Potongan puing planet ditemukan dalam sistem bintang yang sudah mati dengan bintang katai putih sebagai bintang induknya.
Tak mudah untuk menemukan sebuah planet di bintang lain. Apalagi pada bintang katai putih, yang sudah mendingin dan mengecil. Akan tetapi, para astronom yang dipimpin oleh Christopher Manser dari Universitas Warwick di Coventry, U.K, berhasil melakukannya. Yang ditemukan bukan planet utuh melainkan inti besi dari planet yang selubungnya sudah tercabik oleh gravitasi bintang yang sangat kuat.
Hasil observasi bintang katai putih beserta reruntuhan planet merupakan informasi penting evolusi tahap lanjut Tata Surya maupun sistem exoplanet lainnya. Bagaimanapun, sebagian besar bintang yang diketahui memiliki planet termasuk Matahari, akan mengakhiri hidupnya sebagai bintang katai putih.
Prediksi Nasib Tata Surya
Selama ini, para astronom hanya bisa membangun model evolusi Tata Surya ketika Matahari kehabisan bahan bakar dan berevolusi menjadi katai putih. Saat bintang serupa Matahari kehabisan bahan bakar hidrogen, bintang akan membakar helium. Pada saat itu, bintang akan berevolusi sebagai bintang raksasa merah dan mengkonsumsi planet di dekatnya. Diduga planet-planet dalam di Tata Surya seperti Merkurius, Venus dan Bumi hancur dilahap selubung raksasa merah Matahari. Ketika helium habis, Matahari mengalami keruntuhan menjadi bintang katai putih yang terus mendingin selama beberapa miliar tahun. Bintang akan jadi lebih kecil dan dingin, tapi gravitasinya luar biasa kuat.
Dalam pemodelan, ketika bintang serupa Matahari menjadi katai putih, planet-planet yang masih tersisa setelah tahap raksasa merah masih bisa selamat bertahan pada tahap akhir evolusi bintang. Meskipun demikian, berapa lama planet tersebut bisa bertahan tentu harus memenuhi kondisi minimal. Gaya gravitasi yang samgat kuat dari bintang akan membuat planet-planet dekat yang masih tersisa bergerak spiral menuju bintang dan akhirnya tercabik hancur. Yang tersisa adalah puing-puing planet dalam piringan materi yang mengeliligi bintang.
Sistem Planet di Bintang Katai Putih
Salah satu hasil pengamatan itu berasal dari piringan materi reruntuhan sistem planet yang mengelilingi bintang WD 1145+017 di rasi Virgo dengan jarak 570 tahun cahaya. Yang ditemukan adalah planetesimal yang sudah tercabik dari planetnya dan mengorbit bintang setiap 4,5 jam. Bintang WD 1145+017 pada awalnya merupakan bintang kelas F yang berevolusi sebagai katai putih, dan saat ini memiliki massa 0,6 M? dengan ukuran 0,02 ukuran Matahari atau 1,4 kali Bumi, dan sudah menjadi katai putih selama 175 juta tahun. Beberapa potongan planetesimal yang lebih besar juga ditemukan mengorbit bintang ini setiap 4,5 – 4,9 jam. Para astronom bisa mengetahui keberadaan potongan planetesimal ini dari materi planet yang menghujani bintang dan muncul dalam spektrum bintang.
Selain puing planet pada bintang WD 1145+017, pada tahun 2018, sisa reruntuhan planet ditemukan pada bintang Gaia J1738-0826 yang diperoleh dari pengamatan GAIA yang memperlihatkan polusi kalsium yang cukup tinggi di sekeliling bintang tersebut.
Planetesimal di Bintang SDSS J1228+1040
Tidak mudah menemukan planetesimal yang jauh lebih kecil dari Bumi di bintang lain. Apalagi di sebuah bintang dingin yang ukurannya hampir seukuran Bumi. Puing planetesimal yang ditemukan pada bintang katai putih SDSS J1228+1040 atau WD 1226+110 yang jaraknya 410 tahun cahaya, bukanlah objek yang bisa langsung ditemukan. Christopher Manser dan tim sudah melakukan pengamatan piringan gas dan debu di sekeliling bintang ini selama 15 tahun. Pengamatan ini bertujuan untuk melihat perubahan gas dari waktu ke waktu. Pada akhirnya, puing dari reruntuhan planet berhasil ditemukan lewat pengamatan dengan Gran Telescopio Canarias di La Palma, Spanyol, pada tahun 2017 dan 2018.
Christopher Manser dan tim menggunakan metode tak langsung untuk mendeteksi gangguan gravitasi pada bintang oleh planet.Yang dideteksi adalah perubahan spektrum dari piringan khususnya pada garis spektrum yang dihasilkan oleh ion kalsium. Spektrum ion kalsium akan bergerak ke frekuensi yang lebih tinggi ketika mendekati Bumi dan ke frekuensi lebih rendah saat menjauhi Bumi. Efek Doppler yang sama juga tersebar pada garis tipis dari emisi kalsium dan membentuk dua puncak pada dua sisi berbeda setiap 2 jam. Gangguan pada bintang ini bisa berasal dari planet raksasa yang mengorbit, vorteks dalam piringan debu.
Setelah melakukan anallisis, disimpulkan bahwa yang dilihat tersebut merupakan planetesimal yang mengorbit bintang setiap 2 jam dan merupakan puing reruntuhan reruntuhan planet yang tercabik oleh gravitasi bintang. Planetesimal yang diberi nama SDSS J1228+1040 b disusun oleh besi, magnesium, silikon, dan oksigem 4 elemen kunci penyusun Bumi dan objek batuan lainnya.
Menariknya, planetesimal SDSS J1228+1040 b juga tampak memiliki ekor seperti komet. Ekor ini tampak seperti cincin gas yang mengalir keluar dari planetesimal padat. Gas tersebut diduga berasal dari penguapan awan gas di sekeliling planetesimal akibat tabrakan dengan planetesimal atau karena radiasi bintang. Awan gas inilah yang memancarkan kalsium dan dilihat pengamat jadi garis kalsium itu bukan berasal dari planetesimal. Karena gas tersebut seperti ekor komet yang mengiringi puing reruntuhan planet, saat planetesimal menjauhi atau mendekati Bumi, garis kalsium pada spektrum juga akan tampak bergeser.
Masa Lalu Sistem SDSS J1228+1040
Sebelum menjadi bintang katai putih dengan massa 0,7 massa Matahari dan mengerut sampai seukuran bumi, massa bintang ini 2 massa Matahari. Itu artinya bintang ini bisa seukuran bahkan lebih besar dari Matahari.
Setelah SDSS J1228+1040 mengerut menjadi seukuran Bumi, bintang ini jadi sangat padat dengan gravitasi luar biasa kuat sekitar 100.000 kali gravitasi Bumi. Seandainya ada asteroid melintas dekat katai putih, maka asteroid tersebut akan hancur tercabik oleh gravitasinya.
Inilah yang terjadi pada planetesimal SDSS J1228+1040 b yang berada sangat dekat dengan bintang. Jika ditempatkan di Tata Surya, puing planet ini akan berada dalam jejari bintang. Objek apapun yang berada dekat katai putih akan hancur tercabik oleh gravitasi bintang.
Bagaimana planetesimal ini bisa bertahan dan selamat?
Untuk bisa bertahan terhadap gravitasi bintang hanya bermodalkan gravitasi planetesimal, maka puing ini harus memiliki kerapatan seperti besi. Jika planetesimal memiliki berbagai lapisan berbeda, maka kerapatannya akan berkurang. Untuk bisa selamat, planetesimal harus memiliki ukuran sebesar 720 km. Setara ukuran Ceres di Tata Surya. Jadi, planetesimal SDSS J1228+1040 b merupakan inti besi atau inti logam yang tersisa setelah selubung batuannya dilucuti oleh gravitasi bintang ketika bintang katai putih memasuki proses pendinginan.
Puing planet yang ditemukan dalam piringan gas dan debu bintang katai putih merupakan tanda bahwa sistem ini pun sudah hampir punah karena yang tersisa adalah reruntuhan planet dan objek lain yang pernah ada. Untuk bisa menemukan planet utuh yang masih bertahan di bintang katai putih, pengamatan harus dilakukan pada bintang katai putih yang hanya memiliki piringan gas.
Keberadaan puing planet ini sekaligus menjadi gambaran masa depan Tata Surya setelah Matahari menjadi katai putih. Setelah Merkurius, Venus, dan Bumi hancur dalam selubung Matahari pada tahap raksasa merah sekitar 6 miliar tahun lagi, planet-planet lain mungkin bisa selamat jika bergerak ke arah luar Tata Surya. Tapi, pergerakan ini akan menghasilkan dorongan gravitasi yang bisa melontarkan planet ke luar sistem atau bergerak spiral ke arah bintang dan menemui akhir hidupnya. Hancur oleh gravitasi Matahari dan menyisakan puing – puing planet di sekeliling bintang katai putih yang kita kenal sebagai matahari.
Tulis Komentar