakup terjadinya gerhana serta bagaimana melakukan pengamatan gerhana dengan aman. Setelah itu, para siswa juga diajak untuk melakukan pengamatan dengan teleskop.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Biak Numfor juga mengadakan Dialog Interaktif dalam Bincang Pagi RRI Biak serta Seminar Jembatan Budaya Sains untuk mensosialisasikan gerhana pada para pimpinan dan kelompok adat yang ada di Biak, di mana perwakilan LS juga ikut hadir sebagai salah satu narasumber.
Pengamatan Gerhana
Sehari sebelum Gerhana, tim LS melakukan survei lokasi dan uji coba peralatan. Festival dan Pengamatan Gerhana Matahari Total dipusatkan di area Hotel Nirmala Beach dan Dermaga BMJ Biak. Pengamatan di Dermaga BMJ dilakukan bersama langitselatan dan dihadiri oleh masyarakat Biak.
Akhirnya hari gerhana tiba. Tanggal 20 April 2023, sejak pagi awan menggelantung di langit kota Biak Numfor. Meskipun demikian, persiapan pengamatan sudah dimulai sejak pukul 09:00 WIT. Satu hal pasti, cita-cita melihat gerhana Matahari dari Dermaga BMJ dengan cuaca cerah sepertinya tak mungkin terjadi.
Sebelum Gerhana, tim LS ambil bagian dalam siaran langsung bersama CNN untuk menyampaikan laporan dari kota Biak. Dan akhirnya gerhana Matahari pun dimulai meski awan tak bergeser. Setengah jam sebelum totalitas, hujan turun di kota Biak dan akhirnya reda beberapa menit sebelum totalitas.
Cuaca memang tak bersahabat akan tetapi, perubahan yang terjadi kala gerhana masih terasa. Suhu yang turun dan cuaca panas berganti menjadi sejuk, angin semilir, langit yang menggelap dan suasana siang hari yang berubah seperti senja.
Indah dan menakjubkan.
Matahari yang tadinya terang benderang perlahan berubah jadi sabit dan akhirnya tertutup oleh piringan Bulan. Di arah horison, tampak pendar jingga yang menandai hari telah senja di siang hari. Sementara itu awan tebal justru menjadi filter atau penyaring alami untuk mereduksi cahaya Matahari sehingga pengamatan bisa dilaksanakan secara langsung tanpa membahayakan mata. Saat totalitas berlangsung, cincin berlian dan korona Matahari tampak jelas. Suara-suara penuh kekaguman dan kegembiraan terdengar jelas. Menakjubkan dan magis.
Sore itu, Gerhana Matahari Total pun berakhir dan keesokan harinya pada tanggal 21 April, tim LS dan sebagian besar tim pengamat yang memilih Biak sebagai lokasi pengamatan pun kembali ke lokasi masing-masing.
Publikasi
Perjalanan langitselatan untuk pengamatan Gerhana Matahari Hibrida di Biak juga dipublikasikan dalam bentuk poster dalam Asia Pacific Regional IAU Meeting di Koriyama Jepang pada bulan Agustus 2023 dan sebagai bagian dari tulisan Gerhana Matahari Total: Pintu Pengenalan Budaya dan Sains dalam Jurnal Budaya dan Filsafat MITRA no. 37 Tahun XXIII/Catur Wulan 2-2023.
Tim Pengamat LS
- Avivah Yamani Riyadi
- Ade Nur Istiqomah
- Ferry M. Simatupang
- Endang Soegiartini
- Finny Okatariani
- Irfan Imaduddin
- Alif Husnul Fikry
Ucapan terima kasih:
- Bapak Turbey Onny Dangeubun dan Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Biak
Tulis Komentar